Beranda / CEO / ISTRI SENILAI SAHAM / Penikmat Senja

Share

ISTRI SENILAI SAHAM
ISTRI SENILAI SAHAM
Penulis: Sasacuap

Penikmat Senja

"Bagaimana? Apakah bisnis kita masih bisa berlanjut? Tawaran saya sangat menarik bukan?"

Tampak sebuah punggung kursi kebesaran, sedang bergoyang - goyang menghadap ke arah dinding kaca ruangan, disana duduk seorang pria yang sedang bersandar dengan sangat pongahnya, sambil sesekali cerutu yang terselip di sela jari, dia hisap dengan bibir hitamnya, hingga menyembulkan asap disekitar ruangan.

Pria yang usianya masih belum memasuki umur 40 tahun itu tertawa sangat renyah, saat mendengar pertanyaan dari lawan bicara melalui sambungan gawainya.

"Saya sangat yakin. Anda akan sangat puas dengan pelayanannya. Bagaimana? Bukankah anda sudah sangat tertarik, saat bertemu dengannya pertama kali?" tanya pria itu lagi.

Senyumnya sangat merekah, saat usahanya merayu sebuah perjanjian kerja sama dengan sogokan menggiur jiwa kelelakian pada rekannya, berhasil tanpa banyak kendala.

"Baiklah, nanti malam akan saya antarkan dia ke hotel yang anda sebutkan tadi. Tapi ingat, hanya satu jam." jawab Pria itu, sebelum sambungan panggilan keduanya terputus.

Kursi kebesaran itu kini berputar menghadap ke meja kerjanya, tergambar wajah asli pria dewasa itu. Wajah tampan, berkulit sawo langsat, dengan hidung bangirnya. Siapapun wanita, masih bisa dia buat untuk bertekuk lutut padanya. Wajahnya teduh, seolah dia lah pria yang paling pantas melindungi seorang wanita, tapi tidak dengan hatinya. Hatinya sudah menghitam legam dan keras melebihi batu.

Matanya kini melirik ke arah telepon berwarna hitam yang berada di atas meja kerjanya.

"Senja, ke ruangan Mas sekarang," perintahnya. Hanya dengan sekali penekanan satu tombol angka.

Senja yang bekerja di luar ruangan pria itu, tampak mulai gusar setelah menerima panggilan pria yang ternyata berstatus suaminya.

"Ada apa ini? Dari nada bicaranya, pasti dia sedang merencanakan sesuatu lagi. Ya Tuhan, sampai kapan aku terjebak dengan permainan ini? Aku lelah, aku capek. Bisakah aku memilih untuk mati saja?" gumam Senja lemah.

Menarik napas dalam, Senja berdiri dan mulai mengambil langkah masuk kedalam ruangan dimana pria itu berada.

"Lama sekali kamu. Kamu tahu kan, Mas tidak suka menunggu?" kesal pria tersebut.

"Maaf Mas Rey, tadi aku sedang membenarkan make up ku," ucap Senja mencari alasan.

Pria yang bernama lengkap Rey Gumilang, tersenyum kecut. "Berdandanlah nanti yang cantik. Malam ini ada pria yang ingin menikmati pelayananmu," tutur Rey dengan entengnya.

"Tapi Mas..."

"Apa kamu mau membantah, hah?!" bentak Rey dengan mata yang menyalang.

Senja meneguk ludahnya kasar, kepalanya menggeleng dengan cepat.

"Bagus. Ikuti semua perintahku. Kamu tahu kan, ini semua juga demi keluarga kita demi anak kita juga, Bumi. Mas hanya mau mengatakan itu saja, kembalilah ke meja kerjamu. Nanti Mas yang antar dan menunggu kamu sampai selesai seperti biasa." jelas Rey dengan nada bicara yang kembali lembut.

Senja hanya bisa mengangguk lemah. Kaki jenjangnya kini tidak memiliki semangat untuk kembali ke meja kerjanya. Ingin sekali dia berlari dan keluar dari jerat yang dibuat suaminya. Tapi Senja merasakan kakinya seperti sudah di kerengkeng, hingga tidak bisa pergi kemanapun.

Sesampainya di meja kerja, Senja langsung menenggelamkan kepalanya ditumpukan tangannya. Dia menangis terseduh - seduh.

Pernikahan apa seperti ini? Bukan pernikahan seperti ini yang dia inginkan. Tapi kenapa jadi seperti ini? Kemana mas Rey yang dia kenal sebelum mereka menikah dahulu?

"Aku bukan barang yang bisa kau sewakan dimanapun kau mau Mas, bukan Mas..." isaknya.

Dalam keadaan seperti ini, Senja merasakan jijik dengan dirinya sendiri. Dia sudah seperti barang pajangan yang berhak di sentuh dan dinikmati banyak lelaki berhidung belang.

"Kenapa kau tega denganku Mas? Kenapa? Kenapa semua kesalahan, kau limpahkan padaku Mas, kenapa?" batin Senja berteriak keras.

Kegelisahan hati Senja, membuat waktu terasa berlari. Tidak ada yang bisa menghentikan waktu, termasuk dirinya sendiri.

"Sudah siap?" tanya Rey.

Senja mengangguk pasrah. Mereka berdua berjalan bersama dengan jemari yang saling bertaut. Banyak pasang mata yang mengiri dengan keharmonisan Senja dan Rey. Seperti kata pepatah, perkarangan tetangga akan lebih terlihat hijau dari kejauhan.

"Kamu harus melayani dia dengan baik. Jangan membuatnya kecewa. Ini sangat penting untuk keberlangsungan hidup perusahaan kita, mengerti?" Peringat Rey, saat mereka sudah perjalanan didalam mobil.

Senja hanya diam tanpa menyahut, pandangan dia buang ke arah jendela, melihat hiruk pikuk gemerlap malam dari sana.

"Kamu mendengar Mas kan, Senja?" tekan Rey, memastikan Senja mendengar apa yang dia katakan.

"Ya," jawab singkat Senja.

Tidak ada lagi kata yang bisa keluar dari bibir ranumnya, disaat tenggorokannya terasa tercekat. Belum lagi dadanya yang menyesak, membuat genangan air mata di pelupuk matanya.

Senja hanya bisa membuang napasnya berat, saat mobil berhenti di sebuah hotel berbintang lima. Tidak terhitung sudah berapa kali dia kesana, dan tidak dia hitung pula, berapa pria rakus belaian, sudah menikmati tubuhnya di sana.

Rey segera mengajak Senja turun, bersamaan dengan gawainya yang berdering.

"Iya, sabar. Kami sudah sampai. Kami akan langsung kesana," jawab Rey.

Panggilan telepon pun terputus. Rey menarik tangan Senja agar berjalan dengan cepat mengikuti langkah lebarnya.

Tidak terasa langkah keduanya sudah sampai ke sebuah kamar dengan nomor yang sama dengan pesan yang diterima Rey saat sore tadi.

"Ingatkan, apa kata Mas? Lakukan sebaik mungkin. Seperti kamu melayani Mas. Ini alat pengaman, jangan lupa meminta dia memakainya," imbuh Rey, sambil menyodorkan kotak persegi berwarna hitam.

"Mas tunggu kamu di restoran bawah. Jika telah selesai, datangi Mas disana," ujar Rey lagi.

Rey pergi meninggalkan Senja seorang diri didepan pintu kamar tersebut.

"Kau bisa senja, pasti bisa. Sudah biasa bukan?" racaunya, bersamaan dengan seulas senyum getir.

Tangan langsingnya dengan lemah mengetuk pintu kamar tersebut. Tidak butuh waktu lama pintu ruangan terbuka, dan memperlihatkan sosok pria yang harus dia layani malam ini.

Senyum nakal tergambar jelas, dari wajah pria yang sudah menarik tangan Senja untuk segera masuk kedalam kamar.

Sepasang mata itu bergerak liar menatap ke arah Senja, seperti binatang buas yang sedang kelaparan, dan siap merobek mangsanya.

"Malam ini, kau milikku Senja...." ucap pria itu.

Kakinya bergerak mendekat, mengikis jarak antara mereka berdua

"Malang sekali nasibmu. Harga dirimu hanya sebatas kerja sama perusahaan. Tapi tidak buruk, kau cantik, kulitmu mulus, tubuhmu juga sangat seksi," desis pria itu, jemarinya sudah berani menyentuh pipi Senja. “Kau sudah membuat aku bergairah, dipertemuan pertama kita sayang...” lanjutnya lagi.

Tidak ada perlawanan diberikan Senja, dia hanya diam, matanya terpejam. Bukan karena menikmati sentuhan pria itu. Tapi merasakan bagaimana sakitnya, saat harga dirinya di jatuhkan dalam titik hinaan terendah.

"Sekarang, mari kita bersenang - senang sayang."

Tangan kekar itu dengan cepat merobek dress mini yang bertengger di tubuh Senja. Membanting tubuh Senja di atas kasur empuk, sampai Senja tersentak kaget.

"Nikmatilah, permainanku sayang..." lanjut ucapnya. Sambil mengulas senyum devilnya.

Mata Senja membeliak, saat mendengar gesekan tali pinggang terlepas kasar.

Jantung Senja berdetak dengan cepatnya. Dia merasakan perasaan yang tidak enak. Hawa pria itu, sangat berbeda. Bukan baru kali ini, dia berhadapan dengan pria seperti itu. Pria yang dihadapannya sekarang sudah seperti..

"Tidak...!!!"

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status