All Chapters of Tuan Konglomerat, Kali ini Aku akan jadi istrimu: Chapter 161 - Chapter 170

204 Chapters

BAB 161. Pergi Dari Acara Resepsi

 Tanpa Ratih sadari saat dirinya sedang mengelus liontin yang tergelantung di kalungnya, seketika itu juga dirinya merasa seperti tertarik kedunia lain. Dunia yang memperlihatkan kejadian di masa depan.Tubuhnya dan Deva menggelepar bersimbah darah di jalanan. Lalu terlihat sebuah senyuman kejam menyeringai puas melihat tubuhnya dan Deva tak berdaya masih berbalutkan baju pengantin.Senyuman yang sangat familiar bagi Ratih. Sangking takutnya Ratih melihat apa yang akan terjadi, keringat dingin terjatuh di pelipis dan wajahnya berubah gugup. “Ada apa, Ratih? Kenapa kamu wajahmu terlihat ketakutan? Apa, kamu baik-baik saja?” tanya Deva khawatir.“Deva, aku merasakan sesuatu yang buruk akan terjadi. Deva, aku takut!” bisik Ratih.Lalu suasana mendadak lengang, mata Ratih mengedar ke segala arah, tidak ada seorang pun yang sadar jika ada seorang pria sedang mengamati jalannya pest aini kecuali Ratih. Ia sadar
Read more

BAB 162. Panasnya Bercinta.

Hawa udara pantai yang memanjakan, serta terbenamnya matahari semakin menambah terciptanya suasana yang sangat romantic. Deva dan Ratih tidak menyia-nyiakannya sama sekali, mereka adalah dua anak manusia yang masih tau adab.Mereka masih bisa menahan nafsu dan fantasi liarnya untuk tidak menghabiskan waktu bercinta di dalam laut. Keduanya buru-buru masuk ke dalam kamar dengan tubuh yang basah kuyup.“Lantainya, basah,” kekeh Ratih.“Biarkan saja, nanti ada cleaning service yang membersihkannya saat kita makan malam.” Deva tidak lagi memperdulikan kekacauan apa yang akan mereka ciptakan setelah sesi bercinta yang sangat panas.Buru-buru, Deva melucuti semua pakaian dalam Ratih dan segera menangkup bagian terindah pada tubuh wanita dan menyesapnya hingga membuat Ratih menengadah dan merasakan sensasi gelenyar nikmat sampai ke ubun-ubun.Tak hanya itu, tangannya pun segera memainkan puncak kenikmatan yang paling sensitive hingga Ratih kembali menggelinjang. Saat kedua tatapan itu kembali
Read more

BAB 163. Ramalan Yang Menjadi Kenyataan.

 Bagaikan sebuah mimpi yang menjadi kenyataan, Deva tidak pernah mengira jika hari ini dirinya akan bersama dengan Ratih di sebuah pulau terindah yang ada di dunia. Mereka menghabiskan waktu bercengkrama, bercinta dan sekarang, makan malam bersama.Walau sebuah pengakuan dari Ratih, membuat Deva tidak tenang. Tetapi, hanya Ratih saja yang dapat menenangkan jiwanya di kala sang istri mengatakan semua akan baik-baik saja.Namun siapa sangka, ketika mereka sedang bermesraan bersama. Tiba-tiba saja sebuah panggilan pada ponselnya Deva menginterupsi kemesraan keduanya. Ratih yang penasaran lantas bertanya kepada Deva."Siapa yang menghubungimu, Dev?" Jika ini bukan masalah yang penting tidak mungkin keluarganya mengganggu waktu bulan madu keduanya.Deva lantas mengangkat ponsel tersebut dan menunjukkannya kepada Ratih. “Ini telepon dari papa, Ratih,” jawab Deva.“Kira-kira, ada apa ya?” sambung Deva penasaran.
Read more

BAB 164. Rencana Jahat Marleni.

 Deva lantas tersenyum penuh arti dengan tatapan cintanya. “Oh iya, aku lupa.” Keduanya langsung tertawa terbahak bersamaan.“Hem, aku juga ingin mengajakmu pergi ke-“ Deva menjedanya sejenak.“Kemana, Deva. Cepatlah, jangan buat aku penasaran,” tawa Ratih tidak sabar mendengar rencana Deva.“Bagaimana kalau kita ke bora-bora turtle center. Di sana, kau akan melihat banyaknya penyu dan ikan-ikan lainnya. Lalu, ada sebuah gunung bernama gunung pahiya, Ratih,” ucap Deva mengabsen satu persatu tempat yang hendak mereka kunjungi.Ratih kembali bertepuk tangan merasa bahagia luar biasa. “Apa, waktu selama satu minggu akan cukup saat kita berada di sini?” tanya Ratih.“Jika tidak cukup, ya kita tambah saja durasinya,” jawab Deva enteng.“Lantas, bagaimana dengan tiket pulangnya?” tanya Ratih sekali lagi.“Kita bisa me-reschedulenya. Lagi p
Read more

BAB 165. Ketakutan Ratih.

“Pergilah saat bulan purnama genap dua hari lagi, ibu di sini akan melindungi perjalananmu. Jangan gunakan pesawat atau bis, tapi pesan mobil travel saja, walau lebih mahal tapi kau akan aman,” terang Leni.“Baik, Bu. Dua hari lagi, saat bulan penuh Nampak diatas langit saat itulah aku akan berangkat menyeberang ke Jawa,” jawab Rangga lalu mematikan teleponnya.Sesuai dengan jadwal yang sudah ditentukan, dua hari kemudian Rangga yang sudah menghubungi salah satu orang kepercayaannya pun segera berdiri di tempat pertemuan mereka. Sebuah mobil hitam berhenti dan itu adalah jemputannya Rangga.Ia masuk dan benar kata Marleni, selama pemeriksaan di perbatasan antar kota. Dirinya selalu lolos dari pemeriksaan polisi. Bahkan, para penumpang lain dan supir juga tidak berkomentar apapun walau wajah Rangga terpampang di beberapa pos penjagaan.Melihat dirinya diburu seperti ini, Rangga merasa geram. “Aku bersumpah, Ratih! Aku pasti akan bisa memilikimu dan akan kubuat kau menghabisi kedua oran
Read more

BAB 166. Tiga Tahun Masa Penantian.

  “Bagaimana kalau ternyata tidak seperti itu, Deva? Bagaimana kalau aku memang tidak bisa hamil dan memberikanmu anak?” desak Ratih menuntut jawaban dari Deva. “Ratih, kita jangan bicarakan hal ini di sini yah. Kita saat ini sedang berusaha, okay?” jawab Deva menenangkan. Ia tidak mau urusan menjadi panjang jika dirinya terus saja menjawab pertanyaannya Ratih. Deva yakin, Ratih tidak akan pernah puas dengan jawaban yang diberikannya. Ratih akhirnya terdiam dan kembali memilih untuk melihat wajah-wajah di sekitarnya. Para ibu-ibu itu terlihat sangat bahagia dan menatap takjub duplikat mereka yang dikemas oleh Tuhan dalam bentuk seorang bayi yang menggemaskan. Keinginan Ratih semakin kuat, hatinya bergejolak sampai rasanya dadanya sesak sekali. Ia tidak tahan jika harus terus menunggu obat dan vitamin di tempat yang penuh dengan kebahagiaan yang merupakan harapan besarnya. “Aku, tidak tahan jika harus terus menunggu di sini, Deva.
Read more

BAB 167. Anniversary Terburuk?

“Si kecil?” Deva bingung apa maksud pertanyaan Kiandra, tapi tidak dengan Ratih yang sudah mengepalkan kedua tangannya. “Iya, si kecil? Mana anak kalian, dari tadi aku tidak melihatnya?” Kiandra memperjelas maksud pertanyaannya. Deva spontan melihat wajah Ratih yang langsung berubah datar. “Kami belum memiliki anak, Kiandra. Kami, masih menikmati kebersamaan kami berdua,” jawab Deva lalu kembali menarik pinggang Ratih mendekat padanya. “Oh, sayang sekali. Padahal pernikahan kalian sudah empat tahun. Hah! Aku tau sekarang, pantas sejak pertemuan kita di rumah sakit tiga tahun lalu aku sering melihat kalian keluar masuk di bagian obgyn. Apa kalian melakukan semacam terapi?” Kiandra terus saja mencecar dengan banyak pertanyaan. “Kalian sempat bertemu tiga tahun lalu?” tanya Ratih menatap Deva penuh curiga. “Loh, Deva tidak cerita to? Aku bahkan mengirimkan salamku kepadamu lewat Deva, Ratih,” kikik Kiandra. “Aku bahkan rutin melihat kalia
Read more

BAB 168. Gunakan Liontinmu Itu.

Maksud hati ingin menyenangkan hati istri, tapi pertemuan yang tidak disengaja dengan Kiandra justru menimbulkan prahara rumah tangga yang baru bagi sepasang suami istri ini. Terlebih bagi Ratih yang sudah tiga tahun ini selalu merasa resah dalam hatinya. Tanpa Ratih sadari selama tiga tahun ini, dirinya menjadi wanita yang sangat sensitive dan sangat mudah terbakar emosi. Tidak pernah sekali pun Ratih bermaksud mempermalukan Deva di depan umum. Tapi, pengendalian yang buruk membuatnya lepas kontrol dan tanpa sengaja justru membuat kemarahan Deva pun akhirnya meledak begitu saja. “Kamu lelah?! Kamu sudah lelah denganku setelah bertemu dengan Kiandra?! Apa itu maksudmu?!” Ratih kembali berteriak dengan kedua mata yang sudah berembun. Mendengar keributan diluar beberapa pelayan pun berlari dari mess mereka dan melihat jika tuan serta nyonya mereka sedang terlibat dalam percek-cokan. “Lihat apa kalian, masuk,” titah Sari kepada beberapa pelayan l
Read more

BAB 169. Penyakit Darman.

  Betapa bahagianya kedua orang tua Ratih saat melihat anaknya tak lagi mengurung diri dan menjauhkan dirinya. Sebuah raut wajah penuh harapan, membuat Lusi dan Dharman tidak tega untuk memberikan kabar buruk yang selama satu tahun ini mereka simpan dengan rapat. Hati Lusi pun menghangat saat mendengar keinginan anaknya untuk bekerja, itu artinya Ratih tidak akan lagi meratapi kekurangan yang semakin mengucilkan hatinya. “Semua ini akan menjadi milikmu, Nak. Belajarlah dari sekarang, ayah akan senang melihatmu setiap hari berjibaku dengan getah karet yang akan membuatmu tau bagaimana rasanya bekerja keras,” kelakar Dharman. “Benar, nanti bunda sendiri yang akan mengajarkannya, Nak. Kamu sudah harus paham, satu-satunya penerus keluarga ini adalah kamu, Nak,” ucap Lusi sambil mengelus rambut anaknya. Ratih tersenyum kecut. “Minimal, ayah dan bunda memiliki seorang keturunan. Lalu, siapa yang akan menjadi penerusku nantinya?” gumam Ratih men
Read more

BAB 170. Pesan Terakhir Darman.

Rasa bersalah Ratih di dalam hatinya membuatnya ingin segera menyusul Deva. Sesampainya di sana, Ratih tidak perduli saat melihat Deva berada di dalam ruangan meeting.Betapa terkejutnya Deva saat melihat Ratih meringsek masuk lalu memeluknya dengan erat, dan melumat lembut bibir Deva cukup lama hingga membuat para dewan direksi tersenyum dan menundukkan kepalanya.Walau malu, tapi Deva merasa tersanjung dengan perbuatan Ratih yang tidak terduga itu. “Ratih, aku sedang rapat, Sayang. Apa kamu tidak bisa menungguku sampai di rumah saja?” bisik Deva tersipu malu.“Terima kasih karena kamu selalu ada untuk ayah dan bundaku, selama ini Deva. Aku, mencintaimu,” ucap Ratih sambil mengeratkan pelukannya.Mendengarnya hati Deva langsung luruh. “Kita ke rumah ayah sekarang?” tawar Deva membuat Ratih melepaskan pelukannya.“Tidak, kamu rapat saja dulu. Kita bisa bicarakan hal ini nanti,” jawab Ratih tidak enak karena sudah mengganggu suaminya bekerja.“Tidak apa, Ratih. Pergilah bersama, Deva.
Read more
PREV
1
...
1516171819
...
21
DMCA.com Protection Status