"Lepas!!" tampik Senja
"Kamu lupa, apa yang kamu katakan saat di rumah Senja, atau kamu pura - pura lupa?" tanya Rey pelan.Senja memandang tajam ke arah Rey. Mata yang dulu berpedar cinta, kita sudah terpecik kebencian."Berprilakulah, seperti biasanya. Jika tidak mau terjadi suatu hal yang akan membuat kau, menyesalinya seumur hidupmu," tambah Rey lagi.Senja terdiam. Dia hampir saja melupakan janjinya. Sejak malam itu, bersentuhan dengan Rey saja membuat Senja enggan."Ayo kita masuk," kembali Rey menggandeng tangan Senja. "Tersenyumlah yang manis. Jangan pasang wajah murungmu itu," tegur Rey.Senja menerima paksa genggaman Rey, walau jiwanya selalu saja berteriak menolak, dan ingin menjauh saja. Rasanya seluruh tubuh beserta urat sarafnya, sudah membuat alarm tersendiri. Senyum palsu tercetak sempurna di wajahnya. Senyum yang selalu membuat banyak orang iri, melihat keharmonisan rumah tangga dirinya dan juga Rey."Bagus, menurutlah seperti itu. Jadilah tetap Senja yang dulu. Senja yang mencintaiku, dan juga menuruti semua apa yang aku katakan. Bukan sifatmu, membantahku bukan?"Senja hanya mematung. Enggan menyahut pertanyaan Rey.Saat Rey yang juga tidak membutuhkan jawaban Senja, masuk kedalam ruangannya. Setelah meninggalkan beberapa kalimat untuk Senja.Senja melempar kasar bokongnya ke kursi bulat beroda. Hingga kursi itu bergerak mundur membentur dinding.Senja membenturkan berulang kali kepala bagian belakangnya ke dinding pelan.Cinta? Masih adakah rasa cinta itu? Rasanya cinta yang dulu meluap, kini berangsur menguap, dibakar api kebencian.Tidak ada lagi rasa semangat Senja hari ini. Membuka map yang menumpuk di meja kerjanya saja, dia sudah sangat malas. Sampai Senja mengabaikan pekerjaannya pagi ini, pekerjaan yang menumpuk dua kali lipat dari hari biasanya."Bu Senja, bisa saya mendapatkan map kemarin hari ini?"Seorang karyawan datang menegur Senja yang sedang melamun.Otak Senja seperti kosong, dia tampak berpikir lama sebelum menjawab pertanyaan. "Baiklah, tunggu sebentar. Nanti saya kesana membawanya." jawab Senja akhirnya."Baiklah.."Senja menghela napasnya panjang. Kemalasannya, tidak bisa sebentar menunda pekerjaanya, atau membuat pekerjaannya dapat selesai sendirinya.Jujur, kaki Senja terasa terpaku, sekedar untuk bergerak masuk kedalam ruangan Rey. Tapi tetap saja Senja menarik paksa langkah kakinya masuk kedalam."Balajarlah menghargai waktu Senja. Jangan karena kemalasanmu, perusahaanku hancur," tegur Rey, tanpa melihat ke arah Senja.Sejak tadi Rey sudah menunggu kedatangan Senja keruangannya. Senin adalah hari yang menyibukkan, membuat Rey masih fokus mengerjakan pekerjaan yang lainnya."Maaf," jawab singkat Senja.Senja segera meletakkan beberapa map yang telah dia cek, untuk ditanda tangani Rey. Barharap segera cepat keluar dari ruangan Rey. Tapi suara Rey yang kembali terdengar, membuat Senja tidak jadi mengambil langkah berbaliknya."Nanti sore, kamu akan kedatangan seorang istimewa, investor langka yang datang dari Dubai. Dia akan invest diperusahaan kita. Asal aku bisa mencarikan wanita yang bisa menemaninya berpesta nanti malam," papar Rey."Kenapa harus aku? Bisakan, mencari wanita lain Mas?" usul Senja.Belum pernah sekalipun dia berhadapan dengan lelaki negara asing. Ada rasa was - was didalam hati Senja tentunya."Apakah masih harus bertanya? itu sudah menjadi pekerjaanmu bukan? Dan aku tidak menerima bantahan apapun." jawab Rey.Pekerjaan? Mendengar kata itu, hati Senja terasa disiram air mendidih. Berarti selama ini, Rey mengaggapnya seperti wanita pekerja malam?"Aku ini istrimu Mas! Bukan wanita malam yang selalu menjual tubuhnya ke lelaki hidung belang! Pekerjaanku melayanimu Mas, melayanimu!" ngebatin Senja."Tapi Mas, aku dengar orang dubai itu memiliki penyimpangan dalam berhubungan," jelas Senja.Senja bukan orang yang tidak update dunia luar. Banyak siliweran gosip. Bagaimana orang Dubai yang sudah kelebihan uang, mencari cara untuk menghabiskan uang mereka yang tidak akan pernah habis itu.Rey tertawa terbahak. Sekarang dia menatap ke arah Senja. Tatapan yang bukan menyiratkan cinta, tapi lebih ke hinaan."Kamu takut? Apa salahnya jika mereka meminta kamu memakan kotoran mereka? Bayarannya 30.000 dollar, belum lagi investasi yang akan kita dapatkan," terang Rey, sela tawanya."Kamu gila Mas. Itu hal yang menjijikkan. Memakan kotoran adalah hal yang tidak masuk akal. Binatang saja tidak mau memakannya," balas Senja.Senja berusaha mengendalikan emosinya, walau sangat ingin melawan dan berteriak.Brak!!!Satu gebrakan Rey lakukan diatas meja kerjanya. Hingga beberapa barang berjatuhan ke lantai."Kamu yang gila Senja. Banyak wanita disana mau melakukannya. Tidak salahnya mencoba. Harusnya kamu sadar, dirimu lebih hina dan menjijikkan dari kotoran mereka," decih Rey."Tapi, aku masih menikmati kotoran itu bukan? Bahkan dulu hampir setiap malam kita malakukannya," hina Rey lagi.Senja mengedipkan kedua matanya, hingga meluncur air mata yang membasah pipinya.Ucapan Rey, lebih sadis dari hinaan yang tadi malam Senja terima.Kotoran? Jadi selama ini Rey hanya menganggap dirinya kotoran?Dalam diam, Senja mulai berpikir keras, sudah berapa lama Rey tidak menyentuhnya. Dua tahun, Senja baru sadar, dia terlalu sabar menanti. Selama itu Rey tidak menyentuhnya secara intim.Apa karena dia terlalu lelah melayani laki - laki lain? Hingga terlalu pasrah saat tidak ada hubungan yang harusnya dilakukan antar suami dan istri?"Kenapa diam? Aku benarkan?" tebak Rey."Sentuh aku Mas... Sentuh aku..." gumam Senja dengan suara bergetar.Rey terkesiap, dia tidak berpikir Senja akan berkata hal seperti itu."Sentuh aku Mas. Bukankah, sudah dua tahun, kau tidak menyentuh kotoran ini? Sentuh aku Mas!" sentak Senja."Bukankah dulu kau suka menyentuhnya? Bahkan memujanya? Kenapa dua tahun ini, menghindar? Apa sudah terlalu bau, sampai ingin muntah?" Sindir Senja."Bukankah, hakku meminta nafkah batinku Mas? Aku cukup bersabar menunggu dua tahun, dengan berbagai alasan yang kamu buat Mas," telak Senja.Rey masih terdiam, tapi bola matanya sudah menyala marah."Kau mau meminta hak mu? Baiklah, lakukan tugasmu malam ini. Setelah itu, aku akan berikan hakmu. Sekarang, keluar dari ruanganku!" bentak Rey berang.Senja mulai ketakutan, dia sangat takut jika Rey kembali mengeluarkan ancamannya. Sebelum Rey bertambah marah, Senja segera keluar dari ruangan Rey.Di meja kerjanya, Senja terduduk lemas. Dia segera menghapus jejak air matanya. Pikirannya kembali melalang buana."Ya Tuhan, kenapa tidak Kau cabut saja nyawaku?"Jika seperti ini, Senja ingin sekali cepat mati. Tapi mengingat Bumi, Urung Senja berpikir kematian. Apalagi sekarang Senja tahu, bagaimana Rey dengan Bumi.Sekarang Senja tahu, siapa yang harus dia salahkan. Masa lalunya lah yang harus dia salahkan. Jika kejadian dulu tidak terjadi, mungkin semua tidak akan seperti ini."Dasar lelaki biadab! Jika bukan karenanya, hidupku tidak akan seperti ini. Jika sampai aku bertemu dengannya, aku akan membunuhnya!" pekik Senja.Senja bergelut dengan perasaan cemas, disaat ban mobil kembali bergulir menuju hotel. Raut wajahnya berbalut kekhawatiran, sangat kontras dengan Rey yang bersenandung bahagia."Kau bahagiakan Senja? Mas sangat bahagia sekali. Ini bukan nominal kecil. Kita bisa membuka cabang perusahaan dan juga menambah investasi saham, jika mereka menyukai pelayananmu nanti," celoteh Rey tanpa menoleh ke Senja. Bahkan sesekali Rey terpekik kegirangan, membayangkan limpahan mata uang dollar. Senja memilih untuk menulikan pendengarannya. Pikirannya sedang sibuk melalang buana. Bayangan kotoran manusia menjijikkan masuk ke dalam mulut, sampai terdorong paksa masuk sampai ke tenggorokan, membuat Senja saat itu merasa seisi perutnya bergejolak. Dia sampai menahan mulutnya dengan telapak tangan, agar tidak muntah saat itu juga. Tapi rasa mual itu terus saja ingin menyembur keluar, hingga memerih di kerongkongan. Berulang kali mual itu kembali datang. Mata Senja sampai berair menahan luapan gejolak itu. Ba
Byur!!!Siraman air membasahi seluruh tubuh Senja, membawa Senja kembali ke alam sadarnya."Bukankah aku sudah mati?" batin Senja.Napas Senja terengah. Senja seperti merasakan dirinya berada dalam kematian untuk kedua kalinya. Lamunan tadi, seperti sosok nyata yang kembali hadir. Apalagi disaat siraman air memasuki rongga hidungnya, hingga membuat Senja kesakitan untuk bernapas, menambah yakin rasa sakit diujung kematian, sebelum raganya kembali menyadarkan Senja ke alam nyata."Siapa suruh kamu tetap disini, hah?! Ayo masuk!" Rey menarik kasar pergelangan tangan Senja. Satu tarikan paksa, membuat Senja sampai tersungkur jatuh ke lantai beralas aspal kasar, tanpa bisa menyeimbangkan badannya. Rey menatap datar sebentar. Tanpa ada rasa iba, kembali Rey menarik paksa tangan Senja.Senja yang belum siap untuk berdiri, sampai merasakan tubuhnya terseret, menjejakkan goresan luka di kaki Senja, akibat kerikil tajam yang ingin ikut serta menyiksanya.Menahan rasa perih, Senja berusaha be
"Leo..!" Leo terjungkal kaget dari kursi kebesarannya. Suara Langit yang seperti bola bekel memantul ke banyak arah, membuat Leo harus makin memperluas kesabarannya. Padahal keduanya dalam satu ruangan yang sama. Tapi kenapa seakan jarak mereka berdua berjauhan."Ya Tuan, ada apa?" tanya Leo. Tangan kirinya mengelus bokong tipis yang sempat berciuman dengan lantai."Kenapa kamu?" tanya Langit tanpa rasa bersalah."Tidak apa Tuan. Tadi saya hanya sedang mengenang, bagaimana nikmatnya bokong saya berciuman dengan lantai yang dingin," sindir Leo."Oh..." jawab singkat Langit.Sontak Leo hanya bisa melongo saja. Tidak ada kata maaf keluar dari Tuannya itu. "Oh pasal satu, pasal dua, kapankah kalian di revisi?" batin Leo mengeluh.Langit berdeham. "Bagaimana, ada kabar tentang Aurora? Dunia begitu kecil Leo. Bagaimana bisa kau tidak menemukannya. Dan ini, bagaimana bisa kau terlewat memeriksanya saat audit kemarin. Lalu ini lagi, kamu mau jabatanmu saya turunkan jadi office boy?" kesal La
Hari ini terlihat sangat cerah. Senja sudah mematut dirinya didepan cermin."Sudah siap?" tanya Rey. Matanya membidik jarum jam di dinding yang terus saja berputar.Senja menganggukkan kepala, setelah memastikan tidak ada yang kurang dalam dirinya. Hari ini dia sudah kembali untuk bekerja.Senja dan Rey melangkah bersama, melewati ruang makan. Disana, Senja melihat Bumi sudah duduk manis menunggu kedatangan mereka.Senja yang sudah sembuh sepenuhnya, berlari kecil untuk merapatkan tubuhnya, dan memberikan kecupan di pipi Bumi. "Pagi sayang," sapa Senja."Pagi Ma, Pagi Pa," sapa Bumi balik.Senja hendak sarapan bersama Bumi. Bergegas akan menderet kursi duduknya, tapi suara Rey menegur pendengarannya. "Kita tidak sempat untuk sarapan bersama hari ini, Senja. Ada rapat di kantor pagi ini. Kita harus segera sampai disana lebih awal."Sontak Senja mengurungkan niatnya. ada rasa bersalah menghantam Senja. Tangannya yang tadi sempat erat menggenggam kursi, kini mulai mengendur, bersamaan de
Sepanjang rapat dilakukan, Senja duduk dengan tidak nyaman. Bagaimana dia mau nyaman? Sepasang bola mata, seperti memiliki pisau untuk merobek tiap jengkal penutup bagian tubuhnya. Pria hidung belang itu, terang-terangan memandang Senja dengan rakusnya.Senja sangat ingin menghilangkan diri saat itu juga, tapi kakinya terasa sudah dipasung, tidak membiarkan Senja kabur untuk kedua kalinya.Jarum jam yang bergerak lambat untuk Senja, kini telah mencapai waktu akhirnya."Mana surat-suratnya. Berikan segera padaku. Aku sudah tidak tahan ingin membawa sekertaris cantikmu itu," seru Pria tambun dengan tidak sabarannya.Sempat-sempatnya pria yang memiliki kulit berwarna hitam itu, mengerlingkan matanya dan memberikan kecupan jauh untuk Senja.Rey tertawa renyah. "Sabarlah, kau masih ingat perjanjian dan aturan yang kita buat bukan?" peringat Rey.Pria yang memiliki bibir tebal itu, mendengus kesal. "Sebab itu cepatlah. Kepalaku sudah pusing. Menahan sesuatu dibawah sana yang sudah menegang.
Pagi mulai datang menyapa setiap orang yang akan memulai kembali rutinitas setiap paginya. Berbeda sengan Senja, dia masih betah berada diatas kasurnya. Tidak ada niat untuknya berpisah dengan kasurnya hari ini. Bukan karena Senja malas, bukan juga karena Senja sudah tidak bekerja.Senja merasa suhu tubuhnya meningkat, matanya sangat berat untuk terbuka, dan tenggorokannya terasa kering. Apakah dia sakit? Sepertinya pergumulan Senja tadi malam bersama pria buntal itu, membuat Senja kehilangan daya tahan tubuhnya."Dingin.." gumam Senja lirih. Walau suhu tubuh panas, tapi Senja merasakan kedinginan. Bahkan, seluruh tubuhnya menggigil, sehingga Senja menaikkan selimut untuk menutupi seluruh tubuh untuk menyapu rasa dingin itu.Rey yang telah selesai mandi, tampak kesal dengan Senja yang belum juga bangun dari tidurnya. Secara kasar Rey membuang selimut yang menutupi tubuh Senja, sampai terlihat Senja yang sedang meringkuk kedinginan."Bangunlah Senja. Kau pikir, waktu akan berhenti me
Senja tidak sadar, jika Langit lah yang menampung tubuhnya saat terhuyung jatuh."Panggil kan dokter, cepat!" teriak Langit khawatir.Langit sejak tadi sudah mawas diri. instingnya terlalu kuat. Langit sudah curiga sejak kedatangan Senja yang berjalan lunglai.Rey yang panik, segera menghubungi dokter pribadinya untuk datang ke kantornya. Hanya dokter tersebut yang diberi akses Rey untuk memeriksa Senja. Rey yang tidak mau Langit mengira dirinya tidak peduli dengan Senja, berinisiatif meminta Senja agar dia yang menggendongnya. Tapi permintaan Rey di tolak mentah-mentah oleh Langit."Tunjukkan saja dimana ruangan tempat aku bisa membawanya," tegas Langit.Rey tidak bisa memaksa kan kehendaknya. Dia sangat tahu siapa Langit, terpaksa Rey mengajak Langit untuk membawa Senja ke ruangannya saja.Sepanjang jalan sampai mereka sudah berada didalam ruangan. Rey tidak melepas pandangannya pada Langit. Bagaimana Langit memperlakukan Senja, dan meletakkan Senja secara hati-hati di sofa panjang
Senja termenung di meja kerjanya. Dua hari ini, memang Rey tidak mengusik dirinya dengan menyodorkan ke pria hidung belang. Tapi Senja terus saja dipaksa untuk memenuhi permintaannya. Setiap hari Rey terus meneror Senja, kapan dia akan melaksanakan keinginan Rey itu.Senja dilema dengan apa yang harus dia lakukan. Permintaan Rey, sudah pasti tidak bisa ditolak. Tapi semua tidak semudah itu, Senja ragu bisa berhasil melaksanakan tugasnya."Apa yang harus aku lakukan?" resah Senja. "Langit..." cicitnya lagi.Senja sama sekali tidak mengenal pria itu. Baru kemarin Senja melihatnya, itu juga samar tergambar di ingatannya. "Kenapa Rey sampai seambisi ini?" keluh Senja.Melihat kemarahan Rey. Senja sudah pastikan, jika seorang Langit bisa membuat Rey tidak berkutik. Apalagi dengan dirinya."Bagaimana Senja?" Baru saja Senja memikirkan suaminya, Rey sudah ada didepannya secara tiba-tiba."Aku tidak berani. Dia sepertinya berbeda, tidak sama dengan rekan bisnismu yang lain," ungkap Senja.Re