Senja melangkah mundur, dia tidak menyangka kata – kata itu bisa keluar dari Rey, suaminya. Kepala Senja berulang kali menggeleng, masih menepis jika apa yang keluar dari mulut hitam Rey adalah benar. Tapi mata yang sudah terkena percikan membara itu, kini menatap Senja dengan sulutan emosi.
"Kenapa?! Dari awal kita menikah, bukankah kamu sudah tidak perawan lagi? Itu sudah menjadi bukti betapa rendah dan murahnya dirimu bukan?" desis Rey yang telah bangkit, dan bergerak maju mengikuti langkah Senja yang terus melangkah mundur.Linangan air mata mulai membanjir di pipi Senja. Sekarang dirinya yakin, jika Rey sedang membuka bangkai yang telah lama Senja kubur rapat.Senja yang sejak tadi melangkah mundur, kini menahan langkahnya. Tidak ada lagi langkah mundur bisa dia lakukan, setelah tubuhnya membentur nakas di ujung kamar.Napas Senja mulai menderu, bersamaan dengan bulir deras yang jatuh dari pelupuk matanya tanpa henti. Badai perasaan sedang berkecamuk dan memporak porandakan jiwa dan raganya. Sampai Senja sendiri tidak sanggup lagi menyelamati perasaannya."Apa Mas bilang?! Mas yang tahu apa yang terjadi pada aku saat itu, kan?! Mas juga yang menerimaku, bukan?! Tapi kenapa sekarang..."Lidah Senja terasa tercekat, bukan hal mudah bagi Senja berdamai dengan masa lalunya, tapi kenapa sekarang kembali paksa dia mengingatnya?Rey tertawa hambar sekerasnya. Ruangan kedap suara itu, memantulkan suara tawa Rey, sampai mendenging sakit di telinga Senja sampai menusuk nyeri ke hatinya."Itukan hanya sekedar ceritamu saja. Bisa saja itu hanya karangan bukan? Agar kau tidak disalahkan. Jika saat malam pertama, aku mengetahui kau sudah tidak perawan lagi. Aku juga sudah berusaha selama lima tahun ini menerimamu. Tapi apa? Bayangan kau tidur dengan lelaki lain, membuat aku gila!" teriak Rey, matanya kian membola merah. Jari telunjuknya, bahkan sekarang menunjuk marah kearah Senja dengan lantang.Senja yang mendengar penuturan Rey, sampai merasakan himpitan sesak hinaan. Apa selama pernikahan ini, Rey hanya berpura - pura menerimanya? Lalu, apa arti pengorbanan dia selama ini?"Kau jahat Mas! Jahat! Aku kira selama ini, kau tulus menerimaku. Ternyata semua hanya kebusukanmu, agar bisa memanfaatkanku. Iyakan?!" raung Senja.Rey semakin tertawa lebar. Tidak ada rasa iba dirinya sedikit pun untuk Senja, istrinya."Kau bilang, aku jahat?! Lalu, bagaimana dengan dirimu. Wanita yang tidak bisa menjaga kesucian untuk suaminya saja?! Apa salahnya, menurutiku? Bukankah, sebelum menikah denganku, dirimu sudah biasa melayani lelaki lain, selain suamimu?!" cecar Rey.Rey kembali angkat bicara, "Harusnya kau bangga. Aku bisa menemukan keahlian dan kelebihanmu itu, dan tidak menganggapnya sebuah kekurangan. Sehingga perusahaanku semakin berkembang," sindir Rey.Senja menghirup napas secara memburu, seakan takut kehabisan udara disekitarnya. Kepalan tangannya mengeram kuat, menahan gejolak emosi yang semakin ingin meledak. Dia tidak menyangka, jika Rey akan berpikir seperti itu tentangnya."Jika seperti itu, kenapa tidak sejak dulu mas menceraikan ku? Kenapa mas masih mempertahankan pernikahan kita? Jika aku memang buruk di matamu, Mas?" sesal Senja.Sengaja Senja melemahkan suaranya yang tadi sempat meninggi. Dia sangat ingin mengakhiri segala pertikaian ini, hatinya sudah tidak sanggup, jika terus saja mengorek luka lama. Luka yang sempat membuat dirinya hampir saja terkena gangguan mental.Bisakah waktu di ulang? Harusnya dia tidak percaya, jika ada lelaki yang bisa menerima kekurangannya itu. Tapi bujuk rayu Rey saat itu, sangatlah membuai untuknya."Cerai? Aku tidak akan pernah menceraikanmu Senja. Apa kau kira, aku lelaki bodoh? Aku masih membutuhkan mu Senja. Kau adalah barang barharga yang masih berguna, untuk aku manfaatkan," dengus Rey.Senja menggigit bibir bawahnya sampai berdarah. Masih ada rasa setitik ketidak percayaan, tapi rasa sakit di tiap bagian tubuh dan hatinya. Sudah memperjelas semuanya. Bahwa semua ini bukanlah kebohongan. Bahwa semua yang dilakukan Rey padanya, hanya sandiwara semata."Aku bukan barang Mas. Aku tidak bisa kau gunakan, sesuka hatimu. Apalagi, sampai kau pinjamkan ke orang lain. Aku tidak mau! Tidak mau!!" histeris Senja.Senja dengan berani maju kedepan, mengikis jarak antar dia dan juga Rey. Kepalan tangannya yang sudah sejak tadi menggenggam emosi, kini memukul - mukul bagian tubuh depan Rey sekuat tenaga.Plaakkk!!!"Berani kau denganku, hah?!"Rey menampar keras pipi Senja. Tangan beruratnya, bahkan sekarang sedang menjambak rambut Senja dengan kuatnya, hingga kepala Senja mendongak keatas."Sakit, Mas..." rintih Senja.Untuk pertama kalinya Rey berlaku kasar padanya..."Sudah aku bilang, tadikan? Tidak ada yang bisa melawan ataupun membantahku di rumah ini. Semua harus menuruti perintahku," desis Rey. Suara yang keluar dari bibirnya, bersamaan dengan suara gesekan deretan gigi yang saling bersinggungan.Senja kembali menggeleng, kali ini dia tidak akan menuruti kemauan Rey lagi. Sudah cukup kebodohannya bertahun - tahun, mempercayai cinta tulus Rey untuknya, nyatanya semua hanya kamuflase saja.Rey tersenyum miring. "Kau mau membangkangku?! Kau mau membantahku, hah?!" geram Rey."Ya, aku tidak akan melakukannya lagi, aku tidak mau, walau kau terus memukulku, menamparku, serta menginjakku!" tantang Senja.Tidak ada rasa takut pada diri Senja, walau Rey telah menyakitinya baik hati dan juga tubuhnya.Rey kembali tertawa, seakan apa yang keluar dari mulut Senja sejak tadi, hanyalah perkataan lelucon saja."Kau bisa saja kuat Senja. Tapi bagaimana jika aku menyakit anakmu, hah? Apa kau masih kuat, dan tetap ingin melawanku?"ancam Rey.Kedua bola mata Senja sampai membeliak, sekujur tubuhnya mulai merasakan berkucur keringat dingin."Mas, kamu tidak akan tega menyakiti Bumi, kan? Mas tidak akan membawa Bumi kedalam masalah kita kan? Bumi juga anakmu, Mas," jelas Senja dengan terbata.Senja yang tadi menantang, kini menciut gemetar. Bahkan suaranya kian melembut, berharap hati Rey yang juga ikut meluluh."Anakku? Bagian diriku yang mana, menyatakan dia anakku? Bagian diriku yang mana, mirip dengannya?!" berang Rey.Tangannya semakin menarik kuat rambut Senja, hingga Senja meraung kesakitan.Air mata Senja, kembali mengalir deras. Dia baru tersadar, bagaimana perhatian Rey pada Bumi yang terlihat dingin. Inikah penyebabnya?Senja bukan tidak sadar, jika Rey dan Bumi tidak memiliki keserupaan sedikitpun. Tapi, dia selalu menepis itu. Hatinya selalu saja mendokrin, jika Bumi adalah buah cinta dirinya dan juga Rey.Sebodoh itu kah dirinya yang lalu, sampai baru menyadari segalanya sekarang. Atau, dia yang selalu menutup mata, demi mempertahankan pernikahannya?Tapi, selama ini. Rey tidak pernah mengungkit akan hal itu, kenapa baru sekarang? Kenapa tidak saat Bumi baru lahir?Rey kembali berulang menarik rambut Senja dengan kuat, sebelum kalimat peringatan kembali keluar dari mulutnya."Aku peringatkan sekali lagi, menuruti perintahku, atau Bumi yang akan menerima akibatnya?""Lepas!!" tampik Senja "Kamu lupa, apa yang kamu katakan saat di rumah Senja, atau kamu pura - pura lupa?" tanya Rey pelan. Senja memandang tajam ke arah Rey. Mata yang dulu berpedar cinta, kita sudah terpecik kebencian. "Berprilakulah, seperti biasanya. Jika tidak mau terjadi suatu hal yang akan membuat kau, menyesalinya seumur hidupmu," tambah Rey lagi. Senja terdiam. Dia hampir saja melupakan janjinya. Sejak malam itu, bersentuhan dengan Rey saja membuat Senja enggan. "Ayo kita masuk," kembali Rey menggandeng tangan Senja. "Tersenyumlah yang manis. Jangan pasang wajah murungmu itu," tegur Rey. Senja menerima paksa genggaman Rey, walau jiwanya selalu saja berteriak menolak, dan ingin menjauh saja. Rasanya seluruh tubuh beserta urat sarafnya, sudah membuat alarm tersendiri. Senyum palsu tercetak sempurna di wajahnya. Senyum yang selalu membuat banyak orang iri, melihat keharmonisan rumah tangga dirinya dan juga Rey. "Bagus, menurutlah seperti itu. Jadilah tetap Senja yang dul
Senja bergelut dengan perasaan cemas, disaat ban mobil kembali bergulir menuju hotel. Raut wajahnya berbalut kekhawatiran, sangat kontras dengan Rey yang bersenandung bahagia."Kau bahagiakan Senja? Mas sangat bahagia sekali. Ini bukan nominal kecil. Kita bisa membuka cabang perusahaan dan juga menambah investasi saham, jika mereka menyukai pelayananmu nanti," celoteh Rey tanpa menoleh ke Senja. Bahkan sesekali Rey terpekik kegirangan, membayangkan limpahan mata uang dollar. Senja memilih untuk menulikan pendengarannya. Pikirannya sedang sibuk melalang buana. Bayangan kotoran manusia menjijikkan masuk ke dalam mulut, sampai terdorong paksa masuk sampai ke tenggorokan, membuat Senja saat itu merasa seisi perutnya bergejolak. Dia sampai menahan mulutnya dengan telapak tangan, agar tidak muntah saat itu juga. Tapi rasa mual itu terus saja ingin menyembur keluar, hingga memerih di kerongkongan. Berulang kali mual itu kembali datang. Mata Senja sampai berair menahan luapan gejolak itu. Ba
Byur!!!Siraman air membasahi seluruh tubuh Senja, membawa Senja kembali ke alam sadarnya."Bukankah aku sudah mati?" batin Senja.Napas Senja terengah. Senja seperti merasakan dirinya berada dalam kematian untuk kedua kalinya. Lamunan tadi, seperti sosok nyata yang kembali hadir. Apalagi disaat siraman air memasuki rongga hidungnya, hingga membuat Senja kesakitan untuk bernapas, menambah yakin rasa sakit diujung kematian, sebelum raganya kembali menyadarkan Senja ke alam nyata."Siapa suruh kamu tetap disini, hah?! Ayo masuk!" Rey menarik kasar pergelangan tangan Senja. Satu tarikan paksa, membuat Senja sampai tersungkur jatuh ke lantai beralas aspal kasar, tanpa bisa menyeimbangkan badannya. Rey menatap datar sebentar. Tanpa ada rasa iba, kembali Rey menarik paksa tangan Senja.Senja yang belum siap untuk berdiri, sampai merasakan tubuhnya terseret, menjejakkan goresan luka di kaki Senja, akibat kerikil tajam yang ingin ikut serta menyiksanya.Menahan rasa perih, Senja berusaha be
"Leo..!" Leo terjungkal kaget dari kursi kebesarannya. Suara Langit yang seperti bola bekel memantul ke banyak arah, membuat Leo harus makin memperluas kesabarannya. Padahal keduanya dalam satu ruangan yang sama. Tapi kenapa seakan jarak mereka berdua berjauhan."Ya Tuan, ada apa?" tanya Leo. Tangan kirinya mengelus bokong tipis yang sempat berciuman dengan lantai."Kenapa kamu?" tanya Langit tanpa rasa bersalah."Tidak apa Tuan. Tadi saya hanya sedang mengenang, bagaimana nikmatnya bokong saya berciuman dengan lantai yang dingin," sindir Leo."Oh..." jawab singkat Langit.Sontak Leo hanya bisa melongo saja. Tidak ada kata maaf keluar dari Tuannya itu. "Oh pasal satu, pasal dua, kapankah kalian di revisi?" batin Leo mengeluh.Langit berdeham. "Bagaimana, ada kabar tentang Aurora? Dunia begitu kecil Leo. Bagaimana bisa kau tidak menemukannya. Dan ini, bagaimana bisa kau terlewat memeriksanya saat audit kemarin. Lalu ini lagi, kamu mau jabatanmu saya turunkan jadi office boy?" kesal La
Hari ini terlihat sangat cerah. Senja sudah mematut dirinya didepan cermin."Sudah siap?" tanya Rey. Matanya membidik jarum jam di dinding yang terus saja berputar.Senja menganggukkan kepala, setelah memastikan tidak ada yang kurang dalam dirinya. Hari ini dia sudah kembali untuk bekerja.Senja dan Rey melangkah bersama, melewati ruang makan. Disana, Senja melihat Bumi sudah duduk manis menunggu kedatangan mereka.Senja yang sudah sembuh sepenuhnya, berlari kecil untuk merapatkan tubuhnya, dan memberikan kecupan di pipi Bumi. "Pagi sayang," sapa Senja."Pagi Ma, Pagi Pa," sapa Bumi balik.Senja hendak sarapan bersama Bumi. Bergegas akan menderet kursi duduknya, tapi suara Rey menegur pendengarannya. "Kita tidak sempat untuk sarapan bersama hari ini, Senja. Ada rapat di kantor pagi ini. Kita harus segera sampai disana lebih awal."Sontak Senja mengurungkan niatnya. ada rasa bersalah menghantam Senja. Tangannya yang tadi sempat erat menggenggam kursi, kini mulai mengendur, bersamaan de
Sepanjang rapat dilakukan, Senja duduk dengan tidak nyaman. Bagaimana dia mau nyaman? Sepasang bola mata, seperti memiliki pisau untuk merobek tiap jengkal penutup bagian tubuhnya. Pria hidung belang itu, terang-terangan memandang Senja dengan rakusnya.Senja sangat ingin menghilangkan diri saat itu juga, tapi kakinya terasa sudah dipasung, tidak membiarkan Senja kabur untuk kedua kalinya.Jarum jam yang bergerak lambat untuk Senja, kini telah mencapai waktu akhirnya."Mana surat-suratnya. Berikan segera padaku. Aku sudah tidak tahan ingin membawa sekertaris cantikmu itu," seru Pria tambun dengan tidak sabarannya.Sempat-sempatnya pria yang memiliki kulit berwarna hitam itu, mengerlingkan matanya dan memberikan kecupan jauh untuk Senja.Rey tertawa renyah. "Sabarlah, kau masih ingat perjanjian dan aturan yang kita buat bukan?" peringat Rey.Pria yang memiliki bibir tebal itu, mendengus kesal. "Sebab itu cepatlah. Kepalaku sudah pusing. Menahan sesuatu dibawah sana yang sudah menegang.
Pagi mulai datang menyapa setiap orang yang akan memulai kembali rutinitas setiap paginya. Berbeda sengan Senja, dia masih betah berada diatas kasurnya. Tidak ada niat untuknya berpisah dengan kasurnya hari ini. Bukan karena Senja malas, bukan juga karena Senja sudah tidak bekerja.Senja merasa suhu tubuhnya meningkat, matanya sangat berat untuk terbuka, dan tenggorokannya terasa kering. Apakah dia sakit? Sepertinya pergumulan Senja tadi malam bersama pria buntal itu, membuat Senja kehilangan daya tahan tubuhnya."Dingin.." gumam Senja lirih. Walau suhu tubuh panas, tapi Senja merasakan kedinginan. Bahkan, seluruh tubuhnya menggigil, sehingga Senja menaikkan selimut untuk menutupi seluruh tubuh untuk menyapu rasa dingin itu.Rey yang telah selesai mandi, tampak kesal dengan Senja yang belum juga bangun dari tidurnya. Secara kasar Rey membuang selimut yang menutupi tubuh Senja, sampai terlihat Senja yang sedang meringkuk kedinginan."Bangunlah Senja. Kau pikir, waktu akan berhenti me
Senja tidak sadar, jika Langit lah yang menampung tubuhnya saat terhuyung jatuh."Panggil kan dokter, cepat!" teriak Langit khawatir.Langit sejak tadi sudah mawas diri. instingnya terlalu kuat. Langit sudah curiga sejak kedatangan Senja yang berjalan lunglai.Rey yang panik, segera menghubungi dokter pribadinya untuk datang ke kantornya. Hanya dokter tersebut yang diberi akses Rey untuk memeriksa Senja. Rey yang tidak mau Langit mengira dirinya tidak peduli dengan Senja, berinisiatif meminta Senja agar dia yang menggendongnya. Tapi permintaan Rey di tolak mentah-mentah oleh Langit."Tunjukkan saja dimana ruangan tempat aku bisa membawanya," tegas Langit.Rey tidak bisa memaksa kan kehendaknya. Dia sangat tahu siapa Langit, terpaksa Rey mengajak Langit untuk membawa Senja ke ruangannya saja.Sepanjang jalan sampai mereka sudah berada didalam ruangan. Rey tidak melepas pandangannya pada Langit. Bagaimana Langit memperlakukan Senja, dan meletakkan Senja secara hati-hati di sofa panjang