Home / Romansa / Gairah Liar Keponakanku / Chapter 81 - Chapter 90

All Chapters of Gairah Liar Keponakanku: Chapter 81 - Chapter 90

150 Chapters

Bab 81

Goresan pena di atas kertas diary itu memudar, seperti terkena tetesan air. Cassandra bisa menebak bahwa ibunya sedang menangis saat menuliskan perasaannya hari itu. Sepasang mata indah itu membulat ketika mulai membaca kisah yang tertulis di atasnya. Kisah tentang hal yang terjadi sebenarnya terjadi malam itu. FLASHBACK“Mar, tunggu aku!” teriak Irfan sembari berlari menyusul kawannya mencari kayu bakar. Marini membungkuk, meraih ranting kering di bawahnya. “Cepat, nanti kita kemalaman,” perintahnya. Sepasang tangannya dengan cepat menumpuk ranting-ranting yang ditemukannya di satu tempat. Ia mengedarkan kembali pandangannya, mengincar bawah pohon, tempat dimana ranting kering biasa berjatuhan. “Irfan, sepertinya kurang banyak. Kamu cari di bagian sana, aku di sisi yang lain.” Tanpa menunggu jawaban dari Irfan, Marini segera berlari menjauh, menghilang dalam kerimbunan hutan. “Fan, dimana Marini?” tanya Haris yang tiba-tiba saja muncul. Irfan yang tidak begitu mendengar perin
last updateLast Updated : 2024-04-05
Read more

Bab 82

Haris tersenyum mendengar pertanyaan itu. Bagaimana tidak, ia jelas-jelas tahu betapa sulitnya menerobos benteng pertahanan gadis itu tadi. “Terima kasih, karena kamu sudah memberikannya hanya padaku,” ucapnya lalu mencium lembut kening kekasihnya. Sepasang mata itu kembali bertemu. Keduanya kembali merasakan getar-getar lembut di dalam hatinya. Haris memeluknya dengan erat, memperlihatkan betapa ingin lelaki itu melindungi gadis yang dicintainya. Sayup terdengar dari kejauhan, suara-suara memanggil nama mereka. Cahaya seakan senter mengarah ke penjuru hutan, menyorot setiap sisi yang memungkinkan untuk menemukan sosok yang dicari oleh mereka. “Haris!” “Irfan!” “Marini!” Suara teriakan mereka seakan membangunkan setiap penghuni hutan itu dari keheningan malam. “Irfan! Apa yang kamu lakukan di sana?” teriak satu di antara pencari yang berhasil menemukan satu di antara mereka. “Kemana pakaianmu?”Irfan berusaha menutup bagian tubuhnya dengan perasaan malu. “A– aku mencari Marin
last updateLast Updated : 2024-04-06
Read more

Bab 83

“Bibik sudah menceritakan semua yang bibik ketahui, Non. Tentang Pak Irfan –” Bik Sum menghentikan kalimatnya. “Bibik ndak berani bicara lebih banyak sama Non.” Cassandra tak ingin lagi mendesak Bik Sum untuk mencerita alasan Irfan mau menikahi ibunya. Ia tahu bahwa wanita tua ini tidak mudah untuk dibujuk. Ia tak akan melakukan hal yang tak ingin dilakukan. Seperti saat Irfan memintanya mengambil rapotnya dulu. Dengan berani dia menolak karena merasa tak berwenang sebagai orang tuanya. “Apa masih sangat jauh, Bik?” tanya gadis itu. “Tidak Non. Sekitar tiga jam lagi dari sini,” sahutnya. Wanita itu melihat Cassandra menguap lebar. Ia tahu perjalanan ini adalah perjalanan jauhnya untuk pertama kalinya. Ia harus melintasi beberapa provinsi sekaligus. “Tidur saja, Non. Nanti biar bibik bangunkan begitu sampai.” Sementara itu Marco sedang panik mencari gadisnya. Ia menggigit bibir bawahnya saat melihat apartemen yang dibelinya untuk Cassandra itu tak berpenghuni. “Kenapa kemarin kubi
last updateLast Updated : 2024-04-06
Read more

Bab 84

Gadis itu langsung membungkukkan badannya. Ia bersembunyi di balik dinding kamar itu.“Nggak mungkin! Nggak mungkin Om Marco menemukan aku secepat ini.”Cassandra masih membungkuk dan menjauh dari jendela itu. Ia mengambil ponselnya dan melihat jumlah panggilan tak terjawab di atas layarnya. Semuanya dari orang yang sama. Gadis itu segera mematikan ponselnya dan memasukkannya ke dalam laci nakas. Rasa penasarannya masih tak juga hilang. Sekali lagi ia mengintip keluar jendela untuk memastikan bahwa penglihatan tidak benar.Kali ini ia melihat hal yang berbeda. Lelaki itu sama sekali bukan Marco. Kulit dan perawakannya memang serupa, sama-sama eksotis dan jangkung. Namun dengan penampilan dan wajah yang sama sekali berbeda. Cassandra bernapas lega. Ia membaringkan tubuhnya ke atas dipan dan mulai memejamkan matanya. Rasa lelah di tubuhnya mulai terasa setelah menempuh perjalanan delapan jam jauhnya dari rumah tinggalnya. “Non, bangun Non.” Suara Bik Sum berhasil membuat Cassandra t
last updateLast Updated : 2024-04-07
Read more

Bab 85

“Ih … dasar anak kota, nggak punya sopan santun.” Kalimat itu masih terdengar di telinga Cassandra. Tapi gadis itu mengabaikannya. Ia sama sekali tidak suka perjodohan. “Ibu sih, pake acara jodoh-jodohan. Gadis modern jarang ada yang mau dijodohkan, Bu. Kalau mereka suka, malah mereka yang nembak duluan.” “Kalau gitu, kamu mending ibu jodohin sama gadis desa sini saja, Le! Ayo pulang.” Bu Marni mulai merasa kesal karena disalahkan di depan Bik Sum oleh putranya sendiri. “Surya nggak mau dijodohkan, Bune! Surya cuma mau nikah sama perempuan yang Surya cintai,” bantah pemuda itu. “Halah Le, masalah cinta, dulu Bune juga nggak cinta sama bapakmu. Tapi pernikahan kita juga langgeng,” debat Bu Marni. “Yo wes, dilanjut di rumah. Jangan debat di sini, kasihan Surya nanti malu kalau kedengaran sama Non Sandra,” ucap Bik Sum, setengah menekan suaranya agar terdengar kedua makhluk ibu dan anak di depannya. “Nanti Non Sandra-nya tambah mikir mau nerima laki-laki yang masih hidup di bawah r
last updateLast Updated : 2024-04-08
Read more

Bab 86

“Apa? Jadi sampai sekarang kamu belum juga berhasil memperoleh petunjuk keberadaannya?” “Seharian ini, komputer tidak mendeteksi ponselnya aktif. Maaf Pak Marco,” ucap Niken dari dalam pesawat teleponnya. Marco meremas gagang kemudinya. Ia merasa kesal karena mendapati jalan buntu. “Terus lacak keberadaannya. Begitu ponselnya aktif, segera laporkan padaku.” “Baik, Pak,” sahut Niken. “Pak Marco, tadi Pak Irfan menanyakan keberadaan Anda.” Marco terdiam. Ia merasa bersalah karena tidak mengatakan niatnya untuk mencari Cassandra. Tapi semua itu dilakukannya karena ia terlanjur kesal pada kakaknya. Ia merasa kecewa karena merasa dibohongi selama dua puluh tahun terakhir.“Saya mengatakan bahwa Anda sedang cuti selama beberapa hari ke depan,” lanjut Niken.Marco bernapas lega. Ia merasa beruntung karena memiliki seorang sekretaris yang bisa diandalkan seperti Niken. “Kerja bagus. Terima kasih Niken.” Marco menutup panggilannya setelah menyampaikan apresiasinya pada sang sekretaris.
last updateLast Updated : 2024-04-09
Read more

Bab 87

“Jangan jatuh cinta sama aku, Sur. Aku sama sekali nggak pantas buat kamu,” sahut Cassandra. Gadis itu tak sanggup menatap wajah lelaki di hadapannya. Lelaki yang menatapnya penuh harapan itu seakan ingin menggoyahkan keputusannya. “Kamu … pasti akan bertemu dengan gadis yang lebih baik dariku,” tolaknya. Surya menelan kasar salivanya. Ia tidak menyangka jika gadis ini akan langsung menolaknya tanpa basa basi. Namun Surya bukan tipe lelaki yang mudah menyerah. Ia meraih tangan gadis itu dan menggenggamnya dengan erat. “Apapun yang terjadi di masa lalumu, aku tak peduli. Semua orang bahkan aku, juga pernah melakukan kesalahan,” ucapnya. “Tapi Sur, aku cuma tinggal beberapa hari saja di desa ini. Kita nggak mungkin bisa …” “Sehari, dua hari atau pun tiga hari. Berikan aku kesempatan untuk membuktikan perasaanku,” pintanya. Cassandra menghela napas. Dadanya begitu sesak dengan suara gemuruh di dalam dadanya. Ia sadar bahwa Marco menjaganya hanya karena ikatan kekerabatan saja.
last updateLast Updated : 2024-04-11
Read more

Bab 88

Surya naik ke atas motornya. Ia menoleh ke arah Cassandra yang masih tak habis pikir, apa yang akan mereka lakukan di kebun tebu nantinya. “Naiklah,” pintanya. “Letaknya tak seberapa jauh dari sini.” Tak ada pilihan lain, satu-satunya orang yang bisa mengembalikannya ke rumah Bik Sum hanya lelaki ini. Bahkan jaraknya cukup jauh jika harus ditempuh dengan berjalan kaki.Tanpa diminta untuk yang kedua kalinya, gadis itu pun naik. Dan kendaraan beroda dua itu pun berjalan di atas tanah bebatuan terjal desa itu. “Pegangan!” perintah Surya. “Udah!” sahut Cassandra. Gadis itu memegang pakaian yang melekat di punggung Surya. Ia masih merasa risih dan canggung untuk bertindak lebih dari itu. “Pegangan! Nanti kamu jatuh.” Sekali lagi Surya memperingatkannya. “Jalanan di sini sudah hancur dan berlobang besar.” “Iya. Ini udah pegangan. Bawel amat sih!” sahut Cassandra. “Ya udah, hati-hati.” Pada akhirnya lelaki itu menyerah. Ia memperlambat laju motornya, saat ada lubang besar di hadapan
last updateLast Updated : 2024-04-12
Read more

Bab 89

“Cassandra ada di sini Bik?”Bik Sum menatap wajah pria jangkung yang berdiri di hadapannya. Ia tak menyangka bahwa Marco akan benar-benar muncul di desa itu. “Anu Den, itu …. Non Sandra sudah kembali ke kota,” sahut Bik Sum. “Dia nangis semalaman, katanya kangen sama Den Marco. Katanya juga dia sedih karena Den Marco sudah ndak peduli lagi sama dia sekarang.” “Dia … dia benar-benar bilang gitu, Bik?” tanya Marco dengan kesal. “Iya Den.”“Sudah berapa lama dia pergi?” “Subuh tadi Den.”Marco mengusap rambutnya dengan perasaan frustasi. Ia kembali kehilangan jejak gadis itu. Walau begitu, ia tetap bersyukur karena setidaknya ia mendapatkan petunjuk bahwa gadis itu sudah berada dalam perjalanan pulangnya. Sementara itu di tempat lain ….“Kamu dimana sih?” Suara nyaring terdengar dari dalam ponsel Cassandra. “Gila aja, absen terus. Gimana kalo jumlah kehadiran kamu nggak cukup nantinya?”“Udahlah, sekarang katakan apa ada tugas yang harus aku buat.” “Kamu … besok kuliah lagi?” tany
last updateLast Updated : 2024-04-13
Read more

Bab 90

Marco melangkah perlahan menghampiri ranjangnya. Ia menatap wajah cantik yang terbaring di atas ranjangnya. Wangi vanila manis yang khas, menguar dari tubuhnya yang lagi-lagi terbalut kemeja Marco. Sepasang matanya terpejam, sementara beberapa buku dan pena masih berada di sekitarnya.Lelaki itu tersenyum, melihat wajah lelah gadis yang dicintainya. Perasaan rindunya yang membuncah, tak mampu membuatnya menunda untuk sekedar mengecup kening gadisnya.Kecupan itu tak bisa menyembunyikan kehadirannya dari gadis itu. Sepasang mata cantik itu mengerjap, karena terusik oleh sentuhan lembut jemari Marco. “Maaf, aku jadi membuatmu terbangun,” ucapnya dengan lembut. Gadis itu menarik sudut bibirnya, sebagai tanggapan atas ucapan Marco. “Kenapa Om lama sekali?” lirihnya dalam suara parau khas bangun tidur. Marco meraih buku-buku yang masih tergeletak di atas ranjang dan menumpuknya menjadi satu di atas nakas. Lelaki itu menghela napas dan menatap gadis yang masih terbaring dengan mata sayu
last updateLast Updated : 2024-04-14
Read more
PREV
1
...
7891011
...
15
DMCA.com Protection Status