Semua Bab Neng Zulfa: Bab 131 - Bab 140

168 Bab

Part 57

"Hoek hoek hoek." Morning sickness. Seperti biasa, pagi-pagi Pelita harus tunggang-langgang ke kamar mandi untuk memuntahkan isi perutnya. Namun kali ini ada yang berbeda. Sebuah tangan tiba-tiba memegang lengannya dari belakang lalu memberikan pijatan lembut di tengkuknya selama perempuan itu muntah. Pelita sempat terkejut. Namun, ia berhasil mengendalikan ekspresinya agar tidak diketahui oleh orang yang membantunya itu. Adhim Zein Ad-Din Hisyam, suaminya, laki-laki yang pada malam hari sebelumnya telah menikahinya. "Apakah masih mual?" tanya Adhim penuh perhatian setelah Pelita membasuh wastafel dan mencuci mulutnya dengan air. "Saya nggak pa-pa," jawab Pelita dengan wajahnya yang masih menampakkan pucat yang kentara. "Biasanya juga begini kok," tambahnya sambil menatap Adhim. "Kalau begitu apa perlu kita tunda dulu kepulangan kita ke Bandung?" tanya Adhim. "Kamu juga baru pula
Baca selengkapnya

Part 58

Apartemen Adhim tidak bisa dibilang kecil. Meski belum setertata apartemen Pelita, perabot-perabot yang ada di dalamnya sudah lengkap. Ada dua buah kamar di lantai atas, ruang kerja dan ruang olahraga di lantai dasar, dapur, kamar mandi luar yang ada di dekat dapur, ruang santai sekaligus ruang televisi, ruang makan, dan ruang tamu. Gaya modern minimalis yang tercermin dari bagaimana tata ruang apartemen laki-laki itu. "Kamu bisa tidur di kamar saya sampai kamar yang satunya saya bereskan," kata Adhim setelah membantu Pelita membawa kopernya ke lantai atas dan berhenti tepat di depan pintu kayu kamarnya. Pelita hampir bersuara namun Adhim lebih dulu pergi meninggalkan Pelita ke kamar yang satunya. Pelita pun kembali mengatupkan bibirnya menatap tubuh tegap Adhim yang sudah hilang ditelan pintu kamar lain. Menghela napas kecil, Pelita membawa kopernya masuk ke kamar Adhim dan menutup pintunya. N
Baca selengkapnya

Part 59

"Kak, saya izin mau keluar belanja," ujar Pelita setelah perempuan itu mengecek dapur dan isi kulkas Adhim yang nyaris berisi makanan instan semua. Mie dan nasi instan yang paling banyak, padahal laki-laki itu memiliki rice cooker di dapurnya. Pelita berniat membuat makan malam tadi, jadi ia melihat-lihat bahan makanan apa saja yang Adhim miliki di apartemen dan ternyata hanya ada makanan instan itu. Pelita berpikir, Adhim pasti sering makan makanan kurang sehat itu selama ini. Memikirkannya saja membuat Pelita merasa kasihan dan ngeri. Mendengar penuturan Pelita, Adhim yang duduk di sofa ruang tengah dengan laptop di pangkuannya menengok, menatap Pelita yang sudah terlihat rapi dengan tas kecil dan pashmina membalut kepalanya. Terlihat sudah siap berangkat. Adhim langsung melirik jam di dinding yang sudah menunjukkan pukul 5 sore lantas bangkit setelah meletakkan laptopnya ke atas meja. "Biar saya antar," ka
Baca selengkapnya

Part 60

Keesokan paginya Pelita benar-benar diantarkan oleh Adhim ke kampus, menggunakan Jeep Wrangler putihnya yang tentu saja langsung mencuri banyak perhatian ketika Pelita turun dari dalamnya. Kebetulan di tempat parkir kampus sedang banyak teman-teman satu semester dan jurusan dengan perempuan cantik itu. Pelita menghembuskan napasnya lalu mulai berjalan seolah tidak terjadi apa-apa, tanpa menoleh kepada Adhim yang sebelum turun tadi dicium oleh Pelita punggung tangannya. Pelita sebenarnya tahu apa yang menyebabkan teman-temannya itu mematok atensi berlebih padanya melebihi yang biasa; sebab pagi tadi, Arina mengirimi Pelita pesan terusan berupa foto dirinya dan Adhim yang sedang bersama di supermarket ketika mereka berbelanja kemarin. Arina juga mengirimi Pelita screenshot apa yang sedang digosipkan satu angkatan mengenai dirinya dan Adhim di grup lambe turah angkatannya, jadi Pelita tahu apa yang menyebabkan perhatian orang-orang itu tertu
Baca selengkapnya

Part 61

"Kak Adhim." Pelita menghampiri Adhim begitu sesi pemotretan yang sedang dijalaninya selesai. Saat break sebelum sesi selanjutnya. "Pelita." Adhim bangkit dari tempat duduknya bersama Suta. Keduanya saling berpandangan sampai Pelita meraih punggung tangan Adhim untuk dicium. Disaksikan semua orang. Suta yang berdiri di samping Adhim, Arina yang datang bersama Pelita, juga June yang baru menyusul kemudian. Dan mungkin, beberapa orang kru pemotretan yang sedang berlalu lalang menyiapkan set untuk selanjutnya. "Mobil kamu sudah saya ambil dari apartemen kamu," ucap Adhim. "Iya, Kak. Terima kasih." Pelita mengangguk sambil tersenyum kecil kemudian melirik Suta. Adhim mengikuti arah pandang Pelita kemudian bersuara lagi, "Kenalin Pelita, ini Suta teman saya. Dia yang menemani saya ambil mobil kamu tadi." Suta tersenyum kepada Pelita, melihat ke Adhim sebe
Baca selengkapnya

Part 62

Hari-hari begitu cepat berlalu. Adhim melepas masa lajangnya seperti keinginan kedua orang tuanya, meskipun tanpa sepengetahuan mereka, dan Pelita yang kini menjalani kehidupan yang semakin tak terduga di luar bayangannya, dan masih terus berusaha berdamai dengan segalanya. Sudah lebih dari satu bulan keduanya bersama. Tinggal di bawah atap yang sama dan berbagi tempat tidur yang sama pula. Pelita dan Adhim sama-sama mulai terbiasa dengan kehadiran masing-masing. Adhim menata kembali apartemennya dan membeli beberapa perabot tambahan yang tujuannya untuk melengkapi atau memenuhi kebutuhan Pelita, seperti rak buku baru untuk buku-buku Pelita, meja belajar baru, almari, rak sepatu, meja rias, oven, mixer, vas bunga, bahkan pot bunga yang digunakan Pelita untuk menanam bunga di balkon apartemen mereka---Pelita seorang pecinta bunga dan berkebun, juga masih banyak piranti lain lagi. Pelita sendiri, ia juga belajar menyesuaikan
Baca selengkapnya

Part 63

Sepulang dari pemeriksaan di rumah sakit, Pelita dan Adhim pergi ke rumah singgah. Mereka mampir ke supermarket dan sebuah rumah makan terlebih dulu sebelumnya untuk membeli banyak jajanan dan makanan yang akan dibagikan kepada anak-anak. Saat kandungan berusia empat bulan, Allah sudah meniupkan ruh untuknya. Adhim dan Pelita sama-sama ingin berbagi kebahagiaan karenanya. Mereka tidak bisa mengadakan acara syukuran secara gamblang. Namun setidaknya, mereka bisa bersedekah dengan berbagi kepada anak-anak penghuni rumah singgah itu. Adhim menghentikan mobil Wrangler-nya di pelataran rumah singgah yang luas. Hari menjelang senja, banyak anak-anak yang sedang bermain-main di sana. Anak-anak itu pun segera menghambur ke arah Adhim dan Pelita begitu keduanya turun dari mobil. "Bang Adhim! Kak Pelita!" Nama Adhim dan Pelita diteriakkan anak-anak. Adhim dan Pelita tersenyum lantas mengeluarkan barang b
Baca selengkapnya

Part 64

Dua orang dengan pakaian sekenanya itu berbaring nyaman di balik selimut abu-abu yang membalut tubuh nyaris polos mereka setelah pergumulan panjang keduanya.Yang laki-laki dengan celana boxer hitamnya dan yang perempuan dengan lingerie berwarna merah tua yang sudah kembali terpasang dengan benar di badan molek yang terlihat semakin berisi itu.Napas keduanya terdengar memburu.Seperti sebelumnya masih belum ada kata cinta, namun Adhim dan Pelita tidak bisa disebut jarang melakukan hubungan intim selayaknya pasangan suami-istri lain pada umumnya.Meski dengan perut yang semakin mengembang, Pelita tidak pernah menolak jika diajak melakukan hubungan badan. Sebab Pelita tahu, berhubungan suami-istri umumnya adalah candu bagi mereka yang sudah merasakannya.Adhim memiliki kebutuhan biologis yang harus dipenuhi. Dan sebagai istri, sudah menjadi kewajiban Pelita untuk memenuhinya. Mereka melakukannya suka sama suka."Kak Adhim," panggi
Baca selengkapnya

Part 65

Adhim Zein A. Hisyam: Posisi? Sebuah pesan singkat masuk dari Adhim. Pelita yang baru memarkirkan mobil di basement langsung mengukir senyum cerah melihat pesan itu. Tanpa turun dari mobil BMW-nya, perempuan itu langsung membalasnya. Nur Walis Pelita: Parkiran, Kak. Ini saya udah mau ke atas masuk apartemen Adhim Zein A. Hisyam: Oke Gimana tadi pertemuannya sama Mbak Cecil? Nur Walis Pelita: Lancar, Kak. Alhamdulillah Adhim Zein A. Hisyam: Alhamdulillah Saya ini mau jalan pulang, Pelita. Ada sesuatu yg kamu mau? Senyum di bibir Pelita semakin merekah lebar membaca pesan itu. Nur Walis Pelita: Apa ya? Kalau saya minta beliin pizza bolej? *boleh Adhim Zein A. Hisyam: Boleh Ada lagi?
Baca selengkapnya

Part 66

"Kak Adhim, selamat Kakak udah lulus ujian skripsi," ucap Pelita pada Adhim beberapa saat setelah Adhim keluar dari ruang ujiannya sambil menyerahkan seikat bunga yang langsung diterima oleh suaminya itu. Pelita terlihat anggun mengenakan dress berwarna merah bata yang membalut tubuhnya dengan perut hamil enam bulan yang tampak semakin besar. Sedangkan Adhim, ia terlihat gagah berbalutkan kemeja putih, celana bahan berwarna hitam, dan jas almamater kampus. Beberapa sekon yang lalu Adhim masih ditahan oleh teman-temannya setelah keluar dari ruang ujian. Namun, melihat kedatangan Pelita yang diantar oleh Arina, Adhim langsung menghampiri Pelita. Meninggalkan semua bunga, coklat, dan printilan lain yang diberikan oleh teman-temannya untuk datang ke arah Pelita. Teman-teman Adhim yang terdiri dari teman beberapa ormawa yang diikutinya dahulu sebelum menginjak semester tua, adik tingkatnya, dan anak-anak klub motor membiarkan. M
Baca selengkapnya
Sebelumnya
1
...
121314151617
DMCA.com Protection Status