Maksud hati ingin menyenangkan hati istri, tapi pertemuan yang tidak disengaja dengan Kiandra justru menimbulkan prahara rumah tangga yang baru bagi sepasang suami istri ini. Terlebih bagi Ratih yang sudah tiga tahun ini selalu merasa resah dalam hatinya.
Tanpa Ratih sadari selama tiga tahun ini, dirinya menjadi wanita yang sangat sensitive dan sangat mudah terbakar emosi. Tidak pernah sekali pun Ratih bermaksud mempermalukan Deva di depan umum.
Tapi, pengendalian yang buruk membuatnya lepas kontrol dan tanpa sengaja justru membuat kemarahan Deva pun akhirnya meledak begitu saja.
“Kamu lelah?! Kamu sudah lelah denganku setelah bertemu dengan Kiandra?! Apa itu maksudmu?!” Ratih kembali berteriak dengan kedua mata yang sudah berembun.
Mendengar keributan diluar beberapa pelayan pun berlari dari mess mereka dan melihat jika tuan serta nyonya mereka sedang terlibat dalam percek-cokan.
“Lihat apa kalian, masuk,” titah Sari kepada beberapa pelayan l
Betapa bahagianya kedua orang tua Ratih saat melihat anaknya tak lagi mengurung diri dan menjauhkan dirinya. Sebuah raut wajah penuh harapan, membuat Lusi dan Dharman tidak tega untuk memberikan kabar buruk yang selama satu tahun ini mereka simpan dengan rapat. Hati Lusi pun menghangat saat mendengar keinginan anaknya untuk bekerja, itu artinya Ratih tidak akan lagi meratapi kekurangan yang semakin mengucilkan hatinya. “Semua ini akan menjadi milikmu, Nak. Belajarlah dari sekarang, ayah akan senang melihatmu setiap hari berjibaku dengan getah karet yang akan membuatmu tau bagaimana rasanya bekerja keras,” kelakar Dharman. “Benar, nanti bunda sendiri yang akan mengajarkannya, Nak. Kamu sudah harus paham, satu-satunya penerus keluarga ini adalah kamu, Nak,” ucap Lusi sambil mengelus rambut anaknya. Ratih tersenyum kecut. “Minimal, ayah dan bunda memiliki seorang keturunan. Lalu, siapa yang akan menjadi penerusku nantinya?” gumam Ratih men
Rasa bersalah Ratih di dalam hatinya membuatnya ingin segera menyusul Deva. Sesampainya di sana, Ratih tidak perduli saat melihat Deva berada di dalam ruangan meeting.Betapa terkejutnya Deva saat melihat Ratih meringsek masuk lalu memeluknya dengan erat, dan melumat lembut bibir Deva cukup lama hingga membuat para dewan direksi tersenyum dan menundukkan kepalanya.Walau malu, tapi Deva merasa tersanjung dengan perbuatan Ratih yang tidak terduga itu. “Ratih, aku sedang rapat, Sayang. Apa kamu tidak bisa menungguku sampai di rumah saja?” bisik Deva tersipu malu.“Terima kasih karena kamu selalu ada untuk ayah dan bundaku, selama ini Deva. Aku, mencintaimu,” ucap Ratih sambil mengeratkan pelukannya.Mendengarnya hati Deva langsung luruh. “Kita ke rumah ayah sekarang?” tawar Deva membuat Ratih melepaskan pelukannya.“Tidak, kamu rapat saja dulu. Kita bisa bicarakan hal ini nanti,” jawab Ratih tidak enak karena sudah mengganggu suaminya bekerja.“Tidak apa, Ratih. Pergilah bersama, Deva.
Lusi langsung memeluk anaknya dan keduanya menangis bersama. “Tenangkan dirimu, anakku. Ternyata selama ini, ayahmu ingin pulang jika kamu sendiri yang mengantarnya. Terima kasih karena telah membahagiakan ayah di saat terakhirnya yah, Nak,” ucap Lusi sambil menyeka air mata anaknya.Kesedihan menyelimuti suasana rumahnya Darman, saat itulah Deva langsung menghubungi Abizar. “Papa, Ayah Darman meninggal,” ucap Deva langsung membuat Abizar tercekat.“Baiklah, Papa akan segera ke sana dan segera mengutus orang untuk menyiapkan penguburan untuk beliau,” jawab Abizar dan Deva kembali mendesah sedih melihat Ratih harus kembali terpuruk dalam kesedihannya.Untunglah di tengah suasana duka ini, Ratih berusaha keras untuk menguatkan dirinya sendiri. “Demi ayah, aku tidak boleh larut dalam kesedihan. Masih ada suami yang harus aku bahagiakan dan rumah tangga yang harus jaga.”“Juga, bunda yang tidak pernah berhenti mencintaiku,” ucap Ratih lalu mengusap cepat air matanya secepat air mat aitu m
Bak roller coster, perasaan Ratih yang tadinya sedang berada di dasar kini tiba-tiba saja melambung saat ia mendengar bahwa sebuah harapan sederhananya terkabulkan. Saat dirinya sedang membantu Lusi untuk memberikan bingkisan ke setiap penghuni panti jompo.Ia melihat Deva berjalan meninggalkannya, keluar dari pagar area panti jompo dan membuka sebuah pagar yang menghubungkannya menuju ke panti asuhan yang berada satu Yayasan dengan panti jompo yang dikunjunginya saat itu.“Ada apa, Ratih?” tanya Lusi saat melihat kalau Ratih menatap ke salah satu sarah sampai tidak memberikan bingkisan pada seorang nenek yang sudah menunggu di depannya.“Deva pergi ke sebelah, Bun,” jawab Ratih tidak menyangka kalau pada akhirnya sepasang kaki jenjang itu menuntun Deva menuju ke sebuah tempat yang paling dirindukan oleh Ratih untuk memilih seorang anak yang akan dibesarkan olehnya.“Pergilah, susul suamimu, Ratih. Bunda yakin, Deva pasti ingin kamu menemaninya saat melihat anak-anak panti,” ucap Lusi
Tepat pada malam jumat kliwon sesuai dengan syarat yang telah ditentukan oleh Marleni, saat itu pernikahan antara Rangga dan Tania pun berlangsung dengan cepat. Menikah secara adat dan agama saja, mereka sengaja menunda pernikahan secara negara.Menurut ramalannya Leni, Rangga akan menikah dengan Ratih. Ramalan tersebut tidak akan terhindarkan, semua akan terjadi sesuai dengan bagaimana alam akan kembali berpihak pada mereka setelah masa paceklik selama ini.Entah bagaimana caranya, Rangga juga tidak tau. Dia hanya akan mengikuti semua petunjuk Leni tanpa melewatkan berbagai syarat sedikit pun.“Rangga, bolehkah aku memanggilmu dengan sebutan Mas, saat ini?” tanya Tania pada pria yang kini sudah menjadi suami sirinya.“Boleh, Nia. Kamu boleh memanggilku apa saja,” ucap Rangga melangkah mendekati Nia yang masih berbalut pakaian pengantin kebaya putih dengan sewek batik berwarna coklat.Ia lalu memegang rahang Ni
Bayangan Saka yang jika tertawa memamerkan lesung pipi di sebelah kirinya membuat Ratih semakin semangat mengerjakan pekerjaannya di pabrik. Semangit hidupnya kembali timbul dan pikirannya setenang air laut di pagi hari. Sangat tenang tidak berombak.“Bunda jadi ikut kan? Yuk bergegas,” ajak Ratih sambil mengembangkan senyuman di wajahnya.“Tentu saja, ayo kita bergegas pulang,” sahut Lusi langsung mengambil tas selempangnya dan naik ke atas mobil anaknya.Keduanya mengisi perjalanan tersebut dengan berbagi cerita kelucuannya Saka. Bagaimana Saka akan terbahak kalau mendengar Lusi bersin. Sedangkan Ratih menceritakan bagaimana ekspresi anaknya jika hendak buang air besar.“Oh Tuhan, Bunda. Aku tidak pernah menyangka akan sangat bahagia seperti sekarang ini,” ucap Ratih dengan kedua mata yang berbinar.“Iya Nak. Berbahagialah, ayahmu pasti ikut tersenyum, tertawa dan menangis haru di sana,&rdqu
Dua bulan sudah waktu berlalu, hari ini Ratih dan Deva sedang mengadakan acara syukuran tujuh bulanannya baby Saka. Para pegawai, seluruh penghuni panti asuhan dan panti jompo semua juga turut hadir.Walau selama ini Ratih menyimpan kegelisahannya sendiri, tapi tidak sekali pun Ratih menunjukkan kesedihannya dan rasa cemasnya di hadapan Deva.“Apa, kamu bahagia?” tanya Deva pada istrinya itu.“Sangat, aku sangat bahagia, Deva.” Ratih lalu memeluk suami sambil menggendong anak sulungnya.Acara berlangsung meriah hingga tepat pukul tujuh malam mereka pun segera pulang ke rumahnya masing-masing. Terakhir, Deva pergi mengajak Ratih untuk pulang bersama. Sedangkan, Saka dan Lusi berada dalam satu mobil menuju ke rumah Deva.Malam itu, Deva berencana untuk mengajak Ratih bermalam di rumah pohon. Ia sudah menyiapkan segalanya dan menatap Ratih penuh cinta.Hari ini hingga tiga hari kedepan adalah masa suburnya
Ratih mengerjabkan kedua matanya, ia beradaptasi dengan sinar lampu yang silau di dalam kamarnya. Ia tidak tahu sudah berapa lama dirinya menutup mata, kepalanya terasa sangat pusing dan berdenyut nyeri.Bahkan untuk dipakai menoleh pun rasanya sakit sekali, Ratih tahu di sisi kanannya ada seseorang yang sedang duduk menunggu dan menemaninya. Hanya saja untuk tahu siapa orang itu, Ratih perlu menoleh sejenak.“Ini sakit sekali,” rintih Ratih sambil mengangkat tangan kirinya dan memegang kepalanya.Lusi pun terlonjak dari kursi, ia sangat bahagia melihat Ratih yang sudah berhasil membuka kedua matanya. “Ya Tuhan, untunglah kamu sudah sadar sekarang, Nak,” ucap Lucy langsung segera memencet sebuah tombol untuk memanggil suster datang ke dalam kamar tersebut."Ada apa, Nyonya? Oh! syukurah Nyonya Ratih sudah sadar," pekik suster itu langsung kembali keluar untuk memanggil dokter Hastuti yang berada di kamar sebelah.Ratih bingung dengan hiruk pikuk yang ada di hadapannya, ia melihat baik
Deva dan Ratih saat itu juga langsung menghubungi Lusi dan Abizar. Selama ini, Deva dan Ratih sengaja menutupi dan menyembunyikan kalau ingatan Ratih sudah kembali untuk kepentingan penangkapannya Rangga.“Bunda, bisakah kita bertemu malam ini juga?” tanya Ratih pada Lusi.Malam ini sudah pukul sebelas malam, Lusi mengira ada masalah baru lagi. “Baiklah, Nak. Bunda akan ke sana sekarang yah,” jawab Lusi segera bergegas.“Bunda, nanti dijemput sama pak Ratmin yah,” ucap Ratih.“Baiklah, Bunda akan bersiap sekarang juga,” jawabnya.Benar saja, saat dirinya sudah siap dengan jaket di tubuhnya, mobil pribadi Deva sudah menunggunya di depan."Selamat malam, Pak Ratmin. Maafkan, anakku yang memerintahkanmu malam-malam menjemputku ke sini," sapa Lusi merasa tidak enak hati dengan sopir setianya Deva.Ratmin menatap prihatin kepada Lusi. "Saya tahu kondisi kesehatan anak anda, memang sangat mengkhawatirkan dan sangat menyedihkan, Nyonya Lusi. Tetapi, yakinlah Tuhan pasti berpihak kepada yang
“Saudara Tania dan Leni, anda ditangkap karena sudah melakukan penipuan dan penggelapan serta pembunuhan berencana terhadap korban Susantio!”Alan datang dan langsung segera memborgolnya, sedangkan anak buah yang lainnya langsung datang bergerak meringsek masuk.Mereka segera menuju ke dalam kamar hotel mewah tersebut untuk menangkap Leni. Keduanya digeret ke lantai satu dan dimasukkan ke dalam mobil tahanan.Habis sudah mimpi mereka untuk menjadi orang kaya raya. Saat itu juga Leni masih berusaha untuk melepaskan dirinya menggunakan kekuatan hipnotisnya kepada para polisi. Tetapi sayang, semua itu tidak berlaku bagi para polisi yang saat ini bersama dengannya.“Apa yang sedang kau lakukan, Bu? Kenapa, dari tadi mulutmu umak umik tidak jelas,” kekeh salah satu anak buahnya Alan.Leni pun geram mendengar ejekan tersebut. “Kalian harus melepaskan kami saat ini juga! Ini, adalah perintahku,” ucap Leni tegas berusaha untuk menghipnotis orang yang mengejeknya.Tetapi Alan datang dan menepu
“Tentu saja, aku ingin mencari para wanita tetapi bukan hanya satu wanita. Aku ingin sepuluh wanita tercantik dan terseksi, yang ada di tempat ini.” Rangga tampak sangat takabur.“Satu malam akan ku bayarkan dua juta setengah untuk mereka. Aku akan menyewa mereka selama waktu yang aku inginkan,” sambung Rangga.Wanita di hadapannya langsung mengalungkan tangannya di leher Rangga. “Di mana anda akan menginap? Kami akan menuju ke sana, Tuan tampan,” ucap wanita itu.“Berikan saja nomor ponselmu, aku akan mengirimkan waktu dan tempatnya,” jawab Rangga.Wanita itu pun segera bergegas mengeluarkan sebuah kartu nama kepada Rangga. “Anda bisa memanggil saya kapan saja dan sembilan wanita lainnya akan siap melayani anda.” Rangga tertawa dengan puas.Ia lalu beranjak pergi ke sebuah showroom mobil. Dilihatnya, sebuah mobil Lamborghini berwarna merah tua dengan harga dua setengah milia
“Ah, Tuan!” ucap Ara saat dadanya menabrak dada bidangnya Rangga, hingga membuat darah Rangga berdesir.“Kapan kau akan pulang kerja, hari ini?” tanya Rangga to the point, masih dalam kondisi memeluk Ara tanpa ada jarak diantara tubuh keduanya.“Aku akan pulang dua jam lagi, bagaimana?” tanya Ara menahan senyuman lebar di bibir.Ia sudah tau apa niatan pria yang dikenalnya sebagai Raka ini. Hanya dengan saling menatap saja, Ara sudah bisa menebak kalau Raka tertarik padanya.“Bisakah sebelum kau pulang, kau mengirimkan seorang desainer dan belikan aku beberapa pakaian yang sekiranya tampak casual? Juga, aku membutuhkan beberapa pakaian resmi untuk pertemuan bisnisku,” ucap Rangga sambil tertawa geli dalam hatinya.“Oke bisnis man, sambil kau menunggu, aku aku akan mengirimkan beberapa orang yang kau perlukan,” jawab Ara yang tanpa segan meraba dadanya Rangga dengan lembut, se
“Okay, Sayang. Aku pasti akan membei rumah yang terbaik untuk kita. Pergilah dari kekangan keluargamu dan hiduplah berdua denganku di sana. Aku yakin, kau dan aku akan hidup bahagia selamanya,” kekeh Rangga.Ratih mengangguk dan berusaha menatap Rangga dengan bahagia. “Baiklah, Sayang. Aku percayakan semuanya padamu,” jawab Ratih sambil mencium punggung tangannya Rangga.“Kalau begitu, bisakah kau pesankan aku tiket pesawat hari ini? Aku sudah bosan di sini dan aku ingin segera menggunakan nama baruku Raka Sagabara, bagus tidak?” kekeh Rangga.Ratih mengangguk. “Nama yang sangat indah, cocok dengan tampilanmu yang sangat tampan,” jawab Ratih membuat Rangga juga terbahak dan tampak bangga.“Terima kasih, Sayang. Berarti, kita akan langsung mengambil tiket tersebut?” tanya Rangga dan Ratih menunjukkan e-tiket pada ponselnya.“Pesawat akan berangkat tiga jam lagi. Kau tida
“Lalu, kapan kau mengirim uangnya? Aku tidak mungkin menunggu kau selesai sampai masa pemulihan. Rumah itu harus segera dibayar, Rangga.” Nia mendengus saat membaca pesannya Rangga.“Aku tidak bisa menunggu sampai kau selesai masa pemulihan yang baru akan berakhir tiga minggu lagi!” dengus Nia.Rangga pun sudah mulai kesal, ia memilih untuk mengarsipkan pesan dari Nia dan mengirimkan pesan pada Ratih. “Ratih, kapan kau datang ke tempatnya dokter Charles? Aku, merindukanmu,” ucap Rangga.Ratih yang pada saat itu sementara berbelanja di sebuah supermarket yang besar bersama dengan Saka dan Deva lantas terdiam. Ia mematung saat membaca pesannya Rangga dan menunjukkan pesan itu kepada Deva.“Lihatlah apa yang harus aku lakukan?” Deva tersenyum menanggapi pertanyaannya Ratih.“Lakukan saja apa yang dia inginkan, bukankah dia baru saja meminta uang tambahan. Kirim saja sepuluh miliar lagi. Dengan begitu, dia akan terus memberikan kabar padamu tanpa kau perlu bertemu dengannya.” Ratih pun me
Saat melihat wajahnya sendiri, Rangga tampak sangat takjub. “Gila! Aku, sangat tampan!” ucapnya sangat puas saat menatap gambar dirinya di sebuah cermin kecil.Ia tahu kalau dirinya saat ini sudah siap untuk mengubah identitas aslinya. Cermin di tangan Rangga diberikan kembali pada dokter Charles, sambil menyeringai puas.“Terima kasih, Dokter. Ternyata uang yang dibayarkan oleh calon istriku, sepadan dengan hasil yang kau berikan!” Charles pun tersenyum, hingga membuat mata sipitnya semakin menghilang.“Hari ini kau sudah bisa melakukan proses foto untuk keperluan mengganti identitasmu. Tulis saja siapa nama yang kau inginkan di sebuah kertas putih. Tanggal lahir dan untuk alamat, aku sudah memberikan alamat yang tidak akan ditemukan oleh siapapun,” terang Charles.Ia sudah terbiasa membantu pelarian para mafia, maupun bandar narkoba. Dirinya cukup berpengalaman, untuk hal-hal illegal seperti ini. “Raka Sagara! Aku menginginkan namaku menjadi Raka Sagara, Dokter Charles,” ucapnya sam
Leni sedikit mendapatkan firasat tidak enak. Akhirnya, Nia pun menganggukkan kepalanya. “Okey, Bu. Kita, berangkat sekarang.”Keduanya pun segera menuju ke sebuah kantor pemasaran, tampak gedung bertingkat yang sangat tinggi. Dengan penampilan bak artis ibukota, mereka jalan penuh percaya diri.Siapa saja yang menatap mereka, tahu kalau orang-orang ini memakai pakaian mahal. Juga, tas serta sepatu yang bernilai fantastis. Mereka pun segera menunduk hormat dan membukakan pintu untuk Nia dan Leni.“Selamat pagi, Bu. Silahkan masuk,” sambut salah satu penerima tamu dan memberikan welcome drink kepada kedua wanita yang tampak kaya raya tersebut.Mereka sangat menikmati pemujaan yang luar biasa tersebut. “Ya, selamat siang. Aku mau membeli rumah, apa aku bisa melihat beberapa tipe-tipe rumah yang saat ini siap huni?” tanya Nia dengan sombong.“Oh baik, Ibu. Boleh, Ibu perkenalkan nama Ibu siapa ter
“Bu, pakaian di sini pun di bandrol paling murah senilai satu juta setengah, tolong jangan mempersulit pekerjaan kami,” ucap pelayan tersebut berusaha menyadarkan Leni.“Lancang mulutmu!” pekik Nia dan Leni langsung mengangkat tangannya untuk mencegah kemarahan anaknya.Leni ingin tetap tampi dengan elegan dan bersikap seperti orang kaya pada umunya. Leni lantas mengatupkan bibirnya dan menoleh kepada pelayan tersebut.Sedangkan, Nia sudah hendak menghajar pelayan itu. tetapi dicegah oleh Leni. “Oh, benarkah harga pakaian ini satu juta lima ratus paling murah? Kalau begitu, ini!” Leni menjeda sebentar ucapannya seraya memberikan tumpukan pakaian yang ada di pelukannya pada pelayan tersebut.Ia menatap tajam pelayan itu dan berbicara dengan kesan yang sangat mengintimidasi. “Hitung semua pakaian ini, aku akan membayarnya sekarang. Bila perlu, kau dan seisi ruangan ini pun akan kubeli,” ucap Leni dingin dengan menatap nyalang pada wanita itu.