Home / Pernikahan / Neng Zulfa / Chapter 1 - Chapter 10

All Chapters of Neng Zulfa: Chapter 1 - Chapter 10

168 Chapters

Prolog - Awal Mula

Srek srek srek ….Suara sikat yang beradu dengan cucian terdengar riuh di telinga. Belum lagi suara gemericik air yang mengguyur dan membasahi tubuh di balik pintu kamar mandi yang berjajar rapi di sepanjang blok itu. Ditambah para santri putri yang berbaris mengantre di luar masing-masing pintu yang juga menciptakan keributan. Di antara mereka, ada yang asyik bergosip, ada yang melakukan olah vokal, ada yang berteriak-teriak karena tidak sabar menunggu temannya di dalam, dan ada pula yang memilih berdiri menyandar di tembok sambil melalar hafalan nadhom.“Neng Zulfa, yakin tidak mau mencalonkan diri jadi ketua pondok putri tahun ini?” tanya seorang santri bernama Dewi sambil terus bergelut dengan cucian yang disikatnya.Santri putri berparas ayu di samping Dewi itu menggeleng, tangannya juga sibuk menyikat. “Tidak, De. Aku tidak pantas mencalonkan diri jadi ketua pondok,” jawabnya seperti gumaman. “Banyak yang lebih pantas dariku.”Suara lirihnya itu membuat Dewi, sang sahabat yang j
last updateLast Updated : 2023-12-02
Read more

Bab 1 - Pengantin Baru

Zulfa Zahra El-FazaSudah dua minggu Gus Fatih resmi menjadi suamiku. Akad nikah diadakan di Kediri, rumahku. Lalu seperti adat orang ala Jawa Timuran, resepsi diadakan sehari setelahnya. Bedanya resepsi pernikahan kami dilangsungkan dua kali, sehari di Kediri dan sehari di Jombang.Acaranya tidak mewah tetapi cukup meriah. Yang hadir banyak, sangat malahan. Mereka wali para santri Abah-Umi, Kiai dan Bu Nyai—yang sekarang menjadi mertuaku, para alumni, tokoh masyarakat dan warga sekitar, saudara, kerabat, teman-temanku maupun Gus Fatih, juga tamu para masyayikh dari berbagai pesantren di Jawa Timur. Bahkan ada juga yang datang jauh-jauh dari Jawa Tengah dan Jawa Barat—para masyayikh sahabat kedua orang tua dan mertuaku. Semuanya datang untuk mendoakan pernikahanku.Ya, pernikahanku. Pernikahan ini bukan hanya sekadar pernikahan antara aku dan Gus Fatih, suamiku. Tidak sekadar menyatukan kami dalam ikatan suci. Secara tidak langsung pernikahan ini juga menjadi penyatuan dari dua pesant
last updateLast Updated : 2023-12-02
Read more

Bab 2 - Soal Cucu

Zulfa Zahra El-Faza“Neng? Neng?!”Seseorang yang mengguncang tubuhku membawa kembali kesadaranku. Aku menoleh dan mendapati Dewi berdiri di sampingku, menyodorkan piring.“Iya?” kataku mengambil piring itu.“Neng kenapa kok sering banget ndak fokus? Ada yang Neng Zulfa pikirkan?” tanya Dewi sembari mengelapi piring yang akan digunakan keluarga ndalem makan. Kami ada di dapur sekarang. Sesekali ia melihat padaku sembari terus mengelapi piring-piring porselen itu.“Tidak ada,” kilahku sembari menyelinginya dengan tawa, berharap Dewi percaya.Bukannya tidak mau cerita, tetapi ini adalah masalah rumah tangga yang tidak boleh sembarangan kuceritakan pada orang lain, bahkan kedua orang tua maupun mertuaku. Tentu ini masalah yang sangat rawan. Aku tidak ingin terjadi sesuatu yang tidak diinginkan, meski itu hanya dalam pikiranku sendiri kalau-kalau ada yang tahu apa yang terjadi.Aku melanjutkan pekerjaanku. Memindahkan lauk berupa ikan asin yang kugoreng tadi ke atas piring yang diserahkan
last updateLast Updated : 2023-12-02
Read more

Bab 3 - Cuma Mimpi

Zulfa Zahra El-FazaLamat-lamat kulihat bibir Gus Fatih membaca basmalah, kemudian dipegangnya dengan lembut ubun-ubunku dengan kedua tangannya, kudukku meremang merasakan sentuhannya.“Allahumma inni asaluka min khairiha wa khairi ma jabaltaha, wa a'udzubika min syarriha wa syarri ma jabaltaha (Ya Allah sesungguhnya aku mohon kepada-Mu kebaikannya dan kebaikan wataknya. Dan aku mohon perlindungan-Mu dari kejahatannya dan kejahatan wataknya),” bisik Gus Fatih di puncak kepalaku. Persis seperti beberapa menit setelah ijab qabul kami berminggu-minggu lalu, saat ia menghampiriku di bilik kamarku yang ada di Kediri, kemudian menggandengku ke pelaminan.Aku kembali menahan napas merasakan udara sejuk berembus dari mulut Gus Fatih di ubun-ubun kepalaku. Darahku berdesir. Kali ini dia mengecup keningku lama. Kami saling berpandangan lalu Gus Fatih menciumi seluruh wajahku, tangannya masih memegangi kepalaku.“Uhibbuki fillah zaujati, insyaallah,” katanya kemudian mendekap tubuhku dalam peluk
last updateLast Updated : 2023-12-07
Read more

Bab 4 - Amin Paling Serius

Zulfa Zahra El-FazaPagi. Sehabis salat Subuh berjemaah di musala pondok putri, aku tidak langsung kembali ke ndalem. Sengaja aku mengunjungi blok A asrama kamar nomor 3, kamarku semasa mondok dulu.Tidak banyak yang berubah. Lemari yang dulu kugunakan untuk menyimpan baju dan barang-barangku masih berdiri di tempatnya. Fotoku bersama para penghuni kamar pun masih menempel berkat solasi di empat buah sisinya yang bertautan dengan wajah lemari. Aku masih aliyah kelas 3 saat foto itu diambil.Menghela napas. Aku duduk di sudut ruangan, tempat lemari bajuku berada yang kini sudah beralih fungsi menjadi lemari umum. Lemari itu menjadi tempat menyimpan peralatan mandi bagi teman-teman satu kamar yang lain. Aku bersyukur lemari itu tidak dikeluarkan dari kamar ini dan malah dimanfaatkan seperti itu, aku jadi bisa mengenang waktuku semasa mondok dulu saat menjadi salah satu penghuni kamar ini. Ah, rasanya sudah lama sekali. Padahal belum ada setengah tahun aku meninggalkan kamar ini.Aku mer
last updateLast Updated : 2023-12-07
Read more

Bab 5 - Sepucuk Surat Cinta

Assalamu'alaikum,Kaukah gadis berkerudung ungu yang tak sengaja berpapasan denganku di dapur hari itu? Aku hanya ingin memastikan apakah surat ini benar-benar sampai padamu.Maafkan aku karena tidak bisa menahan diriku. Juga maafkan aku atas kelancanganku berkirim surat seperti ini padamu. Ketahuilah, sejak hari itu aku rasa aku sudah jatuh hati padamu.Zulfa, kalau boleh aku langsung mengucap namamu. Berhari-hari kamu memenuhi kepalaku. Aku sudah mencegah diriku memikirkanmu tapi hati dan pikiranku tidak mau bekerja sama.Paras cantikmu yang selalu membayangiku saat menutup mata, senyum cerahmu yang menyinari ruang tamu kala orang tua kita saling mengenalkan menghantui setiap malamku.Rasanya aku sudah hampir gila memikirkanmu. Dan kegilaan itulah yang mendesakku menulis surat ini untukmu. Berhari-hari rasanya aku baru bisa menuliskannya. Tanganku bergetar saat ini jika kamu mau mempercayainya.Zulfa. Zulfa Zahra El-Faza. Jika kamu mengizinkannya, aku ingin menyebut namamu dalam set
last updateLast Updated : 2024-01-09
Read more

Bab 6 - Memorabilia Wisuda

Fatih Thoriqul FirdausHari ini suasana pesantren begitu ramai, semarak sekaligus meriah.Panggung besar didirikan di halaman utama yayasan dengan kursi-kursi berjajar memanjang sepanjang timur ke barat, menghadap panggung yang kebetulan—dan bisa dibilang selalu berada sejajar dengan pintu utama ndalem.Aku berdiri di belakang jendela kantor madrasah diniyah. Terpaku melihat seorang gadis yang duduk di bangku wisudawati dengan ratusan santri putri lain yang rencananya hari ini akan diwisuda.Ia tampak memesona dengan balutan gamis biru tua dan pashmina senada yang melekat sempurna di tubuhnya, dresscode yang sama dengan para wisudawati lainnya.Sesekali gadis itu tertawa dengan teman-temannya. Salah satunya kukenali menjadi khodimah di ndalem pondok, Dewi, kata Ibu dia santri putri yang sejak lama bersahabat dengan gadis yang sedang menyedot perhatianku kini.Entah, sudah berapa lama aku memperhatikannya dari sini. Acaranya bahkan sudah dimulai, meski belum ke inti tetapi aku tidak bo
last updateLast Updated : 2024-01-09
Read more

Bab 7 - Bulan Madu

Zulfa Zahra El-FazaBulan madu?Aku menertawakan diriku. Bagaimana tidak? Kata-kata Ibu itu terus terngiang-ngiang di telingaku setibanya aku dan Gus Fatih di Kediri, seperti ada yang menekan tombol repeat di kepalaku berkali-kali.Tentu saja, aku dipenuhi harapan saat ini. Pondok orang tuaku memang menyediakan tempat privat untuk pasangan yang baru menikah, khususnya para santri yang dulunya menjadi bagian pesantren ini. Entah ide siapa, sejak aku kecil tempat itu memang sudah ada.Aku tidak pernah tertarik mengetahui sejarahnya.Tempat itu masih berada di area dekat ndalem yang sekelilingnya dibangun dinding dari batako. Aku hanya pernah dua kali masuk ke sana. Dalamnya seperti taman dengan berbagai tanaman hias dan bunga. Dan, ya, sebuah gazebo berdiri agung di tengahnya, dan aku tidak pernah memasukinya selain melihat ikan hias cantik yang ada di kolam besar sampingnya.Aku tidak tahu harus menuruti Umi yang menyuruhku bermalam di gazebo itu atau menolaknya lagi kali ini.Dulu seu
last updateLast Updated : 2024-01-09
Read more

Bab 8 - Mutiara Mesir

Zulfa Zahra El-Faza“Sugeng dalu, Cah Ayu.”Tepat setelah kata itu berbisik di telingaku, buyar sudah rasa kantukku.Tenggorokanku rasanya tercekat dan hidungku kehilangan fungsinya menghirup udara. Aku sampai membuka mulutku menarik masuk udara cukup banyak, jantungku menggila dan aku ingin menenangkannya.Ya Allah …. Ini pertama kalinya aku dan Gus Fatih dekat sedekat ini, tidak dalam mimpi.Darahku rasanya berdesir hebat sekarang. Apalagi bulu romaku, pasti sudah berdiri semua. Udara AC yang tadi sudah kusetel sedemikian rupa tidak terasa, suhu jadi gerah.Sungguh, saat ini aku ingin membalikkan badanku tapi tidak bisa.Tubuhku benar-benar membeku.“Mas?” Sangat lirih aku akhirnya berhasil bersuara. Entahlah, sudah berapa kali tadi aku menelan saliva.Tidak ada sahutan. Hanya ada kebisuan.Aku menghela napas. Mungkin Gus Fatih sudah tidur.“Kenapa, Fa?”Suara bass yang sedikit mulai serak itu berhasil membuat sekujur tubuhku menegang lagi. Susah payah aku menelan air ludahku sendir
last updateLast Updated : 2024-01-09
Read more

Bab 9 - Menghindar

Zulfa Zahra El-FazaSeharian aku terus menghindari Gus Fatih. Dia juga tampak baik-baik saja tanpaku—karena tentu saja, memangnya siapa aku? Dan sepanjang aku diam-diam memperhatikan, Gus Fatih tampak selalu sibuk dengan ponselnya saat tidak ada Umi, Abah, maupun Mas Alim yang mengajaknya bicara.Bahkan tadi di meja makan, dia hanya bersikap pasif saat Umi membahas rencana perjodohan Mas Adhim dengan Dewi, sahabatku.Siapa tahu Gus Fatih punya pendapat.Dia baru bicara saat Abah yang menanyainya perihal santri ndalemnya.Alasan Abah tidak bertanya padaku adalah karena Dewi sahabatku. Dia sudah seperti saudaraku sendiri. Jadi menurut Abah pasti hanya kebaikan Dewi yang akan aku katakan nanti. Lain lagi dengan Umi. Sejak Mas Adhim belum kuliah di Bandung, Umi sudah gencar menjodohkannya dengan sahabatku itu, tetapi Masku saja yang tidak mau. Padahal di mataku mereka cukup serasi.Aku juga tidak terlalu mengerti kenapa Umi berpikir mau menjodohkan Mas Adhim lagi dengan Dewi. Apakah karen
last updateLast Updated : 2024-01-09
Read more
PREV
123456
...
17
DMCA.com Protection Status