“Nyonya, saya mohon. Saat ini masuklah ke dalam mobil. Kita akan melihat suami anda sekaligus mempersiapkan kelahiran bayi anda ,” ajak Pak Ratmin ingin menuntun Laila tapi tangan Pak Ratmin langsung dihempaskan oleh Laila.
“Aku tidak akan ikut dengan Bapak! Sebelum, Bapak mengatakan, apa yang sebenarnya terjadi dengan suami saya,” desak Laila sambil menolak ajakannya Pak Ratmin.
Pak Ratmin tetap kekeh tidak mau mengatakan apa yang sebenarnya terjadi. Ia pun menatap dengan sendu wajah Laila dan menasehati Laila bagaikan seorang ayahnya sendiri.
“Nak Laila. Saya tidak akan memanggil anda nyonya saat ini. Saya mohon ikutlah dengan saya, anak yang di dalam kandunganmu itu tidak layak anda jadikan pelampiasan keegoisan anda. Hanya untuk sekedar menunggu jawaban saya,”
“Jika anda memang ingin tahu apa yang terjadi dengan Pak Ucok, silakan masuk ke mobil ini. Saya diperintahkan untuk tidak mengatakan apapun. Karena, say
Alfri mengangguk. “Aku akan menunggumu di depan,” bisik Alfri dan Laila kembali mengangguk. Ratih mengira jika semua sudah bisa terkendali dan ia ingin segera keluar juga. Saat Ratih hendak keluar, Alfri lantas mencegahnya dengan sopan. “Nyonya, bisakah saya minta tolong? Temanilah, istri almarhum di sini, sampai Laila selesai melahirkan dengan selamat,” pinta Alfri kepada Ratih. Tentu saja Ratih tak kuasa menolak permintaannya. “Baiklah Pak Alfri, saya akan menemani Laila di sini.” Ratih kembali masuk ke dalam ruangan tersebut dan berdiri di sisinya Laila. “Kamu, pasti bisa. Kamu, adalah ibu yang hebat,” bisik Ratih kepada wanita yang saat ini sedang berjuang antara hidup dan mati. Laila mengangguk sambil sambil tersenyum kepada Ratih dan saat itu Laila pun mulai mengejam sesuai dengan arahan dokter Marta. Sungguh, Laila adalah seorang wanita pejuang. Ia mendengarkan arahan hanya satu kali dan melakukannya dengan baik.
Laila tidak sanggup melihat ujung kaki suaminya yang tampak terlihat sediit keluar di balik kain putih. Kesedihan kembali menyelimuti Laila, ia pun jatuh tersungkur hingga membuat orang-orang sadar akan kehadirannya.Mereka segera menoleh bersamaan saat mendengar suara teriakan Laila. “Abang! Kau, benar-benar sudah pergi, Abang!” tangis Laila sambil meremas pakaian di dadanya.Alfri lalu berlari membantu Laila untuk berdiri, begitu juga dengan Ratih yang datang menghampiri Laila.“Suamiku, kau benar-benar pergi meninggalkanku?” gumam Laila dengan lemah lantas berjalan mendekati Ucok.Melihat tangisan Laila saat itu, semakin hancur sudah hati kedua mertuanya, terutama ibu mertuanya pun datang memeluk Laila dengan erat sambil menangis histeris.Laila sudah kehabisan air mata dan kata-kata, ia hanya dapat memandang wajah Ucok dengan tatapan kosong.Inilah peran Ratih untuk menguatkan Laila dan mengingatkan kembali kejadian kemarin yang baru saja terjadi. Pada saat setelah ia selesai mela
“Merawatnya? Menjaga anakku untuk tetap hidup saja kau tidak bisa. Bagaimana aku bisa mempercayakan satu-satunya keturunan ku yang masih tersisa?!” Siapa yang tidak sakit hati mendengar ucapan bu Laban.Laila tetap berpegang teguh pada adat ketimuran, ia tidak mau melawan orang yang lebih tua terlebih orang yang telah menyakitinya dengan kata-kata tajam adalah ibu dari pria yang sangat dicintainya.Mendengarnya Laila hanya bisa menangis tersedu sambil menundukkan kepala tanpa mengucapkan sepatah kata apapun.“Tidak ada lagi yang bisa aku percayakan kepadamu, Laila. Saat kami hari ini pulang ke kampung, aku akan membawa cucu semata wayangku,” desak bu Laban.Laila lalu mengeratkan pelukannya pada bayi yang masih tidak mengerti apa-apa ini. “Jangan, Bu. Bayi ini masih membutuhkan ASI dariku, Laila juga tidak bisa berpisah dari anak semawa wayangku,” mohon Laila.Harapannya bu Laban bisa tergugah dan m
Satu minggu pun berlalu, keinginan Abizar untuk merayakan pernikahan anaknya akhirnya terwujud juga.Bukan hanya para pengusaha yang berdatangan memeriahkan acara tersebut, tetapi para pejabat bahkan presiden dari Jakarta pun datang langsung untuk memberikan selamat kepada pasangan Deva dan Ratih.“Deva, apa itu adalah orang nomor satu di negara kita?” tanya Ratih dengan polosnya.“Iya, benar sekali. Kenapa, kamu kaget?” kekeh Deva.Ratih mengangguk dengan polosnya. “Iya, aku tidak menyangka seorang presiden akan datang ke acara pernihakan kita, Deva,” jawab Ratih sambil tertawa.“Mulai sekarang biasakanlah dirimu untuk tampil lebih cantik dan lebih elegan lagi. Akan banyak kejutan lain yang tidak kamu sangkah,” bisik Deva sambil tersenyum penuh arti.Ah, Ratih langsung meleleh melihat senyuman manis di wajah tampan suaminya. “Siap Tuan Konglomeratku, setelah menolakmu di masa lalu kini a
Tanpa Ratih sadari saat dirinya sedang mengelus liontin yang tergelantung di kalungnya, seketika itu juga dirinya merasa seperti tertarik kedunia lain. Dunia yang memperlihatkan kejadian di masa depan.Tubuhnya dan Deva menggelepar bersimbah darah di jalanan. Lalu terlihat sebuah senyuman kejam menyeringai puas melihat tubuhnya dan Deva tak berdaya masih berbalutkan baju pengantin.Senyuman yang sangat familiar bagi Ratih. Sangking takutnya Ratih melihat apa yang akan terjadi, keringat dingin terjatuh di pelipis dan wajahnya berubah gugup.“Ada apa, Ratih? Kenapa kamu wajahmu terlihat ketakutan? Apa, kamu baik-baik saja?” tanya Deva khawatir.“Deva, aku merasakan sesuatu yang buruk akan terjadi. Deva, aku takut!” bisik Ratih.Lalu suasana mendadak lengang, mata Ratih mengedar ke segala arah, tidak ada seorang pun yang sadar jika ada seorang pria sedang mengamati jalannya pest aini kecuali Ratih. Ia sadar
Hawa udara pantai yang memanjakan, serta terbenamnya matahari semakin menambah terciptanya suasana yang sangat romantic. Deva dan Ratih tidak menyia-nyiakannya sama sekali, mereka adalah dua anak manusia yang masih tau adab.Mereka masih bisa menahan nafsu dan fantasi liarnya untuk tidak menghabiskan waktu bercinta di dalam laut. Keduanya buru-buru masuk ke dalam kamar dengan tubuh yang basah kuyup.“Lantainya, basah,” kekeh Ratih.“Biarkan saja, nanti ada cleaning service yang membersihkannya saat kita makan malam.” Deva tidak lagi memperdulikan kekacauan apa yang akan mereka ciptakan setelah sesi bercinta yang sangat panas.Buru-buru, Deva melucuti semua pakaian dalam Ratih dan segera menangkup bagian terindah pada tubuh wanita dan menyesapnya hingga membuat Ratih menengadah dan merasakan sensasi gelenyar nikmat sampai ke ubun-ubun.Tak hanya itu, tangannya pun segera memainkan puncak kenikmatan yang paling sensitive hingga Ratih kembali menggelinjang. Saat kedua tatapan itu kembali
Bagaikan sebuah mimpi yang menjadi kenyataan, Deva tidak pernah mengira jika hari ini dirinya akan bersama dengan Ratih di sebuah pulau terindah yang ada di dunia. Mereka menghabiskan waktu bercengkrama, bercinta dan sekarang, makan malam bersama.Walau sebuah pengakuan dari Ratih, membuat Deva tidak tenang. Tetapi, hanya Ratih saja yang dapat menenangkan jiwanya di kala sang istri mengatakan semua akan baik-baik saja.Namun siapa sangka, ketika mereka sedang bermesraan bersama. Tiba-tiba saja sebuah panggilan pada ponselnya Deva menginterupsi kemesraan keduanya. Ratih yang penasaran lantas bertanya kepada Deva."Siapa yang menghubungimu, Dev?" Jika ini bukan masalah yang penting tidak mungkin keluarganya mengganggu waktu bulan madu keduanya.Deva lantas mengangkat ponsel tersebut dan menunjukkannya kepada Ratih. “Ini telepon dari papa, Ratih,” jawab Deva.“Kira-kira, ada apa ya?” sambung Deva penasaran.
Deva lantas tersenyum penuh arti dengan tatapan cintanya. “Oh iya, aku lupa.” Keduanya langsung tertawa terbahak bersamaan.“Hem, aku juga ingin mengajakmu pergi ke-“ Deva menjedanya sejenak.“Kemana, Deva. Cepatlah, jangan buat aku penasaran,” tawa Ratih tidak sabar mendengar rencana Deva.“Bagaimana kalau kita ke bora-bora turtle center. Di sana, kau akan melihat banyaknya penyu dan ikan-ikan lainnya. Lalu, ada sebuah gunung bernama gunung pahiya, Ratih,” ucap Deva mengabsen satu persatu tempat yang hendak mereka kunjungi.Ratih kembali bertepuk tangan merasa bahagia luar biasa. “Apa, waktu selama satu minggu akan cukup saat kita berada di sini?” tanya Ratih.“Jika tidak cukup, ya kita tambah saja durasinya,” jawab Deva enteng.“Lantas, bagaimana dengan tiket pulangnya?” tanya Ratih sekali lagi.“Kita bisa me-reschedulenya. Lagi p
Deva dan Ratih saat itu juga langsung menghubungi Lusi dan Abizar. Selama ini, Deva dan Ratih sengaja menutupi dan menyembunyikan kalau ingatan Ratih sudah kembali untuk kepentingan penangkapannya Rangga.“Bunda, bisakah kita bertemu malam ini juga?” tanya Ratih pada Lusi.Malam ini sudah pukul sebelas malam, Lusi mengira ada masalah baru lagi. “Baiklah, Nak. Bunda akan ke sana sekarang yah,” jawab Lusi segera bergegas.“Bunda, nanti dijemput sama pak Ratmin yah,” ucap Ratih.“Baiklah, Bunda akan bersiap sekarang juga,” jawabnya.Benar saja, saat dirinya sudah siap dengan jaket di tubuhnya, mobil pribadi Deva sudah menunggunya di depan."Selamat malam, Pak Ratmin. Maafkan, anakku yang memerintahkanmu malam-malam menjemputku ke sini," sapa Lusi merasa tidak enak hati dengan sopir setianya Deva.Ratmin menatap prihatin kepada Lusi. "Saya tahu kondisi kesehatan anak anda, memang sangat mengkhawatirkan dan sangat menyedihkan, Nyonya Lusi. Tetapi, yakinlah Tuhan pasti berpihak kepada yang
“Saudara Tania dan Leni, anda ditangkap karena sudah melakukan penipuan dan penggelapan serta pembunuhan berencana terhadap korban Susantio!”Alan datang dan langsung segera memborgolnya, sedangkan anak buah yang lainnya langsung datang bergerak meringsek masuk.Mereka segera menuju ke dalam kamar hotel mewah tersebut untuk menangkap Leni. Keduanya digeret ke lantai satu dan dimasukkan ke dalam mobil tahanan.Habis sudah mimpi mereka untuk menjadi orang kaya raya. Saat itu juga Leni masih berusaha untuk melepaskan dirinya menggunakan kekuatan hipnotisnya kepada para polisi. Tetapi sayang, semua itu tidak berlaku bagi para polisi yang saat ini bersama dengannya.“Apa yang sedang kau lakukan, Bu? Kenapa, dari tadi mulutmu umak umik tidak jelas,” kekeh salah satu anak buahnya Alan.Leni pun geram mendengar ejekan tersebut. “Kalian harus melepaskan kami saat ini juga! Ini, adalah perintahku,” ucap Leni tegas berusaha untuk menghipnotis orang yang mengejeknya.Tetapi Alan datang dan menepu
“Tentu saja, aku ingin mencari para wanita tetapi bukan hanya satu wanita. Aku ingin sepuluh wanita tercantik dan terseksi, yang ada di tempat ini.” Rangga tampak sangat takabur.“Satu malam akan ku bayarkan dua juta setengah untuk mereka. Aku akan menyewa mereka selama waktu yang aku inginkan,” sambung Rangga.Wanita di hadapannya langsung mengalungkan tangannya di leher Rangga. “Di mana anda akan menginap? Kami akan menuju ke sana, Tuan tampan,” ucap wanita itu.“Berikan saja nomor ponselmu, aku akan mengirimkan waktu dan tempatnya,” jawab Rangga.Wanita itu pun segera bergegas mengeluarkan sebuah kartu nama kepada Rangga. “Anda bisa memanggil saya kapan saja dan sembilan wanita lainnya akan siap melayani anda.” Rangga tertawa dengan puas.Ia lalu beranjak pergi ke sebuah showroom mobil. Dilihatnya, sebuah mobil Lamborghini berwarna merah tua dengan harga dua setengah milia
“Ah, Tuan!” ucap Ara saat dadanya menabrak dada bidangnya Rangga, hingga membuat darah Rangga berdesir.“Kapan kau akan pulang kerja, hari ini?” tanya Rangga to the point, masih dalam kondisi memeluk Ara tanpa ada jarak diantara tubuh keduanya.“Aku akan pulang dua jam lagi, bagaimana?” tanya Ara menahan senyuman lebar di bibir.Ia sudah tau apa niatan pria yang dikenalnya sebagai Raka ini. Hanya dengan saling menatap saja, Ara sudah bisa menebak kalau Raka tertarik padanya.“Bisakah sebelum kau pulang, kau mengirimkan seorang desainer dan belikan aku beberapa pakaian yang sekiranya tampak casual? Juga, aku membutuhkan beberapa pakaian resmi untuk pertemuan bisnisku,” ucap Rangga sambil tertawa geli dalam hatinya.“Oke bisnis man, sambil kau menunggu, aku aku akan mengirimkan beberapa orang yang kau perlukan,” jawab Ara yang tanpa segan meraba dadanya Rangga dengan lembut, se
“Okay, Sayang. Aku pasti akan membei rumah yang terbaik untuk kita. Pergilah dari kekangan keluargamu dan hiduplah berdua denganku di sana. Aku yakin, kau dan aku akan hidup bahagia selamanya,” kekeh Rangga.Ratih mengangguk dan berusaha menatap Rangga dengan bahagia. “Baiklah, Sayang. Aku percayakan semuanya padamu,” jawab Ratih sambil mencium punggung tangannya Rangga.“Kalau begitu, bisakah kau pesankan aku tiket pesawat hari ini? Aku sudah bosan di sini dan aku ingin segera menggunakan nama baruku Raka Sagabara, bagus tidak?” kekeh Rangga.Ratih mengangguk. “Nama yang sangat indah, cocok dengan tampilanmu yang sangat tampan,” jawab Ratih membuat Rangga juga terbahak dan tampak bangga.“Terima kasih, Sayang. Berarti, kita akan langsung mengambil tiket tersebut?” tanya Rangga dan Ratih menunjukkan e-tiket pada ponselnya.“Pesawat akan berangkat tiga jam lagi. Kau tida
“Lalu, kapan kau mengirim uangnya? Aku tidak mungkin menunggu kau selesai sampai masa pemulihan. Rumah itu harus segera dibayar, Rangga.” Nia mendengus saat membaca pesannya Rangga.“Aku tidak bisa menunggu sampai kau selesai masa pemulihan yang baru akan berakhir tiga minggu lagi!” dengus Nia.Rangga pun sudah mulai kesal, ia memilih untuk mengarsipkan pesan dari Nia dan mengirimkan pesan pada Ratih. “Ratih, kapan kau datang ke tempatnya dokter Charles? Aku, merindukanmu,” ucap Rangga.Ratih yang pada saat itu sementara berbelanja di sebuah supermarket yang besar bersama dengan Saka dan Deva lantas terdiam. Ia mematung saat membaca pesannya Rangga dan menunjukkan pesan itu kepada Deva.“Lihatlah apa yang harus aku lakukan?” Deva tersenyum menanggapi pertanyaannya Ratih.“Lakukan saja apa yang dia inginkan, bukankah dia baru saja meminta uang tambahan. Kirim saja sepuluh miliar lagi. Dengan begitu, dia akan terus memberikan kabar padamu tanpa kau perlu bertemu dengannya.” Ratih pun me
Saat melihat wajahnya sendiri, Rangga tampak sangat takjub. “Gila! Aku, sangat tampan!” ucapnya sangat puas saat menatap gambar dirinya di sebuah cermin kecil.Ia tahu kalau dirinya saat ini sudah siap untuk mengubah identitas aslinya. Cermin di tangan Rangga diberikan kembali pada dokter Charles, sambil menyeringai puas.“Terima kasih, Dokter. Ternyata uang yang dibayarkan oleh calon istriku, sepadan dengan hasil yang kau berikan!” Charles pun tersenyum, hingga membuat mata sipitnya semakin menghilang.“Hari ini kau sudah bisa melakukan proses foto untuk keperluan mengganti identitasmu. Tulis saja siapa nama yang kau inginkan di sebuah kertas putih. Tanggal lahir dan untuk alamat, aku sudah memberikan alamat yang tidak akan ditemukan oleh siapapun,” terang Charles.Ia sudah terbiasa membantu pelarian para mafia, maupun bandar narkoba. Dirinya cukup berpengalaman, untuk hal-hal illegal seperti ini. “Raka Sagara! Aku menginginkan namaku menjadi Raka Sagara, Dokter Charles,” ucapnya sam
Leni sedikit mendapatkan firasat tidak enak. Akhirnya, Nia pun menganggukkan kepalanya. “Okey, Bu. Kita, berangkat sekarang.”Keduanya pun segera menuju ke sebuah kantor pemasaran, tampak gedung bertingkat yang sangat tinggi. Dengan penampilan bak artis ibukota, mereka jalan penuh percaya diri.Siapa saja yang menatap mereka, tahu kalau orang-orang ini memakai pakaian mahal. Juga, tas serta sepatu yang bernilai fantastis. Mereka pun segera menunduk hormat dan membukakan pintu untuk Nia dan Leni.“Selamat pagi, Bu. Silahkan masuk,” sambut salah satu penerima tamu dan memberikan welcome drink kepada kedua wanita yang tampak kaya raya tersebut.Mereka sangat menikmati pemujaan yang luar biasa tersebut. “Ya, selamat siang. Aku mau membeli rumah, apa aku bisa melihat beberapa tipe-tipe rumah yang saat ini siap huni?” tanya Nia dengan sombong.“Oh baik, Ibu. Boleh, Ibu perkenalkan nama Ibu siapa ter
“Bu, pakaian di sini pun di bandrol paling murah senilai satu juta setengah, tolong jangan mempersulit pekerjaan kami,” ucap pelayan tersebut berusaha menyadarkan Leni.“Lancang mulutmu!” pekik Nia dan Leni langsung mengangkat tangannya untuk mencegah kemarahan anaknya.Leni ingin tetap tampi dengan elegan dan bersikap seperti orang kaya pada umunya. Leni lantas mengatupkan bibirnya dan menoleh kepada pelayan tersebut.Sedangkan, Nia sudah hendak menghajar pelayan itu. tetapi dicegah oleh Leni. “Oh, benarkah harga pakaian ini satu juta lima ratus paling murah? Kalau begitu, ini!” Leni menjeda sebentar ucapannya seraya memberikan tumpukan pakaian yang ada di pelukannya pada pelayan tersebut.Ia menatap tajam pelayan itu dan berbicara dengan kesan yang sangat mengintimidasi. “Hitung semua pakaian ini, aku akan membayarnya sekarang. Bila perlu, kau dan seisi ruangan ini pun akan kubeli,” ucap Leni dingin dengan menatap nyalang pada wanita itu.