Alfri pun tidak ingin langsung percaya. "Baiklah kita akan buktikan ucapanmu ini, benar atau tidak. Semoga saja benar," ucap Alfri lalu segera memerintahkan anak buahnya untuk membongkar lokasi yang telah ditunjuk oleh Fitri kepadanya.Mereka membutuhkan waktu kurang lebih sekitar satu jam lamanya, sampai akhirnya cangkul dan juga linggis beradu dengan sebuah kotak besi yang terkubur di dalam gundukan tanah tersebut.Bersama-sama diangkatnya kotak besi tersebut lalu dengan menggunakan pisau mesin mereka membuka gembok yang terpasang di luar kotak besi tersebut.“Benarkah ini brankas yang kau maksud?” tanya Alfri kepada Fitri.Dengan mengangguk Fitri menjawab. “Benar Pak, ini adalah brankas yang aku maksud.”“Baiklah kalau begitu kalian buka sekarang juga gembok terakhir yang paling besari itu,” titah Alfri.Ketika selesai, pisau itu membelah besi yang mengunci brankas tersebut. Diangkatnya pintu brankas itu terlihatlah tumpukan kilauan kuning yang dapat menggoda serta menghancurkan im
Mendengar nama Ucok, Alfri pun membanting setir mobilnya dan segera mengerem mobil yang dikendarainya secara mendadak.“Ada apa dengan Ucok?” tanya Alfri dengan wajah yang sangat tegang.“Posisi anda sekarang berada di mana, Komandan?” tanya dokter Bambang sebelum menginformasikan apa yang hendak disampaikannya barusan.“Aku hendak menuju ke panti jompo Sejahtera, cepat katakan saja. Ada apa dengan Ucok?” tanya Alfri mendesak dokter Bambang.Mendengar posisi komandan Alfri saat ini sedang berada di jalan, Bambang pun mengurungkan niatnya untuk menyampaikan berita penting tersebut.“Kalau begitu, bisakah Anda datang ke rumah sakit saja?” tanya dokter Bambang.“Baiklah, aku akan segera ke sana,” ucap Alfri segera membanting stir lalu menginjak pedal gas dengan maksimal menuju ke rumah sakit kepolisian tempat Ucok dirawat saat ini.Sesampainya di rumah sakit, Alfri yang baru saja memarkir mobil di dekat lobby pun segera berlari masuk ke dalam rumah sakit dan mencari dokter Bambang.Untun
Berkali-kali Alfri mencoba menyelamatkan Ucok dengan tangannya sendiri. sementara Alfri melakukan penyelamatan dengan caranya sendiri, dokter Bambang memerintahkan salah satu perawatnya untuk mencatat jam kematiannya Ucok.Lalu dokter Bambang pun menyentuh bahu Alfri. “Komandan, jangan seperti ini. Kumohon, ikhlaskan saja,” bisik dokter Bambang berusaha untuk menenangkan alfri.Tidak terima mendengar kata Ikhlas, Alfi pun segera menatap tajam dokter Bambang sambil mengeraskan rahangnya.“Apa maksudmu ikhlaskan? Dia baru saja berbicara denganku, tidak mungkin setelah berbicara denganku lantas aku harus mengikhlaskannya begitu saja!” kembali dokter Bambang mendesah menatap Alfri.“Komandan, kumohon jangan seperti ini. Seharusnya, komandan bersyukur karena Tuhan karena masih memberikan kesempatan kepada Ucok untuk menyampaikan pesan terakhirnya kepada anda.” Bambang mengingatkan Alfri dengan nada suara yang p
“Nyonya, saya mohon. Saat ini masuklah ke dalam mobil. Kita akan melihat suami anda sekaligus mempersiapkan kelahiran bayi anda ,” ajak Pak Ratmin ingin menuntun Laila tapi tangan Pak Ratmin langsung dihempaskan oleh Laila.“Aku tidak akan ikut dengan Bapak! Sebelum, Bapak mengatakan, apa yang sebenarnya terjadi dengan suami saya,” desak Laila sambil menolak ajakannya Pak Ratmin.Pak Ratmin tetap kekeh tidak mau mengatakan apa yang sebenarnya terjadi. Ia pun menatap dengan sendu wajah Laila dan menasehati Laila bagaikan seorang ayahnya sendiri.“Nak Laila. Saya tidak akan memanggil anda nyonya saat ini. Saya mohon ikutlah dengan saya, anak yang di dalam kandunganmu itu tidak layak anda jadikan pelampiasan keegoisan anda. Hanya untuk sekedar menunggu jawaban saya,”“Jika anda memang ingin tahu apa yang terjadi dengan Pak Ucok, silakan masuk ke mobil ini. Saya diperintahkan untuk tidak mengatakan apapun. Karena, say
Alfri mengangguk. “Aku akan menunggumu di depan,” bisik Alfri dan Laila kembali mengangguk. Ratih mengira jika semua sudah bisa terkendali dan ia ingin segera keluar juga. Saat Ratih hendak keluar, Alfri lantas mencegahnya dengan sopan. “Nyonya, bisakah saya minta tolong? Temanilah, istri almarhum di sini, sampai Laila selesai melahirkan dengan selamat,” pinta Alfri kepada Ratih. Tentu saja Ratih tak kuasa menolak permintaannya. “Baiklah Pak Alfri, saya akan menemani Laila di sini.” Ratih kembali masuk ke dalam ruangan tersebut dan berdiri di sisinya Laila. “Kamu, pasti bisa. Kamu, adalah ibu yang hebat,” bisik Ratih kepada wanita yang saat ini sedang berjuang antara hidup dan mati. Laila mengangguk sambil sambil tersenyum kepada Ratih dan saat itu Laila pun mulai mengejam sesuai dengan arahan dokter Marta. Sungguh, Laila adalah seorang wanita pejuang. Ia mendengarkan arahan hanya satu kali dan melakukannya dengan baik.
Laila tidak sanggup melihat ujung kaki suaminya yang tampak terlihat sediit keluar di balik kain putih. Kesedihan kembali menyelimuti Laila, ia pun jatuh tersungkur hingga membuat orang-orang sadar akan kehadirannya.Mereka segera menoleh bersamaan saat mendengar suara teriakan Laila. “Abang! Kau, benar-benar sudah pergi, Abang!” tangis Laila sambil meremas pakaian di dadanya.Alfri lalu berlari membantu Laila untuk berdiri, begitu juga dengan Ratih yang datang menghampiri Laila.“Suamiku, kau benar-benar pergi meninggalkanku?” gumam Laila dengan lemah lantas berjalan mendekati Ucok.Melihat tangisan Laila saat itu, semakin hancur sudah hati kedua mertuanya, terutama ibu mertuanya pun datang memeluk Laila dengan erat sambil menangis histeris.Laila sudah kehabisan air mata dan kata-kata, ia hanya dapat memandang wajah Ucok dengan tatapan kosong.Inilah peran Ratih untuk menguatkan Laila dan mengingatkan kembali kejadian kemarin yang baru saja terjadi. Pada saat setelah ia selesai mela
“Merawatnya? Menjaga anakku untuk tetap hidup saja kau tidak bisa. Bagaimana aku bisa mempercayakan satu-satunya keturunan ku yang masih tersisa?!” Siapa yang tidak sakit hati mendengar ucapan bu Laban.Laila tetap berpegang teguh pada adat ketimuran, ia tidak mau melawan orang yang lebih tua terlebih orang yang telah menyakitinya dengan kata-kata tajam adalah ibu dari pria yang sangat dicintainya.Mendengarnya Laila hanya bisa menangis tersedu sambil menundukkan kepala tanpa mengucapkan sepatah kata apapun.“Tidak ada lagi yang bisa aku percayakan kepadamu, Laila. Saat kami hari ini pulang ke kampung, aku akan membawa cucu semata wayangku,” desak bu Laban.Laila lalu mengeratkan pelukannya pada bayi yang masih tidak mengerti apa-apa ini. “Jangan, Bu. Bayi ini masih membutuhkan ASI dariku, Laila juga tidak bisa berpisah dari anak semawa wayangku,” mohon Laila.Harapannya bu Laban bisa tergugah dan m
Satu minggu pun berlalu, keinginan Abizar untuk merayakan pernikahan anaknya akhirnya terwujud juga.Bukan hanya para pengusaha yang berdatangan memeriahkan acara tersebut, tetapi para pejabat bahkan presiden dari Jakarta pun datang langsung untuk memberikan selamat kepada pasangan Deva dan Ratih.“Deva, apa itu adalah orang nomor satu di negara kita?” tanya Ratih dengan polosnya.“Iya, benar sekali. Kenapa, kamu kaget?” kekeh Deva.Ratih mengangguk dengan polosnya. “Iya, aku tidak menyangka seorang presiden akan datang ke acara pernihakan kita, Deva,” jawab Ratih sambil tertawa.“Mulai sekarang biasakanlah dirimu untuk tampil lebih cantik dan lebih elegan lagi. Akan banyak kejutan lain yang tidak kamu sangkah,” bisik Deva sambil tersenyum penuh arti.Ah, Ratih langsung meleleh melihat senyuman manis di wajah tampan suaminya. “Siap Tuan Konglomeratku, setelah menolakmu di masa lalu kini a
Deva dan Ratih saat itu juga langsung menghubungi Lusi dan Abizar. Selama ini, Deva dan Ratih sengaja menutupi dan menyembunyikan kalau ingatan Ratih sudah kembali untuk kepentingan penangkapannya Rangga.“Bunda, bisakah kita bertemu malam ini juga?” tanya Ratih pada Lusi.Malam ini sudah pukul sebelas malam, Lusi mengira ada masalah baru lagi. “Baiklah, Nak. Bunda akan ke sana sekarang yah,” jawab Lusi segera bergegas.“Bunda, nanti dijemput sama pak Ratmin yah,” ucap Ratih.“Baiklah, Bunda akan bersiap sekarang juga,” jawabnya.Benar saja, saat dirinya sudah siap dengan jaket di tubuhnya, mobil pribadi Deva sudah menunggunya di depan."Selamat malam, Pak Ratmin. Maafkan, anakku yang memerintahkanmu malam-malam menjemputku ke sini," sapa Lusi merasa tidak enak hati dengan sopir setianya Deva.Ratmin menatap prihatin kepada Lusi. "Saya tahu kondisi kesehatan anak anda, memang sangat mengkhawatirkan dan sangat menyedihkan, Nyonya Lusi. Tetapi, yakinlah Tuhan pasti berpihak kepada yang
“Saudara Tania dan Leni, anda ditangkap karena sudah melakukan penipuan dan penggelapan serta pembunuhan berencana terhadap korban Susantio!”Alan datang dan langsung segera memborgolnya, sedangkan anak buah yang lainnya langsung datang bergerak meringsek masuk.Mereka segera menuju ke dalam kamar hotel mewah tersebut untuk menangkap Leni. Keduanya digeret ke lantai satu dan dimasukkan ke dalam mobil tahanan.Habis sudah mimpi mereka untuk menjadi orang kaya raya. Saat itu juga Leni masih berusaha untuk melepaskan dirinya menggunakan kekuatan hipnotisnya kepada para polisi. Tetapi sayang, semua itu tidak berlaku bagi para polisi yang saat ini bersama dengannya.“Apa yang sedang kau lakukan, Bu? Kenapa, dari tadi mulutmu umak umik tidak jelas,” kekeh salah satu anak buahnya Alan.Leni pun geram mendengar ejekan tersebut. “Kalian harus melepaskan kami saat ini juga! Ini, adalah perintahku,” ucap Leni tegas berusaha untuk menghipnotis orang yang mengejeknya.Tetapi Alan datang dan menepu
“Tentu saja, aku ingin mencari para wanita tetapi bukan hanya satu wanita. Aku ingin sepuluh wanita tercantik dan terseksi, yang ada di tempat ini.” Rangga tampak sangat takabur.“Satu malam akan ku bayarkan dua juta setengah untuk mereka. Aku akan menyewa mereka selama waktu yang aku inginkan,” sambung Rangga.Wanita di hadapannya langsung mengalungkan tangannya di leher Rangga. “Di mana anda akan menginap? Kami akan menuju ke sana, Tuan tampan,” ucap wanita itu.“Berikan saja nomor ponselmu, aku akan mengirimkan waktu dan tempatnya,” jawab Rangga.Wanita itu pun segera bergegas mengeluarkan sebuah kartu nama kepada Rangga. “Anda bisa memanggil saya kapan saja dan sembilan wanita lainnya akan siap melayani anda.” Rangga tertawa dengan puas.Ia lalu beranjak pergi ke sebuah showroom mobil. Dilihatnya, sebuah mobil Lamborghini berwarna merah tua dengan harga dua setengah milia
“Ah, Tuan!” ucap Ara saat dadanya menabrak dada bidangnya Rangga, hingga membuat darah Rangga berdesir.“Kapan kau akan pulang kerja, hari ini?” tanya Rangga to the point, masih dalam kondisi memeluk Ara tanpa ada jarak diantara tubuh keduanya.“Aku akan pulang dua jam lagi, bagaimana?” tanya Ara menahan senyuman lebar di bibir.Ia sudah tau apa niatan pria yang dikenalnya sebagai Raka ini. Hanya dengan saling menatap saja, Ara sudah bisa menebak kalau Raka tertarik padanya.“Bisakah sebelum kau pulang, kau mengirimkan seorang desainer dan belikan aku beberapa pakaian yang sekiranya tampak casual? Juga, aku membutuhkan beberapa pakaian resmi untuk pertemuan bisnisku,” ucap Rangga sambil tertawa geli dalam hatinya.“Oke bisnis man, sambil kau menunggu, aku aku akan mengirimkan beberapa orang yang kau perlukan,” jawab Ara yang tanpa segan meraba dadanya Rangga dengan lembut, se
“Okay, Sayang. Aku pasti akan membei rumah yang terbaik untuk kita. Pergilah dari kekangan keluargamu dan hiduplah berdua denganku di sana. Aku yakin, kau dan aku akan hidup bahagia selamanya,” kekeh Rangga.Ratih mengangguk dan berusaha menatap Rangga dengan bahagia. “Baiklah, Sayang. Aku percayakan semuanya padamu,” jawab Ratih sambil mencium punggung tangannya Rangga.“Kalau begitu, bisakah kau pesankan aku tiket pesawat hari ini? Aku sudah bosan di sini dan aku ingin segera menggunakan nama baruku Raka Sagabara, bagus tidak?” kekeh Rangga.Ratih mengangguk. “Nama yang sangat indah, cocok dengan tampilanmu yang sangat tampan,” jawab Ratih membuat Rangga juga terbahak dan tampak bangga.“Terima kasih, Sayang. Berarti, kita akan langsung mengambil tiket tersebut?” tanya Rangga dan Ratih menunjukkan e-tiket pada ponselnya.“Pesawat akan berangkat tiga jam lagi. Kau tida
“Lalu, kapan kau mengirim uangnya? Aku tidak mungkin menunggu kau selesai sampai masa pemulihan. Rumah itu harus segera dibayar, Rangga.” Nia mendengus saat membaca pesannya Rangga.“Aku tidak bisa menunggu sampai kau selesai masa pemulihan yang baru akan berakhir tiga minggu lagi!” dengus Nia.Rangga pun sudah mulai kesal, ia memilih untuk mengarsipkan pesan dari Nia dan mengirimkan pesan pada Ratih. “Ratih, kapan kau datang ke tempatnya dokter Charles? Aku, merindukanmu,” ucap Rangga.Ratih yang pada saat itu sementara berbelanja di sebuah supermarket yang besar bersama dengan Saka dan Deva lantas terdiam. Ia mematung saat membaca pesannya Rangga dan menunjukkan pesan itu kepada Deva.“Lihatlah apa yang harus aku lakukan?” Deva tersenyum menanggapi pertanyaannya Ratih.“Lakukan saja apa yang dia inginkan, bukankah dia baru saja meminta uang tambahan. Kirim saja sepuluh miliar lagi. Dengan begitu, dia akan terus memberikan kabar padamu tanpa kau perlu bertemu dengannya.” Ratih pun me
Saat melihat wajahnya sendiri, Rangga tampak sangat takjub. “Gila! Aku, sangat tampan!” ucapnya sangat puas saat menatap gambar dirinya di sebuah cermin kecil.Ia tahu kalau dirinya saat ini sudah siap untuk mengubah identitas aslinya. Cermin di tangan Rangga diberikan kembali pada dokter Charles, sambil menyeringai puas.“Terima kasih, Dokter. Ternyata uang yang dibayarkan oleh calon istriku, sepadan dengan hasil yang kau berikan!” Charles pun tersenyum, hingga membuat mata sipitnya semakin menghilang.“Hari ini kau sudah bisa melakukan proses foto untuk keperluan mengganti identitasmu. Tulis saja siapa nama yang kau inginkan di sebuah kertas putih. Tanggal lahir dan untuk alamat, aku sudah memberikan alamat yang tidak akan ditemukan oleh siapapun,” terang Charles.Ia sudah terbiasa membantu pelarian para mafia, maupun bandar narkoba. Dirinya cukup berpengalaman, untuk hal-hal illegal seperti ini. “Raka Sagara! Aku menginginkan namaku menjadi Raka Sagara, Dokter Charles,” ucapnya sam
Leni sedikit mendapatkan firasat tidak enak. Akhirnya, Nia pun menganggukkan kepalanya. “Okey, Bu. Kita, berangkat sekarang.”Keduanya pun segera menuju ke sebuah kantor pemasaran, tampak gedung bertingkat yang sangat tinggi. Dengan penampilan bak artis ibukota, mereka jalan penuh percaya diri.Siapa saja yang menatap mereka, tahu kalau orang-orang ini memakai pakaian mahal. Juga, tas serta sepatu yang bernilai fantastis. Mereka pun segera menunduk hormat dan membukakan pintu untuk Nia dan Leni.“Selamat pagi, Bu. Silahkan masuk,” sambut salah satu penerima tamu dan memberikan welcome drink kepada kedua wanita yang tampak kaya raya tersebut.Mereka sangat menikmati pemujaan yang luar biasa tersebut. “Ya, selamat siang. Aku mau membeli rumah, apa aku bisa melihat beberapa tipe-tipe rumah yang saat ini siap huni?” tanya Nia dengan sombong.“Oh baik, Ibu. Boleh, Ibu perkenalkan nama Ibu siapa ter
“Bu, pakaian di sini pun di bandrol paling murah senilai satu juta setengah, tolong jangan mempersulit pekerjaan kami,” ucap pelayan tersebut berusaha menyadarkan Leni.“Lancang mulutmu!” pekik Nia dan Leni langsung mengangkat tangannya untuk mencegah kemarahan anaknya.Leni ingin tetap tampi dengan elegan dan bersikap seperti orang kaya pada umunya. Leni lantas mengatupkan bibirnya dan menoleh kepada pelayan tersebut.Sedangkan, Nia sudah hendak menghajar pelayan itu. tetapi dicegah oleh Leni. “Oh, benarkah harga pakaian ini satu juta lima ratus paling murah? Kalau begitu, ini!” Leni menjeda sebentar ucapannya seraya memberikan tumpukan pakaian yang ada di pelukannya pada pelayan tersebut.Ia menatap tajam pelayan itu dan berbicara dengan kesan yang sangat mengintimidasi. “Hitung semua pakaian ini, aku akan membayarnya sekarang. Bila perlu, kau dan seisi ruangan ini pun akan kubeli,” ucap Leni dingin dengan menatap nyalang pada wanita itu.