Home / Thriller / KKN Di Desa Metanoia / Chapter 81 - Chapter 90

All Chapters of KKN Di Desa Metanoia: Chapter 81 - Chapter 90

125 Chapters

(81) Rencana Tetap Lanjut

Diacak-acaknya rambut yang sudah menumpuk itu, melangkah ke kiri dan kanan berulang kali sambil mengamati langkah kaki. Berdesis mulutnya untuk beberapa saat sebelum menghembuskan napas kasar, "waktu terakhir kita ke gerbang langsung, karena dosen kasih kita tugas tambahan bareng polisi, itu motor kita masih ada enggak di luar?"Mengerjap Vina kala mendapat kegusaran ketua kelompoknya, "memangnya sekarang sudah enggak ada?" tanyanya kembali membuat si ketua sontak terdiam membuka matanya lebar, lagi.Entah hal yang membuat seorang Afrian Firmansyah jadi pelupa dan sulit fokus seperti sekarang, hanya berdasarkan pertanyaan singkat sudah mengambil keputusan lalu panik. Cukup seorang Arshavina Citrani yang jadi kesulitan berpikir jernih berkat beban hidup di Desa Metanoia, jangan ada yang lain."Oh ... iya," ucap Afrian menanggapi singkat setelan terdiam beberapa saat, "gue ke depan dulu deh, mau intip dari gerbang," katanya kembali masuk ke halaman rumah Erina, dan mengajak Angga untuk
last updateLast Updated : 2024-03-24
Read more

(82) Berhasil Keluar Desa

Langit jingga telah memudar perlahan menjadikan sebagian permukaan bumi gelap gulita, berbekal akal manusia yang kerap kali berguna jika tidak melibatkan ego. Penglihatan yang terbatas dalam kegelapan dapat teratasi dengan cahaya senter, cahaya lentera, api dalam obor, hingga listrik pun menjadi senjata utama manusia dalam kegelapan.Meski malam seringkali digunakan untuk terlelap dan mengistirahatkan badan, tidak jarang insan yang masih beraktivitas demi bertahan hidup atau sebagian lainnya yang kesulitan tidur. Malam masih tetap erat dengan hari yang menenangkan untuk terlelap, karena itulah aktivitas malam hari sangat dijaga agar tidak menimbulkan bising."Shh!" desis seorang pria yang sudah mengenakan ransel dengan gulungan kasur tipis di atasnya, menjadi yang terdepan untuk rencana melarikan diri dari desa mengerikan.Desa yang selama satu bulan terakhir ditinggali enam insan muda dari kota, satu bulan ini pula penuh dengan segala tekanan fisik dan siksaan batin. Dari hinaan, cac
last updateLast Updated : 2024-03-25
Read more

(83) Kembali ke Desa

"Kalau di sana rerimbun semak dan pohon beringin, ini jalanan yang lebih banyak batu kecil dan lubang, dekat sini harusnya ada pohon mahoni." Afrian memperhatikan keadaan sekitar sambil mengingat video yang dikirimkan dosen, guna mencari sepeda yang disembunyikan oleh pendidik mereka untuk membantu proses melarikan diri."Itu," tunjuk Erwin melihat pohon mahoni sekitar lima meter sebelah kiri dari tempat mereka berada.Menoleh cepat Afrian mengikuti arah jari Erwin menunjuk, setelah ia mengangguk berlari enam insan itu menuju pohon mahoni. Lokasi persembunyian sepeda yang dibawakan dosen, rasa gembira kian memenuhi pikiran dan hati, menciptakan suasana hati positif yang selama satu bulan terakhir tidak mereka rasakan."Lah ... mana?" tukas Erwin saat tidak mendapati keberadaan sepeda sesuai video yang dimilikinya, tidak mereka temukan keberadaan tiga sepeda yang terbaring di dekat semak rendah bawah pohon mahoni."Dimana, Af?" pungkas Desry merasa gelisah saat melihat Angga dan Erwin m
last updateLast Updated : 2024-03-26
Read more

(84) Menjijikkan!

Huek ... Huek ... Eum!Kuat, sangat kuat asam lambung hendak mendorong sebagian hasil olahannya untuk kembali keluar. Sensasi perih pada perut, panas di kerongkongan, dan sesak pada area dada.Barisan mayat manusia ada di depannya kini, sebagian besar masih berbalut kulit yang sudah mengerut dan dikelilingi ratusan lalat beserta belatung maupun ulat. Jijik, sangat menjijikkan. Itulah yang dipikirkan wanita cantik bernama Vina.Enggan bertemu tatap dengan pria berperut buncit yang terus bertanya, lebih memilih untuk kembali ditutup mata dan disumpal mulutnya lagi dari pada harus berada di depan barisan mayat. Terpejam mata Vina sambil bernapas pendek guna menahan mualnya, namun kepekaan indra penciuman pada aroma takkan pernah bisa dibohongi."Enggak punya kuping ya kamu?" tukas pria itu menarik rambut panjang Vina, memaksa si mahasiswi untuk mendongak dan membuka matanya, namun tidak semudah itu untuk Vina melakukannya, "ah ... enggak guna!" seru pria bernama Danang Harja itu melepas
last updateLast Updated : 2024-03-27
Read more

(85) Siapa itu Inah?

"Kalian bohong!" teriak Danang kembali mengayunkan rantai besi ke lantai, "anak muda zaman sekarang sudah bisa bohong," lanjutnya menunjuk enam mahasiswa secara bergantian.Membuat setiap insan muda yang ditunjuk itu menahan napasnya dan membuka mata lebar, setiap kali jari itu bergeser dan tidak lagi menunjuknya, mereka menoleh pada Vina yang masih saja terdiam membisu. Hal yang dilempar Afrian pada wanita jurusan psikologi kepribadian dan sosial itu tidak pada tempatnya, walau Vina tahu Afrian berhasil memulai permainan psikologi pada penderitanya, tapi bukan begini cara yang baik untuk melemparkan bagian lain."Enggak bohong kok," kata Vina sesaat sebelum dirinya ditunjuk, terlihat ia mengangkat sedikit kepalanya dan menatap tajam Danang dengan sorot mata penuh keyakinan. Selain memanipulasi dari permainan kata, dalam taktik menguasai lawan bicara juga harus memanfaatkan bahasa tubuh yang baik dan penuh percaya diri.Meski kini seolah sedang bertaruh dengan nyawa, berhadapan dengan
last updateLast Updated : 2024-03-28
Read more

(86) enam bulan sebelum KKN

(6 bulan sebelum kedatangan mahasiswa KKN)Pedesaan pinggir pantai yang khas dengan aktivitas para pencari ikan dan kehidupan pedesaan yang terlihat normal, namun batas normal terhadap sesuatu hanyalah sebuah batas yang diciptakan pada suatu kebiasaan tertentu. Tidak tentu sikap dan tidak tentu arah, hanya sesuai berdasarkan keadaan setempat.Aktivitas pagi di desa pinggir pantai tidak terlepas dari bunyi mesin kapal yang menderu, kapal yang hendak berangkat maupun kapal yang sudah pulang saling bersahutan bunyi mesinnya. Mengangkat tangan kanan tinggi dan melambai seorang wanita bertubuh mungil sambil menggendong anak kecil dengan tangan kirinya, "dadah ke bapak sama abang, sayang," ucapnya pada putri kecilnya yang baru berusia empat tahun.Sedikit mengenal angka dan buta huruf wanita bernama Erina Handayani itu, tidak banyak yang bisa ia baca atau hitung selepas kematian ayahnya. Meski begitu, Erina terpaksa menerima kenyataan bahwa bagi warga desanya wanita tidak butuh ilmu semacam
last updateLast Updated : 2024-03-29
Read more

(87) Partinah

Berlari seorang wanita melewati area rumahnya, napas menggebu yang tergesa terdengar setiap langkahnya membawa ia ke suatu tempat yang diinginkan. Langkah demi langkah cepat itu dihentikannya dalam sekejap sesaat usai dia melihat rumah kayu, rumah yang sudah lebih dari sepuluh tahun tidak dihuni, bangunan yang selalu memicu perdebatan dan pertengkaran fisik setiap kali dibersihkannya.Wajah tanpa ekspresi dengan mata yang dipenuhi air mata tertahan, memerahkan mata dan wajah secara menyeluruh. Diputarnya kunci di kenop pintu, bergegas masuk ke dalam rumah dan kembali menguncinya.Berjalan cepat wanita berbadan mungil itu ke ruang terpojok di rumah itu, berbaring asal dia dan merasakan sejuk kala sebagian kulit menyentuh langsung ke lantai kayu, "Ayah ...," lirihnya menatap kosong ke langit-langit ruangan, membiarkan air mata yang sedari tadi ditahannya membasahi pipi.Tangis sedu penuh duka dan rasa sakit hati, kebencian yang sedari kecil dipendam kini perlahan menjadi dendam yang men
last updateLast Updated : 2024-03-30
Read more

(88) Ini Bukan Inah!

"Enggak ... enggak mungkin, ini bukan Inah," tangis wanita desa semakin menjadi saat pimpinan desa di sebelahnya mengangguk, "Inah!" teriaknya terus memanggil nama sang anak, mendekap erat, sesekali menampar pipi, dan menciumi wajahnya tanpa ragu, hanya demi harapan kecil tercapai, sosok anak ini bangun lagi."Saya tinggal dulu ya, Rin. Mau kasih info ke yang lain kalau ada yang meninggal," ujar pimpinan desa itu berpamitan sebelum meninggalkan seorang ibu muda yang menangis, "eh kamu, enggak usah melaut dulu. Ke tambak udang saja sana, kasih tahu Agus sama Galih," teriaknya pada seorang pria muda di atas kapal."Ya!" teriak pria muda itu menjawab, dan bergegas meminta bantuan warga lain untuk membantunya mengeluarkan kapal.Di antara keramaian orang dan mesin kapal yang bersahutan, di antara kebisingan yang mengganggu telinga, dan di antara kesedihan dan emosi yang bersatu tidak padu. Erina masih mendekap anaknya dalam pelukan yang diharapkan nyaman, bersandar ia ke batu besar terdek
last updateLast Updated : 2024-03-31
Read more

(89) Tiga bulan lalu

(3 bulan sebelum kedatangan mahasiswa KKN)Menyuap sisa makanan di piring tanpa ada lagi kenikmatan yang dirasa, mengunyahnya tanpa mengerahkan sedikitpun semangat, membuat satu suapan cukup memakan waktu. Didorongnya alat makan itu dengan salah satu kaki yang dirantai, dan membiarkan alat makan melewati pintu yang terbuka."Ibu ...," panggil seorang anak mengintip dari pinggir pintu yang terbuka, "ibu sudah selesai makan?" tanya anak bernama Galih Samudra itu, anak laki-laki berusia enam tahun yang sudah sekian lama tidak berjumpa dengan ibunya."Sudah," jawab seorang wanita dengan kondisi kedua tangan dan kedua kakinya terborgol, borgol yang terasa sudah lama melingkar di tangan dan kakinya itu juga diikat dengan tali ke tiang terdekat, membuatnya harus berada pada posisi tertentu, "sini masuk, kenapa intip-intip gitu? Nanti matanya bintitan loh," ucapnya pada si anak laki-laki itu."Ibu enggak makan aku, kan?" kata Galih kini berjalan tepat ke depan pintu, kedua tangannya terlihat
last updateLast Updated : 2024-04-01
Read more

(90) Anakku

(Kembali pada momen mahasiswa disekap di gudang Danang)Berdiri kaku memandang kosong ke lantai dengan berbagai jejak darah dan nanah kering, beralih melirik sedikit ke bawah kursi seorang wanita kota yang terdapat jejak bekas muntahannya. Terhela napas pelan lewat mulut sambil memejamkan mata, terlihat jelas juga ada banyak beban yang disimpannya, "Inah siapa? Inah anakku," jawab pria kurus bernama Agusyadi setelah kembali membuka matanya dan melihat ke arah ketua kelompok mahasiswa."D-dia yang mana?" tanya si ketua kelompok mahasiswa mencoba sedikit melongok, namun karena tangannya yang terikat ke belakang kursi dan kedua kaki yang juga terikat ke setiap sisi kaki kursi, membuat penglihatannya ke sisi lain jadi terbatas."Kalian belum pernah lihat anak-anakku?" sahut Agus bertanya yang segera disambut anggukan oleh tiga mahasiswa, sedangkan tiga mahasiswi masih tenggelam dalam rasa terkejut dan tangisnya setelah melihat dan mendengar aksi pembunuhan secara langsung."Iya, belum per
last updateLast Updated : 2024-04-02
Read more
PREV
1
...
7891011
...
13
Scan code to read on App
DMCA.com Protection Status