Home / CEO / ISTRI SENILAI SAHAM / Chapter 1 - Chapter 10

All Chapters of ISTRI SENILAI SAHAM: Chapter 1 - Chapter 10

111 Chapters

Penikmat Senja

"Bagaimana? Apakah bisnis kita masih bisa berlanjut? Tawaran saya sangat menarik bukan?" Tampak sebuah punggung kursi kebesaran, sedang bergoyang - goyang menghadap ke arah dinding kaca ruangan, disana duduk seorang pria yang sedang bersandar dengan sangat pongahnya, sambil sesekali cerutu yang terselip di sela jari, dia hisap dengan bibir hitamnya, hingga menyembulkan asap disekitar ruangan. Pria yang usianya masih belum memasuki umur 40 tahun itu tertawa sangat renyah, saat mendengar pertanyaan dari lawan bicara melalui sambungan gawainya. "Saya sangat yakin. Anda akan sangat puas dengan pelayanannya. Bagaimana? Bukankah anda sudah sangat tertarik, saat bertemu dengannya pertama kali?" tanya pria itu lagi. Senyumnya sangat merekah, saat usahanya merayu sebuah perjanjian kerja sama dengan sogokan menggiur jiwa kelelakian pada rekannya, berhasil tanpa banyak kendala. "Baiklah, nanti malam akan saya antarkan dia ke hotel yang anda sebutkan tadi. Tapi ingat, hanya satu jam." jawab P
Read more

Hanya Sebatas Kerja

Senja menangis terseduh-seduh, beberapa bagian tubuhnya terasa melebam, belum lagi rasa ngilu dan anyir darah dari pinggir bibirnya, membuat Senja harus berulang kali meringis di sela isak tangis.Dirinya sekarang sudah seperti seonggok barang habis dipakai, dibiarkan tergeletak tanpa ada yang memungutnya. "Ya Tuhan. Kenapa aku harus mengalami seperti ini? Kenapa?! Sakit, sakit sekali rasanya. Sakit!" teriaknya meraung. Senja mencoba bangkit dari kasur. Kedua kakinya terasa bergetar, hampir saja dia tergelicik. Belum lagi bagian intim yang terasa berdenyut nyeri. Semua akibat kekasaran pria bejat tersebut. "Dasar, psikopat!" gerutu Senja. Hati Senja mencolos, melihat dress yang dia kenakan tadi tidak berbentuk. Sungguh, perlakuan persis binatang yang tidak memiliki perasaan. Senja kini mulai kebingungan, dia tidak membawa pakaian ganti. Berlahan, kakinya dipaksa melangkah untuk mengambil tas selempang miliknya. Disana dia bisa menemukan sebuah gawai. Tujuan utama adalah menghubung
Read more

Demi Buminya

Rasa lelah mengemban berat di pundak Senja. Berjalan gontai dengan tubuh yang sampai membungkuk, disaat berjalan masuk ke dalam rumah.Sunyi.... Itulah kondisi pertama yang Senja rasakan, hanya ada asisten rumah tangga yang membukakan pintu rumahnya saja. "Ternyata dia belum pulang," lirih Senja. Sesaat sampai teras rumah, tidak tampak mobil suaminya terparkir disana. Langkah gontai Senja menghantarkan Senja ke salah satu pintu kamar, tepat disebelah kamarnya. Dengan hati - hati Senja membuka pintu, takut membangunkan siempunya kamar yang pasti sudah bermain di dunia mimpi."Bumi..." cicit Senja. Kakinya melangkah melayang, menuju anaknya. Perlahan, Senja mencium Bumi yang tidak terganggu sedikit pun dengan apa yang dilakukan Senja padanya. "Maafkan, Mama. Mama masih menjadi seorang Ibu yang buruk untukmu," gumam Senja. Hati Senja menyesak, apa yang harus dia jelaskan ke anaknya. Jika dia terus menerus seperti ini? Masih mau kah Bumi memanggilnya mama? Atau akan malu, dan menga
Read more

Untuk Pertama kalinya

Senja melangkah mundur, dia tidak menyangka kata – kata itu bisa keluar dari Rey, suaminya. Kepala Senja berulang kali menggeleng, masih menepis jika apa yang keluar dari mulut hitam Rey adalah benar. Tapi mata yang sudah terkena percikan membara itu, kini menatap Senja dengan sulutan emosi. "Kenapa?! Dari awal kita menikah, bukankah kamu sudah tidak perawan lagi? Itu sudah menjadi bukti betapa rendah dan murahnya dirimu bukan?" desis Rey yang telah bangkit, dan bergerak maju mengikuti langkah Senja yang terus melangkah mundur. Linangan air mata mulai membanjir di pipi Senja. Sekarang dirinya yakin, jika Rey sedang membuka bangkai yang telah lama Senja kubur rapat. Senja yang sejak tadi melangkah mundur, kini menahan langkahnya. Tidak ada lagi langkah mundur bisa dia lakukan, setelah tubuhnya membentur nakas di ujung kamar.Napas Senja mulai menderu, bersamaan dengan bulir deras yang jatuh dari pelupuk matanya tanpa henti. Badai perasaan sedang berkecamuk dan memporak porandakan jiw
Read more

Terpaksa

"Lepas!!" tampik Senja "Kamu lupa, apa yang kamu katakan saat di rumah Senja, atau kamu pura - pura lupa?" tanya Rey pelan. Senja memandang tajam ke arah Rey. Mata yang dulu berpedar cinta, kita sudah terpecik kebencian. "Berprilakulah, seperti biasanya. Jika tidak mau terjadi suatu hal yang akan membuat kau, menyesalinya seumur hidupmu," tambah Rey lagi. Senja terdiam. Dia hampir saja melupakan janjinya. Sejak malam itu, bersentuhan dengan Rey saja membuat Senja enggan. "Ayo kita masuk," kembali Rey menggandeng tangan Senja. "Tersenyumlah yang manis. Jangan pasang wajah murungmu itu," tegur Rey. Senja menerima paksa genggaman Rey, walau jiwanya selalu saja berteriak menolak, dan ingin menjauh saja. Rasanya seluruh tubuh beserta urat sarafnya, sudah membuat alarm tersendiri.  Senyum palsu tercetak sempurna di wajahnya. Senyum yang selalu membuat banyak orang iri, melihat keharmonisan rumah tangga dirinya dan juga Rey. "Bagus, menurutlah seperti itu. Jadilah tetap Senja yang dul
Read more

Tidak Bisa

Senja bergelut dengan perasaan cemas, disaat ban mobil kembali bergulir menuju hotel. Raut wajahnya berbalut kekhawatiran, sangat kontras dengan Rey yang bersenandung bahagia."Kau bahagiakan Senja? Mas sangat bahagia sekali. Ini bukan nominal kecil. Kita bisa membuka cabang perusahaan dan juga menambah investasi saham, jika mereka menyukai pelayananmu nanti," celoteh Rey tanpa menoleh ke Senja. Bahkan sesekali Rey terpekik kegirangan, membayangkan limpahan mata uang dollar. Senja memilih untuk menulikan pendengarannya. Pikirannya sedang sibuk melalang buana. Bayangan kotoran manusia menjijikkan masuk ke dalam mulut, sampai terdorong paksa masuk sampai ke tenggorokan, membuat Senja saat itu merasa seisi perutnya bergejolak. Dia sampai menahan mulutnya dengan telapak tangan, agar tidak muntah saat itu juga. Tapi rasa mual itu terus saja ingin menyembur keluar, hingga memerih di kerongkongan. Berulang kali mual itu kembali datang. Mata Senja sampai berair menahan luapan gejolak itu. Ba
Read more

Babak Belur

Byur!!!Siraman air membasahi seluruh tubuh Senja, membawa Senja kembali ke alam sadarnya."Bukankah aku sudah mati?" batin Senja.Napas Senja terengah. Senja seperti merasakan dirinya berada dalam kematian untuk kedua kalinya. Lamunan tadi, seperti sosok nyata yang kembali hadir. Apalagi disaat siraman air memasuki rongga hidungnya, hingga membuat Senja kesakitan untuk bernapas, menambah yakin rasa sakit diujung kematian, sebelum raganya kembali menyadarkan Senja ke alam nyata."Siapa suruh kamu tetap disini, hah?! Ayo masuk!" Rey menarik kasar pergelangan tangan Senja. Satu tarikan paksa, membuat Senja sampai tersungkur jatuh ke lantai beralas aspal kasar, tanpa bisa menyeimbangkan badannya. Rey menatap datar sebentar. Tanpa ada rasa iba, kembali Rey menarik paksa tangan Senja.Senja yang belum siap untuk berdiri, sampai merasakan tubuhnya terseret, menjejakkan goresan luka di kaki Senja, akibat kerikil tajam yang ingin ikut serta menyiksanya.Menahan rasa perih, Senja berusaha be
Read more

Harta, Tahta, dan ...

"Leo..!" Leo terjungkal kaget dari kursi kebesarannya. Suara Langit yang seperti bola bekel memantul ke banyak arah, membuat Leo harus makin memperluas kesabarannya. Padahal keduanya dalam satu ruangan yang sama. Tapi kenapa seakan jarak mereka berdua berjauhan."Ya Tuan, ada apa?" tanya Leo. Tangan kirinya mengelus bokong tipis yang sempat berciuman dengan lantai."Kenapa kamu?" tanya Langit tanpa rasa bersalah."Tidak apa Tuan. Tadi saya hanya sedang mengenang, bagaimana nikmatnya bokong saya berciuman dengan lantai yang dingin," sindir Leo."Oh..." jawab singkat Langit.Sontak Leo hanya bisa melongo saja. Tidak ada kata maaf keluar dari Tuannya itu. "Oh pasal satu, pasal dua, kapankah kalian di revisi?" batin Leo mengeluh.Langit berdeham. "Bagaimana, ada kabar tentang Aurora? Dunia begitu kecil Leo. Bagaimana bisa kau tidak menemukannya. Dan ini, bagaimana bisa kau terlewat memeriksanya saat audit kemarin. Lalu ini lagi, kamu mau jabatanmu saya turunkan jadi office boy?" kesal La
Read more

Kembali Berulah

Hari ini terlihat sangat cerah. Senja sudah mematut dirinya didepan cermin."Sudah siap?" tanya Rey. Matanya membidik jarum jam di dinding yang terus saja berputar.Senja menganggukkan kepala, setelah memastikan tidak ada yang kurang dalam dirinya. Hari ini dia sudah kembali untuk bekerja.Senja dan Rey melangkah bersama, melewati ruang makan. Disana, Senja melihat Bumi sudah duduk manis menunggu kedatangan mereka.Senja yang sudah sembuh sepenuhnya, berlari kecil untuk merapatkan tubuhnya, dan memberikan kecupan di pipi Bumi. "Pagi sayang," sapa Senja."Pagi Ma, Pagi Pa," sapa Bumi balik.Senja hendak sarapan bersama Bumi. Bergegas akan menderet kursi duduknya, tapi suara Rey menegur pendengarannya. "Kita tidak sempat untuk sarapan bersama hari ini, Senja. Ada rapat di kantor pagi ini. Kita harus segera sampai disana lebih awal."Sontak Senja mengurungkan niatnya. ada rasa bersalah menghantam Senja. Tangannya yang tadi sempat erat menggenggam kursi, kini mulai mengendur, bersamaan de
Read more

Sepasang Mata

Sepanjang rapat dilakukan, Senja duduk dengan tidak nyaman. Bagaimana dia mau nyaman? Sepasang bola mata, seperti memiliki pisau untuk merobek tiap jengkal penutup bagian tubuhnya. Pria hidung belang itu, terang-terangan memandang Senja dengan rakusnya.Senja sangat ingin menghilangkan diri saat itu juga, tapi kakinya terasa sudah dipasung, tidak membiarkan Senja kabur untuk kedua kalinya.Jarum jam yang bergerak lambat untuk Senja, kini telah mencapai waktu akhirnya."Mana surat-suratnya. Berikan segera padaku. Aku sudah tidak tahan ingin membawa sekertaris cantikmu itu," seru Pria tambun dengan tidak sabarannya.Sempat-sempatnya pria yang memiliki kulit berwarna hitam itu, mengerlingkan matanya dan memberikan kecupan jauh untuk Senja.Rey tertawa renyah. "Sabarlah, kau masih ingat perjanjian dan aturan yang kita buat bukan?" peringat Rey.Pria yang memiliki bibir tebal itu, mendengus kesal. "Sebab itu cepatlah. Kepalaku sudah pusing. Menahan sesuatu dibawah sana yang sudah menegang.
Read more
PREV
123456
...
12
DMCA.com Protection Status