Tanpa Ratih sadari saat dirinya sedang mengelus liontin yang tergelantung di kalungnya, seketika itu juga dirinya merasa seperti tertarik kedunia lain. Dunia yang memperlihatkan kejadian di masa depan.
Tubuhnya dan Deva menggelepar bersimbah darah di jalanan. Lalu terlihat sebuah senyuman kejam menyeringai puas melihat tubuhnya dan Deva tak berdaya masih berbalutkan baju pengantin.
Senyuman yang sangat familiar bagi Ratih. Sangking takutnya Ratih melihat apa yang akan terjadi, keringat dingin terjatuh di pelipis dan wajahnya berubah gugup.
“Ada apa, Ratih? Kenapa kamu wajahmu terlihat ketakutan? Apa, kamu baik-baik saja?” tanya Deva khawatir.
“Deva, aku merasakan sesuatu yang buruk akan terjadi. Deva, aku takut!” bisik Ratih.
Lalu suasana mendadak lengang, mata Ratih mengedar ke segala arah, tidak ada seorang pun yang sadar jika ada seorang pria sedang mengamati jalannya pest aini kecuali Ratih. Ia sadar
Hawa udara pantai yang memanjakan, serta terbenamnya matahari semakin menambah terciptanya suasana yang sangat romantic. Deva dan Ratih tidak menyia-nyiakannya sama sekali, mereka adalah dua anak manusia yang masih tau adab.Mereka masih bisa menahan nafsu dan fantasi liarnya untuk tidak menghabiskan waktu bercinta di dalam laut. Keduanya buru-buru masuk ke dalam kamar dengan tubuh yang basah kuyup.“Lantainya, basah,” kekeh Ratih.“Biarkan saja, nanti ada cleaning service yang membersihkannya saat kita makan malam.” Deva tidak lagi memperdulikan kekacauan apa yang akan mereka ciptakan setelah sesi bercinta yang sangat panas.Buru-buru, Deva melucuti semua pakaian dalam Ratih dan segera menangkup bagian terindah pada tubuh wanita dan menyesapnya hingga membuat Ratih menengadah dan merasakan sensasi gelenyar nikmat sampai ke ubun-ubun.Tak hanya itu, tangannya pun segera memainkan puncak kenikmatan yang paling sensitive hingga Ratih kembali menggelinjang. Saat kedua tatapan itu kembali
Bagaikan sebuah mimpi yang menjadi kenyataan, Deva tidak pernah mengira jika hari ini dirinya akan bersama dengan Ratih di sebuah pulau terindah yang ada di dunia. Mereka menghabiskan waktu bercengkrama, bercinta dan sekarang, makan malam bersama.Walau sebuah pengakuan dari Ratih, membuat Deva tidak tenang. Tetapi, hanya Ratih saja yang dapat menenangkan jiwanya di kala sang istri mengatakan semua akan baik-baik saja.Namun siapa sangka, ketika mereka sedang bermesraan bersama. Tiba-tiba saja sebuah panggilan pada ponselnya Deva menginterupsi kemesraan keduanya. Ratih yang penasaran lantas bertanya kepada Deva."Siapa yang menghubungimu, Dev?" Jika ini bukan masalah yang penting tidak mungkin keluarganya mengganggu waktu bulan madu keduanya.Deva lantas mengangkat ponsel tersebut dan menunjukkannya kepada Ratih. “Ini telepon dari papa, Ratih,” jawab Deva.“Kira-kira, ada apa ya?” sambung Deva penasaran.
Deva lantas tersenyum penuh arti dengan tatapan cintanya. “Oh iya, aku lupa.” Keduanya langsung tertawa terbahak bersamaan.“Hem, aku juga ingin mengajakmu pergi ke-“ Deva menjedanya sejenak.“Kemana, Deva. Cepatlah, jangan buat aku penasaran,” tawa Ratih tidak sabar mendengar rencana Deva.“Bagaimana kalau kita ke bora-bora turtle center. Di sana, kau akan melihat banyaknya penyu dan ikan-ikan lainnya. Lalu, ada sebuah gunung bernama gunung pahiya, Ratih,” ucap Deva mengabsen satu persatu tempat yang hendak mereka kunjungi.Ratih kembali bertepuk tangan merasa bahagia luar biasa. “Apa, waktu selama satu minggu akan cukup saat kita berada di sini?” tanya Ratih.“Jika tidak cukup, ya kita tambah saja durasinya,” jawab Deva enteng.“Lantas, bagaimana dengan tiket pulangnya?” tanya Ratih sekali lagi.“Kita bisa me-reschedulenya. Lagi p
“Pergilah saat bulan purnama genap dua hari lagi, ibu di sini akan melindungi perjalananmu. Jangan gunakan pesawat atau bis, tapi pesan mobil travel saja, walau lebih mahal tapi kau akan aman,” terang Leni.“Baik, Bu. Dua hari lagi, saat bulan penuh Nampak diatas langit saat itulah aku akan berangkat menyeberang ke Jawa,” jawab Rangga lalu mematikan teleponnya.Sesuai dengan jadwal yang sudah ditentukan, dua hari kemudian Rangga yang sudah menghubungi salah satu orang kepercayaannya pun segera berdiri di tempat pertemuan mereka. Sebuah mobil hitam berhenti dan itu adalah jemputannya Rangga.Ia masuk dan benar kata Marleni, selama pemeriksaan di perbatasan antar kota. Dirinya selalu lolos dari pemeriksaan polisi. Bahkan, para penumpang lain dan supir juga tidak berkomentar apapun walau wajah Rangga terpampang di beberapa pos penjagaan.Melihat dirinya diburu seperti ini, Rangga merasa geram. “Aku bersumpah, Ratih! Aku pasti akan bisa memilikimu dan akan kubuat kau menghabisi kedua oran
“Bagaimana kalau ternyata tidak seperti itu, Deva? Bagaimana kalau aku memang tidak bisa hamil dan memberikanmu anak?” desak Ratih menuntut jawaban dari Deva. “Ratih, kita jangan bicarakan hal ini di sini yah. Kita saat ini sedang berusaha, okay?” jawab Deva menenangkan. Ia tidak mau urusan menjadi panjang jika dirinya terus saja menjawab pertanyaannya Ratih. Deva yakin, Ratih tidak akan pernah puas dengan jawaban yang diberikannya. Ratih akhirnya terdiam dan kembali memilih untuk melihat wajah-wajah di sekitarnya. Para ibu-ibu itu terlihat sangat bahagia dan menatap takjub duplikat mereka yang dikemas oleh Tuhan dalam bentuk seorang bayi yang menggemaskan. Keinginan Ratih semakin kuat, hatinya bergejolak sampai rasanya dadanya sesak sekali. Ia tidak tahan jika harus terus menunggu obat dan vitamin di tempat yang penuh dengan kebahagiaan yang merupakan harapan besarnya. “Aku, tidak tahan jika harus terus menunggu di sini, Deva.
“Si kecil?” Deva bingung apa maksud pertanyaan Kiandra, tapi tidak dengan Ratih yang sudah mengepalkan kedua tangannya. “Iya, si kecil? Mana anak kalian, dari tadi aku tidak melihatnya?” Kiandra memperjelas maksud pertanyaannya. Deva spontan melihat wajah Ratih yang langsung berubah datar. “Kami belum memiliki anak, Kiandra. Kami, masih menikmati kebersamaan kami berdua,” jawab Deva lalu kembali menarik pinggang Ratih mendekat padanya. “Oh, sayang sekali. Padahal pernikahan kalian sudah empat tahun. Hah! Aku tau sekarang, pantas sejak pertemuan kita di rumah sakit tiga tahun lalu aku sering melihat kalian keluar masuk di bagian obgyn. Apa kalian melakukan semacam terapi?” Kiandra terus saja mencecar dengan banyak pertanyaan. “Kalian sempat bertemu tiga tahun lalu?” tanya Ratih menatap Deva penuh curiga. “Loh, Deva tidak cerita to? Aku bahkan mengirimkan salamku kepadamu lewat Deva, Ratih,” kikik Kiandra. “Aku bahkan rutin melihat kalia
Maksud hati ingin menyenangkan hati istri, tapi pertemuan yang tidak disengaja dengan Kiandra justru menimbulkan prahara rumah tangga yang baru bagi sepasang suami istri ini. Terlebih bagi Ratih yang sudah tiga tahun ini selalu merasa resah dalam hatinya. Tanpa Ratih sadari selama tiga tahun ini, dirinya menjadi wanita yang sangat sensitive dan sangat mudah terbakar emosi. Tidak pernah sekali pun Ratih bermaksud mempermalukan Deva di depan umum. Tapi, pengendalian yang buruk membuatnya lepas kontrol dan tanpa sengaja justru membuat kemarahan Deva pun akhirnya meledak begitu saja. “Kamu lelah?! Kamu sudah lelah denganku setelah bertemu dengan Kiandra?! Apa itu maksudmu?!” Ratih kembali berteriak dengan kedua mata yang sudah berembun. Mendengar keributan diluar beberapa pelayan pun berlari dari mess mereka dan melihat jika tuan serta nyonya mereka sedang terlibat dalam percek-cokan. “Lihat apa kalian, masuk,” titah Sari kepada beberapa pelayan l
Betapa bahagianya kedua orang tua Ratih saat melihat anaknya tak lagi mengurung diri dan menjauhkan dirinya. Sebuah raut wajah penuh harapan, membuat Lusi dan Dharman tidak tega untuk memberikan kabar buruk yang selama satu tahun ini mereka simpan dengan rapat. Hati Lusi pun menghangat saat mendengar keinginan anaknya untuk bekerja, itu artinya Ratih tidak akan lagi meratapi kekurangan yang semakin mengucilkan hatinya. “Semua ini akan menjadi milikmu, Nak. Belajarlah dari sekarang, ayah akan senang melihatmu setiap hari berjibaku dengan getah karet yang akan membuatmu tau bagaimana rasanya bekerja keras,” kelakar Dharman. “Benar, nanti bunda sendiri yang akan mengajarkannya, Nak. Kamu sudah harus paham, satu-satunya penerus keluarga ini adalah kamu, Nak,” ucap Lusi sambil mengelus rambut anaknya. Ratih tersenyum kecut. “Minimal, ayah dan bunda memiliki seorang keturunan. Lalu, siapa yang akan menjadi penerusku nantinya?” gumam Ratih men
Deva dan Ratih saat itu juga langsung menghubungi Lusi dan Abizar. Selama ini, Deva dan Ratih sengaja menutupi dan menyembunyikan kalau ingatan Ratih sudah kembali untuk kepentingan penangkapannya Rangga.“Bunda, bisakah kita bertemu malam ini juga?” tanya Ratih pada Lusi.Malam ini sudah pukul sebelas malam, Lusi mengira ada masalah baru lagi. “Baiklah, Nak. Bunda akan ke sana sekarang yah,” jawab Lusi segera bergegas.“Bunda, nanti dijemput sama pak Ratmin yah,” ucap Ratih.“Baiklah, Bunda akan bersiap sekarang juga,” jawabnya.Benar saja, saat dirinya sudah siap dengan jaket di tubuhnya, mobil pribadi Deva sudah menunggunya di depan."Selamat malam, Pak Ratmin. Maafkan, anakku yang memerintahkanmu malam-malam menjemputku ke sini," sapa Lusi merasa tidak enak hati dengan sopir setianya Deva.Ratmin menatap prihatin kepada Lusi. "Saya tahu kondisi kesehatan anak anda, memang sangat mengkhawatirkan dan sangat menyedihkan, Nyonya Lusi. Tetapi, yakinlah Tuhan pasti berpihak kepada yang
“Saudara Tania dan Leni, anda ditangkap karena sudah melakukan penipuan dan penggelapan serta pembunuhan berencana terhadap korban Susantio!”Alan datang dan langsung segera memborgolnya, sedangkan anak buah yang lainnya langsung datang bergerak meringsek masuk.Mereka segera menuju ke dalam kamar hotel mewah tersebut untuk menangkap Leni. Keduanya digeret ke lantai satu dan dimasukkan ke dalam mobil tahanan.Habis sudah mimpi mereka untuk menjadi orang kaya raya. Saat itu juga Leni masih berusaha untuk melepaskan dirinya menggunakan kekuatan hipnotisnya kepada para polisi. Tetapi sayang, semua itu tidak berlaku bagi para polisi yang saat ini bersama dengannya.“Apa yang sedang kau lakukan, Bu? Kenapa, dari tadi mulutmu umak umik tidak jelas,” kekeh salah satu anak buahnya Alan.Leni pun geram mendengar ejekan tersebut. “Kalian harus melepaskan kami saat ini juga! Ini, adalah perintahku,” ucap Leni tegas berusaha untuk menghipnotis orang yang mengejeknya.Tetapi Alan datang dan menepu
“Tentu saja, aku ingin mencari para wanita tetapi bukan hanya satu wanita. Aku ingin sepuluh wanita tercantik dan terseksi, yang ada di tempat ini.” Rangga tampak sangat takabur.“Satu malam akan ku bayarkan dua juta setengah untuk mereka. Aku akan menyewa mereka selama waktu yang aku inginkan,” sambung Rangga.Wanita di hadapannya langsung mengalungkan tangannya di leher Rangga. “Di mana anda akan menginap? Kami akan menuju ke sana, Tuan tampan,” ucap wanita itu.“Berikan saja nomor ponselmu, aku akan mengirimkan waktu dan tempatnya,” jawab Rangga.Wanita itu pun segera bergegas mengeluarkan sebuah kartu nama kepada Rangga. “Anda bisa memanggil saya kapan saja dan sembilan wanita lainnya akan siap melayani anda.” Rangga tertawa dengan puas.Ia lalu beranjak pergi ke sebuah showroom mobil. Dilihatnya, sebuah mobil Lamborghini berwarna merah tua dengan harga dua setengah milia
“Ah, Tuan!” ucap Ara saat dadanya menabrak dada bidangnya Rangga, hingga membuat darah Rangga berdesir.“Kapan kau akan pulang kerja, hari ini?” tanya Rangga to the point, masih dalam kondisi memeluk Ara tanpa ada jarak diantara tubuh keduanya.“Aku akan pulang dua jam lagi, bagaimana?” tanya Ara menahan senyuman lebar di bibir.Ia sudah tau apa niatan pria yang dikenalnya sebagai Raka ini. Hanya dengan saling menatap saja, Ara sudah bisa menebak kalau Raka tertarik padanya.“Bisakah sebelum kau pulang, kau mengirimkan seorang desainer dan belikan aku beberapa pakaian yang sekiranya tampak casual? Juga, aku membutuhkan beberapa pakaian resmi untuk pertemuan bisnisku,” ucap Rangga sambil tertawa geli dalam hatinya.“Oke bisnis man, sambil kau menunggu, aku aku akan mengirimkan beberapa orang yang kau perlukan,” jawab Ara yang tanpa segan meraba dadanya Rangga dengan lembut, se
“Okay, Sayang. Aku pasti akan membei rumah yang terbaik untuk kita. Pergilah dari kekangan keluargamu dan hiduplah berdua denganku di sana. Aku yakin, kau dan aku akan hidup bahagia selamanya,” kekeh Rangga.Ratih mengangguk dan berusaha menatap Rangga dengan bahagia. “Baiklah, Sayang. Aku percayakan semuanya padamu,” jawab Ratih sambil mencium punggung tangannya Rangga.“Kalau begitu, bisakah kau pesankan aku tiket pesawat hari ini? Aku sudah bosan di sini dan aku ingin segera menggunakan nama baruku Raka Sagabara, bagus tidak?” kekeh Rangga.Ratih mengangguk. “Nama yang sangat indah, cocok dengan tampilanmu yang sangat tampan,” jawab Ratih membuat Rangga juga terbahak dan tampak bangga.“Terima kasih, Sayang. Berarti, kita akan langsung mengambil tiket tersebut?” tanya Rangga dan Ratih menunjukkan e-tiket pada ponselnya.“Pesawat akan berangkat tiga jam lagi. Kau tida
“Lalu, kapan kau mengirim uangnya? Aku tidak mungkin menunggu kau selesai sampai masa pemulihan. Rumah itu harus segera dibayar, Rangga.” Nia mendengus saat membaca pesannya Rangga.“Aku tidak bisa menunggu sampai kau selesai masa pemulihan yang baru akan berakhir tiga minggu lagi!” dengus Nia.Rangga pun sudah mulai kesal, ia memilih untuk mengarsipkan pesan dari Nia dan mengirimkan pesan pada Ratih. “Ratih, kapan kau datang ke tempatnya dokter Charles? Aku, merindukanmu,” ucap Rangga.Ratih yang pada saat itu sementara berbelanja di sebuah supermarket yang besar bersama dengan Saka dan Deva lantas terdiam. Ia mematung saat membaca pesannya Rangga dan menunjukkan pesan itu kepada Deva.“Lihatlah apa yang harus aku lakukan?” Deva tersenyum menanggapi pertanyaannya Ratih.“Lakukan saja apa yang dia inginkan, bukankah dia baru saja meminta uang tambahan. Kirim saja sepuluh miliar lagi. Dengan begitu, dia akan terus memberikan kabar padamu tanpa kau perlu bertemu dengannya.” Ratih pun me
Saat melihat wajahnya sendiri, Rangga tampak sangat takjub. “Gila! Aku, sangat tampan!” ucapnya sangat puas saat menatap gambar dirinya di sebuah cermin kecil.Ia tahu kalau dirinya saat ini sudah siap untuk mengubah identitas aslinya. Cermin di tangan Rangga diberikan kembali pada dokter Charles, sambil menyeringai puas.“Terima kasih, Dokter. Ternyata uang yang dibayarkan oleh calon istriku, sepadan dengan hasil yang kau berikan!” Charles pun tersenyum, hingga membuat mata sipitnya semakin menghilang.“Hari ini kau sudah bisa melakukan proses foto untuk keperluan mengganti identitasmu. Tulis saja siapa nama yang kau inginkan di sebuah kertas putih. Tanggal lahir dan untuk alamat, aku sudah memberikan alamat yang tidak akan ditemukan oleh siapapun,” terang Charles.Ia sudah terbiasa membantu pelarian para mafia, maupun bandar narkoba. Dirinya cukup berpengalaman, untuk hal-hal illegal seperti ini. “Raka Sagara! Aku menginginkan namaku menjadi Raka Sagara, Dokter Charles,” ucapnya sam
Leni sedikit mendapatkan firasat tidak enak. Akhirnya, Nia pun menganggukkan kepalanya. “Okey, Bu. Kita, berangkat sekarang.”Keduanya pun segera menuju ke sebuah kantor pemasaran, tampak gedung bertingkat yang sangat tinggi. Dengan penampilan bak artis ibukota, mereka jalan penuh percaya diri.Siapa saja yang menatap mereka, tahu kalau orang-orang ini memakai pakaian mahal. Juga, tas serta sepatu yang bernilai fantastis. Mereka pun segera menunduk hormat dan membukakan pintu untuk Nia dan Leni.“Selamat pagi, Bu. Silahkan masuk,” sambut salah satu penerima tamu dan memberikan welcome drink kepada kedua wanita yang tampak kaya raya tersebut.Mereka sangat menikmati pemujaan yang luar biasa tersebut. “Ya, selamat siang. Aku mau membeli rumah, apa aku bisa melihat beberapa tipe-tipe rumah yang saat ini siap huni?” tanya Nia dengan sombong.“Oh baik, Ibu. Boleh, Ibu perkenalkan nama Ibu siapa ter
“Bu, pakaian di sini pun di bandrol paling murah senilai satu juta setengah, tolong jangan mempersulit pekerjaan kami,” ucap pelayan tersebut berusaha menyadarkan Leni.“Lancang mulutmu!” pekik Nia dan Leni langsung mengangkat tangannya untuk mencegah kemarahan anaknya.Leni ingin tetap tampi dengan elegan dan bersikap seperti orang kaya pada umunya. Leni lantas mengatupkan bibirnya dan menoleh kepada pelayan tersebut.Sedangkan, Nia sudah hendak menghajar pelayan itu. tetapi dicegah oleh Leni. “Oh, benarkah harga pakaian ini satu juta lima ratus paling murah? Kalau begitu, ini!” Leni menjeda sebentar ucapannya seraya memberikan tumpukan pakaian yang ada di pelukannya pada pelayan tersebut.Ia menatap tajam pelayan itu dan berbicara dengan kesan yang sangat mengintimidasi. “Hitung semua pakaian ini, aku akan membayarnya sekarang. Bila perlu, kau dan seisi ruangan ini pun akan kubeli,” ucap Leni dingin dengan menatap nyalang pada wanita itu.