All Chapters of Tuan Konglomerat, Kali ini Aku akan jadi istrimu: Chapter 151 - Chapter 160

204 Chapters

BAB 151. Emas Itu Ada Di ...

Alfri mendengus kesal lalu mengusap wajahnya. "Lantas, di mana emas itu berada?"Alfi kembali mengulang pertanyaannya dan Fitri masih terdiam mengunci bibirnya. Sangking gugupnya Fitri tidak dapat berpikiran dengan jernih."Fitri, aku tidak akan mengulangi pertanyaanku untuk yang ketiga kali lagi, di mana suami kamu menyimpan emas itu? Asal kau tahu, emas itu bukanlah hak kamu dan keluargamu. Emas itu merupakan hak dari Tuhan Abizar,""Seyogyanya, apa yang bukan menjadi milikmu harusnya kau kembalikan kepada yang lebih berhak, dengan begitu, aku akan mengurungkan niatku untuk menjadikanmu seorang tersangka." Alfri tidak lagi menutupi maksud dan tujuannya.Sungguh, Fitri juga sudah ketakutan dan Alfi semakin muak menunggu Fitri berkata jujur. Ia pun langsung berdiri. Saat melihat Alfri benar-benar meninggalkannya, Fitri yang masih termenung langsung ditegur oleh Lukman."Kau memang mencari masalah Fitri, untuk kali ini aku tidak dapat membantumu lagi." Lukman pun juga segera berdiri da
Read more

BAB 152. Kau Bisa Membohonginya, Tapi Tidak Aku.

"Aku tidak salah paham Lukman, mungkin Fitri bisa menjadikan Surya sebagai alasan untuk menyuruhmu kemari. Tapi tidak denganku. Bukan begitu, Fitri?" tanya Alfri mengintimidasi."Aku, tidak mengerti dengan apa yang Anda katakan, Pak Alfri?" ucap Fitri sambil menunduk malu.Alfri pun mendengus sambil tertawa sinis menatap Fitri. "Bukankah sudah kukatakan kepadamu, kamu bisa membohongi Lukman. Tetapi tidak denganku dan kau, Lukman. Jadilah seorang pria yang berpikiran panjang,""Tugasmu bukanlah menemani anaknya orang lain di mana anak ini adalah anak yatim, itu artinya ibunya adalah seorang janda. Apa kata kalau mengetahui kamu bermain dengan anaknya seorang janda di saat istrimu sedang hamil tua?""Mohon maaf, aku berbicara seperti ini walaupun ini bukan urusanku dan ini merupakan urusan pribadi kalian. Tetapi, rasanya kalau aku tidak mengingatkan mu Lukman, sebagai sesama pria, maka aku salah di hadapan Tuhan.""Kewajibanmu adalah menjaga istrimu yang saat ini sedang hamil tua. Dia l
Read more

BAB 153. Emas Yang Menggoda Iman Siapa Saja.

Alfri pun tidak ingin langsung percaya. "Baiklah kita akan buktikan ucapanmu ini, benar atau tidak. Semoga saja benar," ucap Alfri lalu segera memerintahkan anak buahnya untuk membongkar lokasi yang telah ditunjuk oleh Fitri kepadanya.Mereka membutuhkan waktu kurang lebih sekitar satu jam lamanya, sampai akhirnya cangkul dan juga linggis beradu dengan sebuah kotak besi yang terkubur di dalam gundukan tanah tersebut.Bersama-sama diangkatnya kotak besi tersebut lalu dengan menggunakan pisau mesin mereka membuka gembok yang terpasang di luar kotak besi tersebut.“Benarkah ini brankas yang kau maksud?” tanya Alfri kepada Fitri.Dengan mengangguk Fitri menjawab. “Benar Pak, ini adalah brankas yang aku maksud.”“Baiklah kalau begitu kalian buka sekarang juga gembok terakhir yang paling besari itu,” titah Alfri.Ketika selesai, pisau itu membelah besi yang mengunci brankas tersebut. Diangkatnya pintu brankas itu terlihatlah tumpukan kilauan kuning yang dapat menggoda serta menghancurkan im
Read more

BAB 154. Bisikan Terakhir.

Mendengar nama Ucok, Alfri pun membanting setir mobilnya dan segera mengerem mobil yang dikendarainya secara mendadak.“Ada apa dengan Ucok?” tanya Alfri dengan wajah yang sangat tegang.“Posisi anda sekarang berada di mana, Komandan?” tanya dokter Bambang sebelum menginformasikan apa yang hendak disampaikannya barusan.“Aku hendak menuju ke panti jompo Sejahtera, cepat katakan saja. Ada apa dengan Ucok?” tanya Alfri mendesak dokter Bambang.Mendengar posisi komandan Alfri saat ini sedang berada di jalan, Bambang pun mengurungkan niatnya untuk menyampaikan berita penting tersebut.“Kalau begitu, bisakah Anda datang ke rumah sakit saja?” tanya dokter Bambang.“Baiklah, aku akan segera ke sana,” ucap Alfri segera membanting stir lalu menginjak pedal gas dengan maksimal menuju ke rumah sakit kepolisian tempat Ucok dirawat saat ini.Sesampainya di rumah sakit, Alfri yang baru saja memarkir mobil di dekat lobby pun segera berlari masuk ke dalam rumah sakit dan mencari dokter Bambang.Untun
Read more

BAB 155. Apa Yang Terjadi Dengan Suamiku?

 Berkali-kali Alfri mencoba menyelamatkan Ucok dengan tangannya sendiri. sementara Alfri melakukan penyelamatan dengan caranya sendiri, dokter Bambang memerintahkan salah satu perawatnya untuk mencatat jam kematiannya Ucok.Lalu dokter Bambang pun menyentuh bahu Alfri. “Komandan, jangan seperti ini. Kumohon, ikhlaskan saja,” bisik dokter Bambang berusaha untuk menenangkan alfri.Tidak terima mendengar kata Ikhlas, Alfi pun segera menatap tajam dokter Bambang sambil mengeraskan rahangnya.“Apa maksudmu ikhlaskan? Dia baru saja berbicara denganku, tidak mungkin setelah berbicara denganku lantas aku harus mengikhlaskannya begitu saja!” kembali dokter Bambang mendesah menatap Alfri.“Komandan, kumohon jangan seperti ini. Seharusnya, komandan bersyukur karena Tuhan karena masih memberikan kesempatan kepada Ucok untuk menyampaikan pesan terakhirnya kepada anda.” Bambang mengingatkan Alfri dengan nada suara yang p
Read more

BAB 156. Saya Siap.

“Nyonya, saya mohon. Saat ini masuklah ke dalam mobil. Kita akan melihat suami anda sekaligus mempersiapkan kelahiran bayi anda ,” ajak Pak Ratmin ingin menuntun Laila tapi tangan Pak Ratmin langsung dihempaskan oleh Laila.“Aku tidak akan ikut dengan Bapak! Sebelum, Bapak mengatakan, apa yang sebenarnya terjadi dengan suami saya,” desak Laila sambil menolak ajakannya Pak Ratmin.Pak Ratmin tetap kekeh tidak mau mengatakan apa yang sebenarnya terjadi. Ia pun menatap dengan sendu wajah Laila dan menasehati Laila bagaikan seorang ayahnya sendiri.“Nak Laila. Saya tidak akan memanggil anda nyonya saat ini. Saya mohon ikutlah dengan saya, anak yang di dalam kandunganmu itu tidak layak anda jadikan pelampiasan keegoisan anda. Hanya untuk sekedar menunggu jawaban saya,”“Jika anda memang ingin tahu apa yang terjadi dengan Pak Ucok, silakan masuk ke mobil ini. Saya diperintahkan untuk tidak mengatakan apapun. Karena, say
Read more

BAB 157. Teruslah Hidup.

  Alfri mengangguk. “Aku akan menunggumu di depan,” bisik Alfri dan Laila kembali mengangguk. Ratih mengira jika semua sudah bisa terkendali dan ia ingin segera keluar juga. Saat Ratih hendak keluar, Alfri lantas mencegahnya dengan sopan. “Nyonya, bisakah saya minta tolong? Temanilah, istri almarhum di sini, sampai Laila selesai melahirkan dengan selamat,” pinta Alfri kepada Ratih. Tentu saja Ratih tak kuasa menolak permintaannya. “Baiklah Pak Alfri, saya akan menemani Laila di sini.” Ratih kembali masuk ke dalam ruangan tersebut dan berdiri di sisinya Laila. “Kamu, pasti bisa. Kamu, adalah ibu yang hebat,” bisik Ratih kepada wanita yang saat ini sedang berjuang antara hidup dan mati. Laila mengangguk sambil sambil tersenyum kepada Ratih dan saat itu Laila pun mulai mengejam sesuai dengan arahan dokter Marta. Sungguh, Laila adalah seorang wanita pejuang. Ia mendengarkan arahan hanya satu kali dan melakukannya dengan baik.
Read more

BAB 158. Perseteruan Mertua dan Menantu.

Laila tidak sanggup melihat ujung kaki suaminya yang tampak terlihat sediit keluar di balik kain putih. Kesedihan kembali menyelimuti Laila, ia pun jatuh tersungkur hingga membuat orang-orang sadar akan kehadirannya.Mereka segera menoleh bersamaan saat mendengar suara teriakan Laila. “Abang! Kau, benar-benar sudah pergi, Abang!” tangis Laila sambil meremas pakaian di dadanya.Alfri lalu berlari membantu Laila untuk berdiri, begitu juga dengan Ratih yang datang menghampiri Laila.“Suamiku, kau benar-benar pergi meninggalkanku?” gumam Laila dengan lemah lantas berjalan mendekati Ucok.Melihat tangisan Laila saat itu, semakin hancur sudah hati kedua mertuanya, terutama ibu mertuanya pun datang memeluk Laila dengan erat sambil menangis histeris.Laila sudah kehabisan air mata dan kata-kata, ia hanya dapat memandang wajah Ucok dengan tatapan kosong.Inilah peran Ratih untuk menguatkan Laila dan mengingatkan kembali kejadian kemarin yang baru saja terjadi. Pada saat setelah ia selesai mela
Read more

BAB 159. Menjalankan Amanah Dari Ucok.

 “Merawatnya? Menjaga anakku untuk tetap hidup saja kau tidak bisa. Bagaimana aku bisa mempercayakan satu-satunya keturunan ku yang masih tersisa?!” Siapa yang tidak sakit hati mendengar ucapan bu Laban.Laila tetap berpegang teguh pada adat ketimuran, ia tidak mau melawan orang yang lebih tua terlebih orang yang telah menyakitinya dengan kata-kata tajam adalah ibu dari pria yang sangat dicintainya.Mendengarnya Laila hanya bisa menangis tersedu sambil menundukkan kepala tanpa mengucapkan sepatah kata apapun.“Tidak ada lagi yang bisa aku percayakan kepadamu, Laila. Saat kami hari ini pulang ke kampung, aku akan membawa cucu semata wayangku,” desak bu Laban.Laila lalu mengeratkan pelukannya pada bayi yang masih tidak mengerti apa-apa ini. “Jangan, Bu. Bayi ini masih membutuhkan ASI dariku, Laila juga tidak bisa berpisah dari anak semawa wayangku,” mohon Laila.Harapannya bu Laban bisa tergugah dan m
Read more

BAB 160. Resepsi Pernikahan.

Satu minggu pun berlalu, keinginan Abizar untuk merayakan pernikahan anaknya akhirnya terwujud juga.Bukan hanya para pengusaha yang berdatangan memeriahkan acara tersebut, tetapi para pejabat bahkan presiden dari Jakarta pun datang langsung untuk memberikan selamat kepada pasangan Deva dan Ratih.“Deva, apa itu adalah orang nomor satu di negara kita?” tanya Ratih dengan polosnya.“Iya, benar sekali. Kenapa, kamu kaget?” kekeh Deva.Ratih mengangguk dengan polosnya. “Iya, aku tidak menyangka seorang presiden akan datang ke acara pernihakan kita, Deva,” jawab Ratih sambil tertawa.“Mulai sekarang biasakanlah dirimu untuk tampil lebih cantik dan lebih elegan lagi. Akan banyak kejutan lain yang tidak kamu sangkah,” bisik Deva sambil tersenyum penuh arti.Ah, Ratih langsung meleleh melihat senyuman manis di wajah tampan suaminya. “Siap Tuan Konglomeratku, setelah menolakmu di masa lalu kini a
Read more
PREV
1
...
1415161718
...
21
DMCA.com Protection Status