Share

(90) Anakku

Penulis: SyasaRanni
last update Terakhir Diperbarui: 2024-04-02 22:55:39

(Kembali pada momen mahasiswa disekap di gudang Danang)

Berdiri kaku memandang kosong ke lantai dengan berbagai jejak darah dan nanah kering, beralih melirik sedikit ke bawah kursi seorang wanita kota yang terdapat jejak bekas muntahannya. Terhela napas pelan lewat mulut sambil memejamkan mata, terlihat jelas juga ada banyak beban yang disimpannya, "Inah siapa? Inah anakku," jawab pria kurus bernama Agusyadi setelah kembali membuka matanya dan melihat ke arah ketua kelompok mahasiswa.

"D-dia yang mana?" tanya si ketua kelompok mahasiswa mencoba sedikit melongok, namun karena tangannya yang terikat ke belakang kursi dan kedua kaki yang juga terikat ke setiap sisi kaki kursi, membuat penglihatannya ke sisi lain jadi terbatas.

"Kalian belum pernah lihat anak-anakku?" sahut Agus bertanya yang segera disambut anggukan oleh tiga mahasiswa, sedangkan tiga mahasiswi masih tenggelam dalam rasa terkejut dan tangisnya setelah melihat dan mendengar aksi pembunuhan secara langsung.

"Iya, belum per
Bab Terkunci
Membaca bab selanjutnya di APP

Bab terkait

  • KKN Di Desa Metanoia   (91) Kepala Anakku

    Mengangguk pelan seorang wanita desa berdaster tipis yang menggendong baskom basah, terdiam bingung seorang pria muda kota melihat tanggapan kecil itu. Tidak ada kata atau ujaran pendukung, hanya anggukan pelan dengan netra yang bergerak secara acak melihat seisi gudang.Sampai mata wanita itu terhenti ke barisan mayat di depan para mahasiswa yang terikat, tidak ada ekspresi istimewa yang dapat menggambarkan suasana hati si wanita desa bernama Erina Handayani. Merasa cukup aman untuk kembali berupaya melepaskan diri, pria muda kota bernama Afrian itu bergerak cepat membuka ikatan tali di kedua kakinya, dan berdiri hendak menghampiri Erina untuk meminta bantuan.Bruk!Terpangkas habis niat Afrian untuk meminta bantuan Erina saat baskom berisi cucian itu terjatuh, tidak ada langkah yang dilakukan dan tidak ada pula pergerakkan yang dikerjakan. Seolah membeku seluruh tubuh mahasiswa jurusan hukum dan teknologi itu, suasana sekitar gudang pun kian mencekam dirasanya.Berbanding terbalik d

    Terakhir Diperbarui : 2024-04-03
  • KKN Di Desa Metanoia   (92)

    Satu dua tarikan napas panjang terhembus pelan namun terdengar jelas, peluk paksaan dilepas perlahan sembari mata tidak hentinya tertuju pada wanita berbadan mungil. Kembali duduk tegak wanita itu seraya mengulum senyum tipis dan mengusap kasar pipinya, menghapus jejak air mata mengering sambil kembali menghela napas yang terdengar berat, "kalian kok bisa di sini lagi?" tanya si wanita desa."Diseret paksa ke sini pas kita lagi cari sepeda, dari sini ke kota kan jauh," jawab si ketua kelompok KKN menundukkan kepalanya, masih terasa sangat berat untuk sekadar tersenyum atau melihat senyum."Jadi kita butuh kendaraan atau sesuatu yang bisa bantu kita cepat sampai ke kota, sepeda itu dari dosen kita yang pernah datang ke sini, tapi sepedanya enggak ada." Wanita berambut cokelat menyambung jawaban ketuanya, "pas cari sepedanya tiba-tiba hidung sama mulut aku ditutup kain gitu, pusing kan aku, terus pas bangun sudah di sini. Tangan, kaki, mata, dan mulut diikat kain, sampai kepala kita juga

    Terakhir Diperbarui : 2024-04-04
  • KKN Di Desa Metanoia   (93)

    Berjalan lunglai enam mahasiswa itu memasuki rumah kayu yang menjadi tempat istirahat dan berkumpul mereka selama lebih dari satu bulan, "aku langsung kunci saja ya kak, kita enggak ikut makan kayaknya." Afrian berucap sambil tetap berusaha mengukir senyum, sebagai bentuk rasa hormatnya pada Erina."Tapi nanti tetap aku bawakan makan ke sini kok," kata Erina membuat Afrian melunturkan senyumnya.Dalam benak pria itu bertanya, siapa yang masih bisa makan setelah berada di antara barisan mayat berbau busuk? Siapa yang masih bisa makan setelah melihat kepala di atas pangkuan seperti yang dialami Vina? Dan siapa yang masih bisa makan setelah melihat kepala menggelinding seperti yang mereka saksikan?"Kalau enggak mau warga desa tahu kalian balik lagi ke sini, nanti aku antar makanannya pas mereka sudah bubar," ujar Erina membuat Afrian cukup gelisah, memikirkan cara penolakan lain berdasarkan pikirannya kini."Enggak kak, kita enggak mau makan, capek soalnya." Afrian terkekeh pelan dengan

    Terakhir Diperbarui : 2024-04-05
  • KKN Di Desa Metanoia   (94) "Ini apa?"

    Teriak dan jeritan bersatu padu dalam mohonan ampun yang terdengar keras saling bersahut, suara gemetar dengan napas tersenguk cukup membuat telinga yang mendengar berhasil menciptakan gambar kejadian tanpa perlu melihat langsung. Mengernyit seorang wanita dengan matanya yang tetap terpejam, suara pekik yang disusul erangan singkat sesekali terdengar dan membuatnya enggan membuka mata.Rasa takut lebih dulu menguasai pikiran dan hatinya sebelum kemampuan diri untuk membuka mata, menimbulkan rasa enggan dalam benak meski penasaran juga memenuhi pikirannya. Ini mimpi atau bukan? Ini di ruang tidur atau sudah dipindahkan ke gudang lagi untuk menyaksikan penjagalan?"Ah ...." Suara desah bebas begitu saja dari mulut, sesaat sebelum lengannya ditepuk berulang kali hingga memaksanya membuka mata, yang dalam benak terus berharap tidak ada benda tajam yang melayang ke leher saat matanya terbuka."Lo dengar, enggak?" tanya seseorang padanya sesaat setelah membuka mata, mengangguk pelan ia deng

    Terakhir Diperbarui : 2024-04-06
  • KKN Di Desa Metanoia   (95) Erina Yang Aneh

    Terhenti langkah tiga pria dan dua wanita di dekat temannya yang sudah berdiri depan semak, menunjuk berbagai dedaunan kecil khas semak liar yang terdapat berbagai cipratan berwarna merah. Mengernyit ia seraya menyipitkan mata, hendak hati tangan terjulur untuk menyentuhnya, namun si ketua kelompok bergerak cepat, "biar gue," sentak pria itu menepis tangan temannya, wanita bernama Vina yang sontak melangkah mundur dan menjaga jaraknya dari semak itu.Satu daun kecil dipetik si ketua, mengernyit ia mengamati cipratan bersama dua teman prianya yang tiba-tiba mendekat. Belum sempat ia bereaksi atas dugaan cipratan itu, temannya yang berambut kribo sudah mencolek cipratan itu dan mengendus jarinya.Mata si kribo membulat secara cepat seraya ia mengusap-usap jarinya ke si ketua, ada rasa jijik dan panik yang terlihat jelas dari ekspresinya, "Erwin, kenapa lo? Itu bukan darah, kan?"Beralih si kribo bernama Erwin pada wanita berkulit tan yang bertanya, sedikit melirik ia pada temannya beram

    Terakhir Diperbarui : 2024-04-07
  • KKN Di Desa Metanoia   (96) Aku minta tolong

    Berjalan cepat pria itu menghampiri Angga yang menggendong Desry, dan Erwin merangkul Liona yang masih dapat berjalan dan memahami situasi. Mengangguk pelan Afrian dan kembali berjalan di depan untuk memasuki rumah Erina, belum sempat enam insan itu menginjakkan kaki di teras rumah, sudah terdengar suara dua senjata tajam terasah.Slash!Menoleh tiga pria itu dan mendapati cipratan darah yang dengan cepatnya menyebar ke segala arah, sontak mereka memejamkan mata sesaat dan kembali membuka mata perlahan. Namun, terbukanya kembali kelopak mata adalah kesalahan terbesar setelah memutuskan KKN di Desa Metanoia.Bagaimana tidak? Cipratan darah berikutnya tepat mengenai wajah dan pakaian mereka, membuat Liona yang berada di samping belakang badan Erwin harus turut merasakan cipratan itu. Membuat Erwin dan Angga spontan memegang tangan Liona, dan menggenggamnya erat guna menopang tubuh yang melemas itu, "ayo masuk," tukas Afrian memberi perintah pada teman-temannya, disusul dengan Angga yang

    Terakhir Diperbarui : 2024-04-08
  • KKN Di Desa Metanoia   (97) Erina Kecil [13 tahun lalu]

    [13 Tahun Lalu]Hamparan ombak luas di tepi pantai terdengar jelas berderu dan bersahutan, bunyi yang bersahutan dengan suara seorang anak kecil perempuan di tepi pantai. Terduduk seorang diri di batu besar tepi pantai, sesekali pula mengangkat kedua kaki saat ombak menghantam batu tempat ia berada."Aaaaa ...," ucapnya panjang sambil membentuk garis di batu besar yang basah, "B!" seru anak itu melanjutkan ejaannya.C ... D ... E ... dan huruf lainnya pun disebutkan satu persatu setiap kali ombak telah menghantam batu, saat menurunkan kaki maka saat itulah dia mengeja huruf. Sendiri namun begitu asyik dengan dunia yang dibangunnya, sampai ia tiba di huruf Z yang menjadi huruf terakhir dalam alfabet.Merengut anak kecil itu mulai merasa bingung untuk menentukan hal yang perlu dilakukannya, "satu ditambah satu, sama dengan dua," katanya mengingat-ingat perhitungan dasar sambil mengangkat dua tangannya yang mengacungkan jari telunjuk."Ririn!" teriak seorang wanita berusia sekitar dua pu

    Terakhir Diperbarui : 2024-04-09
  • KKN Di Desa Metanoia   (98) 13 tahun lalu-2

    Terpejam erat spontan mata pria dewasa di samping anak kecil berusia sembilan tahun, terhela napas pria itu pelan yang seringkali ditiru anak kecil di sampingnya setiap kali merasa kesal. Walau dirinya tidak pernah mengatakan bahwa memejamkan mata dan menghela napas adalah cara menahan emosi, tapi anak-anak adalah peniru terbaik."Karena ayah belajar," jawab singkat pria itu tersenyum lebar pada putrinya yang hanya mengerjap."Bapak-bapak yang lain kan juga belajar, tapi bapak-bapak yang lain enggak mau anak-istrinya belajar." Anak bernama Erina itu menyahut dengan cepatnya, sahutan yang tentu membuat sang ayah kembali terbungkam dalam kebingungan, "Ayah malah mau aku sama Ibu belajar, tapi ibu enggak mau belajar makanya ayah sama ibu sering berantem, kan?" lanjutnya membuat sang ayah mengernyit sesaat."Hm ...," deham panjang pria itu bersama kebingungan untuk merangkai kata dan jawaban, "nanti kamu gede juga paham, yang penting kamu jangan sampai lupa buat terus belajar." Sosok yang

    Terakhir Diperbarui : 2024-04-10

Bab terbaru

  • KKN Di Desa Metanoia   (125) Terima Kasih!

    Bergegas tiga wanita itu memasuki area gedung sekolah, menerima jalan di antara banyaknya orang dalam satu tempat, agar mereka cepat berada pada posisinya yaitu di barisan terdepan, terutama Erina yang harus berada di tengah. Hitungan mundur dari sepuluh terdengar dari balik tirai, entah sosok yang berhitung. Namun hanya satu hal yang Erina tahu kini, bahwa dirinya telah memulai jalan hidup baru dengan pandangan yang menarik terhadap sosial.Tirai besar yang sengaja disewakan Dika untuk semakin meriahkan acara peresmian dan pembukaan sekolah gratis, terbuka lebar bersamaan dengan musik khas kebebasan dan konfeti ditembakan dari sisi kanan dan kiri. Melangkah maju orang-orang itu perlahan sampai pada garis yang telah ditentukan, sambutan kehangatan dan kemeriahan acara dengan puluhan anak-anak jalanan yang akan menjadi siswa, sangat menggambarkan betapa antusiasnya Dika mendukung jalan hidup yang Erina inginkan.Sampai pada momen Erina akan menyampaikan isi pikirannya, wanita itu melan

  • KKN Di Desa Metanoia   (124) Menjelang Peresmian

    Antusias masyarakat pada iklan yang hampir ada di setiap penjuru jalan kota dengan spanduk maupun baliho, imbauan untuk hadir yang banyak berseru di berbagai media sosial influenser dan artis, dan ajakan bergabung menjadi tenaga kepedulian dari berbagai komunitas kemanusiaan seolah menjadi penghias hidup masyarakat sebulan terakhir. Terutama sejak salah satu perusahaan besar pusat kota mengumumkan ikut andil dengan keberadaan sekolah gratis, dan pemerintah pada bidang pendidikan pun turut bersuara akan hal itu.'Ini berita lanjutan dari Erina yang pernah di penjara karena bantai satu desa, kan?''Dia aslinya orang baik dong kalau begitu?''Berarti benar dugaanku, orang-orang yang laporkan dia waktu itu cuma mau panjat sosial sama kejadiannya enam mahasiswa.''Kalau begini caranya sih, dia segera bebas dari status tahanan kota juga enggak masalah.''Bisa saja enggak sih ini cuma akal-akalan keluarganya, biar nama Erina jadi baik di mata masyarakat? Secara kan banyak saham perusahaan ya

  • KKN Di Desa Metanoia   (123) Jenguk Vina

    Berjalan cepat lima insan muda itu memasuki gedung, sedikit mengurangi kecepatan langkahnya demi ketenangan dalam area rumah sakit. Dari pada menggunakan lif, lebih memilih menggunakan anak tangga yang dirasa lebih menyenangkan.Hingga satu undakan anak tangga terakhir membuat mereka kini sudah berada di lantai empat, pemandangan pada lorong panjang dengan berbagai ruang rawat yang tertutup pintunya, dan sebuah meja besar setengah lingkaran menyambut di depan lif. Posisi anak tangga yang memang berada di samping meja resepsionis, dan fungsi lain untuk latihan berjalan bukan untuk kondisi darurat, membuat mereka merasa canggung saat berjumpa tatap dengan seorang perawat yang baru keluar lif."Kenapa enggak pakai lif saja?" tanyanya terdengar berbasa-basi."Iseng, hehe," jawab Erina cepat lalu terkekeh konyol, disambut kekehan ringan pula oleh tenaga kesehatan itu sebelum beranjak pergi."Sudah gue duga kalian pakai tangga," ucap seorang pria bersandar di dinding lorong, terlihat pintu

  • KKN Di Desa Metanoia   (122) Keputusan Hidup Erina

    "Aku mau urus bagianku, aku juga mau buat jalanku," ucap Erina tegas, menatap Dika dengan keyakinan yang terlihat jelas dari matanya."Yakin?" jawab Dika bertanya lagi terkait keputusan putrinya."Yakin," sambut Erina cepat, "kalau ayah kasih izin, aku mau buat banyak sekolah pinggir jalan. Aku mau semua orang jangan jadi kayak aku yang dulu, kalau bisa juga kita buka jasa pengecekan darah harga murah buat orang yang lagi cari keluarganya," lanjutnya membuat Dika sontak mengatup rapat bibir."Sekolah pinggir jalan itu kayak gimana maksudnya?" tanya Desry mengernyit bingung."Selama di kota, dari sebelum aku masuk penjara itu aku sering lihat anak-anak kayak Galih di pinggir jalan. Muka sama rambutnya acak-acakan, aku kira mereka enggak kepikiran buat belajar, jadi aku mau ajak mereka belajar," jawab Erina menuturkan alasan dan rencana keinginan dalam harapan."Kamu enggak mau buat jalan yang lain? Semua yang kamu sebutkan tadi, kemungkinan besar nanti bersifat gratis atau berbiaya mur

  • KKN Di Desa Metanoia   (121) Pulang Ke Rumah

    Putusan baru telah ditetapkan, tiga ketukan palu pun terdengar dengan kerasnya di ruang yang sunyi, hukuman sepuluh tahun yang sudah dijalankan lebih dari setengahnya mendapat keringanan secara resmi. Melewati lima tahun lebih di balik jeruji, di dalam satu bangunan yang sama, tanpa merasakan dan melihat perkembangan dunia secara langsung."Pakai ini, Kak," ucap seorang wanita berambut ikal menyodorkan topi dan masker hitam ke seorang wanita berbadan mungil, "sini biar aku bantu," katanya lagi memakaikan masker dan topi ke wanita di hadapannya kini.Erina Handayani, pelaku pembantaian di Desa Metanoia yang telah melaksanakan setengah dari tuntutan hukum, mendapat keringanan atas perilaku baik, denda nominal, dan jaminan sosial. Menyandang status sebagai tahanan kota, sekaligus putri pertama dari keluarga konglomerat, membuatnya sangat membutuhkan adaptasi.Bergegas cepat keluarga konglomerat dan beberapa insan yang pernah berstatus sebagai mahasiswa, tiga mobil hitam yang berada tepat

  • KKN Di Desa Metanoia   (120) Berkunjung ke lapas

    Bruk!Bruk!"Hwaaaaa ...." Tangan terangkat ke atas dengan bebas, merenggangkan badan sembari berjingkat dan menguap lebar, "wah, akhir pekan yang mantap setelah lima tahun," lanjutnya mengalihkan pandangan ke dua wanita lain yang baru menutup pintu mobil.Area parkir mobil di rumah tahanan jelas dikelilingi pagar duri, sebelum tembok tinggi menjulang dengan pecahan kaca berukuran sedang di atasnya, "memang selama lima tahun, tiap akhir pekan lo ngapain?""Tidur," jawab wanita berkulit tan itu dengan santainya, "ayo ah, entar kakak gue kelamaan tunggu kalian," lanjutnya bergegas mendahului lima insan yang hendak menjenguk sosok di balik jeruji.Setelah satu hari penuh sebelumnya digunakan untuk bernostalgia, untuk mengenang segala perjuangan pahit, untuk mengingat kembali segala hal mengerikan yang telah dilewati di lokasi KKN dulu, Desa Metanoia. Lokasi yang sebelumnya desa terpencil hampir terlupakan, kini beralih jadi pusat wisata air di pinggir kota dengan segala kelengkapan fasili

  • KKN Di Desa Metanoia   (119) Kebenaran dari Erina

    [Tepat hari pengantaran Erina ke rumah tahanan]"Vina sudah sembuh?" tanya wanita bersetelan serba biru dengan nomor di dada kiri dan punggungnya, setelan yang diberikan pihak berwenang sebagai identitas selama menjalani masa hukuman."Sudah," jawab wanita muda yang jadi bagian dari mahasiswa KKN di Metanoia, "kenapa memangnya? Kok aku enggak ditanya?""Dia kelihatan lebih kasihan pas lihat mayatnya Pak Ujang," ucap wanita desa bernama Erina Handayani, wanita yang berusaha keras selama belasan tahun untuk keluar dari desa, tapi berakhir di balik jeruji besi, "kamu juga kelihatan baik kok, buat apa aku tanya?" lanjutnya terkekeh ringan.Meski kini dirinya sudah terima kenyataan, bahwa semua yang dilakukan pasti memiliki konsekuensi. Tapi dalam benak seorang Erina tetap tersisa pertanyaan yang tidak bisa diungkapkan, lantas kenapa Danang mati begitu saja dengan segala kejahatannya? Haruskah Erina semakin membenci Agus yang juga sudah mati di tangannya, karena Agus membunuh Danang?Namun

  • KKN Di Desa Metanoia   (118) Lima Tahun Kemudian

    Jauh di pelosok dari pinggir kota, sebuah mobil berjalan lambat di jalan yang dilihatnya sudah lebih lebar sejak terakhir dilewati untuk pembukaan tempat wisata. Semak belukar liar di pinggir jalan kini sudah bersih, jalan rusak berbatu pun kini sudah berganti jadi beton, dan sepanjang jalan yang tiap malam mengalami kegelapan kini sudah dilengkapi lampu jalan setiap tiga meter.Usai kejadian menggemparkan yang membuat semua pihak terlibat dan merasa gelisah, perkembangan untuk setiap lokasi dilakukan dengan berbagai cara dan mengorbankan banyak materi. Mengadakan lampu jalan, memperbaiki jalan rusak, memperbaiki lampu jalan yang rusak, memberi akses listrik dan internet pada semua lokasi secara terbuka hingga dapat diakses semua orang, dan mengadakan jadwal rutin untuk pemeriksaan lokasi juga warga."Eh ... itu mau jadi perumahan ya?" tunjuk wanita hamil yang duduk tepat di samping kemudi."Mana?" tanya pria di balik kemudi yang menepikan kendaraan, "kelihatannya begitu," lanjutnya m

  • KKN Di Desa Metanoia   (117) Hasil Vonis Sidang

    Tok ... tok ... tok.Napas lega yang bersahut dengan seruan tidak terima terdengar jelas, bersatu tidak padu dalam sidang keputusan perkara pembunuhan berencana. Senyum simpul diulum tipis oleh pemilik banyak cabang pusat sarana olahraga, senyum yang ditujukan pada kuasa hukum muda dari firma ternama di negeri.Setelah hampir satu tahun berlalu sejak mahasiswa berhasil keluar dari desa, setelah lima bulan sejak sidang perdana dimulai, setelah empat bulan sejak mahasiswa dinyatakan stabil secara psikologi, dan setelah dua bulan sejak Erina mengetahui keluarga kandungnya. Putusan perkara telah ditetapkan tanpa melewati aju banding, penetapan hukuman dengan berbagai pertimbangan atas masa lalu dan segala bentuk pelanggaran hukum yang terjadi di Metanoia, sepuluh tahun adalah angka untuk hukuman wanita cantik dari desa di pelosok pinggir kota."Pasti hakimnya dibayar sih ini, secara pelakunya kan anak orang kaya yang sudah lama hilang.""Hukum dibeli itu biasa, tapi ini soal nyawa. Tega ba

DMCA.com Protection Status