Semua Bab Istri Tangguh Tuan Angkuh : Bab 71 - Bab 80

265 Bab

Bab 72

"Apa kita ke rumah sakit saja?" tanya Dimas."Aku datang bulan biasa begini, beli obat di apotek aja," kata Dinda."Baiklah," Dimas pun menepikan mobilnya saat sampai disebuah apotek.Dinda pun mengeluarkan uang sejumlah Rp 20.000 dan memberikan pada Dimas."Tolong beliin ya," pinta Dinda.Dimas pun melihat uang di tangan Dinda yang diberikan padanya.Perlahan Dimas pun mengambilnya dan melihat nominal nya."Sudah memberi uang tapi receh!" kesal Dimas."Receh juga uang namanya!" balas Dinda."Sudahlah, ambil recehan itu! Lagi pula apa mungkin aku membeli obat untuk wanita datang bulan? Aku ini laki-laki!Apa nanti yang dipikirkan oleh mereka?" ujar Dimas."Ya udah, nggak usah!" kata Dinda dengan kesal."Ya sudah tunggu di sini!" Dimas pun langsung saja turun dari mobil dan menuju apotek.Meskipun malu tapi bagaimana lagi karena Dinda sepertinya cukup tidak nyaman dengan keadaan perutnya.Dimas juga merasa takut jika Dinda marah padanya.Benar saja setelah meneguk obat nyeri datang b
Baca selengkapnya

Bab 73

Zira langsung pulang ke rumah setelah mengalami peristiwa yang cukup membuatnya menjadi ketakutan."Zira?" Dinda melihat raut wajah Zira yang pucat setelah sampai di rumah."Kak Dinda, tadi Zira di culik. Serem banget penjahatnya," kata Zira sambil memeluk Dinda semakin erat.Dinda pun tahu jika apa yang terjadi pada Zira tak lepas dari perbuatan Laras.Membuat Dinda pun merasa takut jika saja Zira ataupun anggota keluarga lainnya terancam.Baiklah, Dinda pun akan menuruti keinginan Laras untuk mengandung anak Dimas demi keluarganya.Selebihnya apapun yang akan terjadi nantinya akan dihadapinya."Kamu nggak diapa-apain kan?" tanya Dinda sambil memperhatikan kondisi badan adiknya itu."Nggak Kak, tadi cuma di ikat aja. Tapi, akhirnya dilepaskan.Tapi, Zira takut," kata Zira lagi yang bisa mengingat jelas seperti apa wajah-wajah mengerikan preman yang menculik dirinya."Kamu aman, sekarang kamu ke kamar dulu."Zira pun mengangguk meskipun masih dengan perasaan takut yang menghantui.Den
Baca selengkapnya

Bab 74

"Kenapa kamu diam? Tempat tinggal mu itu bukan rumah.Melainkan gubuk!" ujar Dimas."Apa sih?! Nggak jelas banget!" gerutu Dinda."Mereka cuman keluarga angkat!Kamu bahkan sudah di jual!Ngapain juga masih pulang ke rumah gubuk mereka!" balas Dimas.Dimas mendengar dengan jelas saat Dinda bertemu Kinara di dapur.Ada rasa kesal di diri Dimas mendengar ucapan Kinara yang seakan begitu merendahkan Dinda.Sedangkan Dinda masih saja mau tinggal di rumah orang yang sudah merendahkannya itu.Membuat Dimas pun memilih untuk mencari tempat tinggal yang lain untuk Dinda.Dinda pun melihat Dimas dari samping tampak wajah tampan dan tengah mengemudikan mobilnya.Sayangnya ucapan Dimas terlalu menyakitkan hati seorang Dinda."Kenapa? Aku mengatakan kebenaran!" tambah Dimas sambil melihat Dinda sekilas.Namun, saat itu air mata Dinda pun menetes dari pelupuk matanya.Rasanya sangat menyakiti hati saat Dimas berkata demikian."Kamu menangis?" tanya Dimas saat melihat wajah Dinda yang basah.Cepa
Baca selengkapnya

Bab 75

Keduanya sama-sama terlelap dalam tidur.Bahkan Dinda sampai terkejut saat terbangun di pagi hari menyadari bahwa tidur di atas dada Dimas dengan begitu nyamannya.Membuatnya pun perlahan bangkit.Begitu juga dengan Dimas yang mulai terusik dengan pergerakan Dinda."Aku nggak bawa pakaian, aku pulang dulu, ya," kata Dinda."Pesan saja!" Dimas pun menarik Dinda agar kembali tidur di sampingnya.Dinda yang terkejut pun akhirnya kembali berbaring di samping Dimas."Aku harus bangun," kata Dinda lagi sambil berusaha untuk bangkit kembali."Nanti saja, temani aku tidur sebentar lagi saja," pinta Dimas.Dimas sedang malas untuk berangkat ke kantor berhadapan dengan banyaknya pekerjaan.Melelahkan sekali.Suara ponsel Dinda pun berdering membuatnya pun segera melepaskan diri dari pelukan Dimas."Kenapa kau lebih perduli pada ponsel mu?" tanya Dimas yang kesal pada Dinda."Apaan sih? Kamu makin hari makin nggak jelas!" gerutu Dinda dan segera meraih ponselnya yang tergeletak asal di sampingn
Baca selengkapnya

Bab 76

Dimas pun tidak bisa diam saja.Dia pun segera mencari keberadaan Dinda sendiri.Percuma mengandalkan Gilang yang menurutnya sangat tidak becus itu.Sampai satu jam berlalu Dimas terus mencari Dinda hingga ke rumah orang tuanya tapi tidak ada.Membuat Dimas semakin pusing dan tak bisa berpikir jernih.Sampai akhirnya dia melihat Dinda duduk di sisi jalanan menikmati es krim bersama dengan Kiara.Dimas pun menepikan mobilnya dan segera turun untuk menghampiri.Dinda yang tengah menikmati es krim di tangannya pun mulai melihat siapa yang berdiri di hadapannya.Huuuufff!Dinda pun menarik napas panjang kala melihat Dimas yang menghampirinya."Dinda, aku duluan," pamit Kiara."Kemana? Aku ikut!" kata Dinda dan ingin menyusul Kiara.Tetapi Dimas langsung memegang lengannya membuat langkah kaki Dinda pun harus terhenti."Mau kemana?" tanya Dimas."Mau jauh-jauh dari kamu, aku pusing setiap hari harus ribut sama kamu.Belum lagi sikap tempramental mu yang bikin aku muak!" jawab Dinda.Dinda
Baca selengkapnya

Bab 77

"Ish, ngapain sih ngeliatin aku begitu?" kesal Dinda merasa semakin tidak nyaman dengan tatapan mata Dimas.Sedangkan Dimas hanya diam saja sambil terus memperhatikan Dinda yang tengah fokus memasak.Akhirnya Dinda berhasil membuat beberapa masakan meskipun kesal karena Dimas terus saja memperhatikan dirinya.Hingga kini sudah tersaji di meja makan.Itupun Dimas masih saja mengikuti langkah kaki Dinda kemanapun Dinda berjalan.Entahlah.Menurut Dinda sepertinya Dimas butuh psikiater atau psikolog atau bahkan orang pintar agar membuat otaknya lebih baik.Dan Dinda pun langsung mengisi piring Dimas terlebih dahulu sebelum mengisi piringnya."Kenapa kamu pinter masak?" tanya Dimas sambil mulai mengunyah makanannya."Aku ini pembantu, sering juga ikut Ibu untuk masak di rumah keluarga Hermawan," jawab Dinda.Dimas pun mengangguk mengerti."Dulu juga aku sering masak kamu aja nggak tahu.Tahunya marah terus sama semua pembantu," omel Dinda.Mengingat Dimas yang hanya bisa marah-marah.Bahk
Baca selengkapnya

Bab 78

"Ngapain sih nempel mulu?! Memangnya kamu nggak kerja?" Dinda kesal sekali pada Dimas yang mendadak berusaha untuk mendekatinya.Bahkan saat mencuci piring saja harus sedekat ini.Bagaimana mungkin Dinda bisa segera menyelesaikan pekerjaan jika Dimas terus melingkarkan tangannya pada perut Dinda.Belum lagi napas hangat pria itu berhembus di tengkuk leher Dinda.Rasanya seperti ada yang membiusnya dan membuatnya menjadi tidak karuan saja."Sana jauh-jauh!" Dinda pun melepaskan diri sampai akhirnya ponsel Dimas berbunyi.Saat itu Dimas pun segera menjawabnya dan menjauh dari Dinda.Membuat Dinda merasa lega.Tapi Dinda melihat raut wajah Dimas begitu serius berbicara dengan seseorang di sana.Tetapi, Dinda tidak perduli sama sekali.Hingga Dimas pun kembali menghampirinya."Aku ke kantor sebentar, kamu di rumah saja," kata Dimas.Dinda pun mengangguk setuju rasanya bebas tanpa Dimas yang terus saja berusaha untuk dekat dengan dirinya.Namun, saat sebelum pergi Dimas kembali menghampir
Baca selengkapnya

Bab 79

Dinda yang berada di rumah pun akhirnya mendapatkan apa yang dia cari.Kotak obat.Bahkan sudah membalut tangannya dengan perban kecil.Tak lama berselang Dinda mendengar suara langkah kaki yang semakin mendekat padanya.Dia pun menebak jika itu adalah Dimas.Dinda memilih diam sambil duduk di sofa dengan televisi berukuran besar menyala di depannya."Kamu sedang apa?" tanya Dimas yang kini duduk di samping Dinda.Ah, tebakan Dinda benar sekali.Tapi belum sempat menjawab Dimas sudah melihat tangannya."Tangan kamu kenapa?" tanya Dimas lagi dengan tatapan mata yang tertuju pada perban di tangan Dinda.Sebelumnya tidak ada.Setelah itu Dimas ikut duduk di samping Dinda."Kamu nggak tahu ini apa? Ini perban!" jawab Dinda dengan malas.Tentunya malas karena secara tidak langsung Dimas yang menjadi penyebabnya."Maksudnya kenapa?" tanya Dimas lagi."Tadi ada sedikit kecelakaan kecil waktu cuci piring," jawab Dinda.Tentu saja karena terkejut dengan sikap Dimas yang begitu aneh.Tetapi, ti
Baca selengkapnya

Bab 80

"Sedikit-sedikit ketawa, nggak jelas banget!" gerutu Dinda.Dimas tidak perduli pada ucapan Dinda.Saat itu juga Dinda memilih untuk segera pergi menuju kamar.Tidak baik untuk kesehatan berlama-lama bersama Dimas.Selain karena dirinya yang selalu tegang, Dinda juga bisa mati berdiri karena jantungan akibat perlakuan Dimas yang aneh.Aneh menurut Dinda yang tidak terbiasa."Dinda, kamu mau ke mana?" tanya Dimas yang melihat Dinda pergi."Mau menyelesaikan tugas kampus!" jawab Dinda asal.Apapun alasannya ia harus menghindari dirinya dari Dimas.Benar saja Dimas tak lagi bertanya apa lagi mengganggu Dinda yang kini berada di dalam kamar.Dinda pun sibuk dengan ponsel barunya.Dengan terpaksa harus menerima ponsel dari Dimas karena kebutuhan.Sedangkan Dimas sibuk dengan laptopnya di ruang santai ditemani dengan secangkir kopi.Dua jam kemudian.Dimas melihat arah pintu kamar yang terbuka setengahnya.Perlahan Dimas pun bangkit dari duduknya dan berjalan menuju kamar ternyata Dinda sed
Baca selengkapnya

Bab 81

"Kita belanja apa sekarang?" tanya Dimas.Sebab, sejak tadi Dinda hanya duduk diam di sampingnya.Pikiran Dinda masih saja melayang jauh karena perlakuan Dimas yang sangat berbanding terbalik dengan sebelumnya.Bahkan Dimas terkesan menghindari perdebatan padahal Dinda sadar yang sering kali memancing keributan."Keperluan dapur dulu," jawab Dinda.Dimas pun mengerti dan mencari tempat perbelanjaan terdekat.Apa lagi hari sudah gelap.Bahkan Dimas juga membuka pintu mobil untuk Dinda.Setelah sampai di sebuah pusat perbelanjaan.Dimas membantu mendorong troli belanja.Sedangkan Dinda sibuk memilih barang yang dia butuhkan.Dinda tidak pusing dalam kebingungan karena sudah terbiasa dengan urusan dapur.Bahkan Dinda sendiri sudah sering kali bersama dengan Kinara membantu berbelanja untuk keluarga Hermawan.Jadi Dinda benar-benar tahu barang-barang seperti apa yang harus dia beli.Bagus, berkualitas dan tidak perduli harga.Terkadang Dinda tidak mengerti mengapa orang kaya bisa membeli
Baca selengkapnya
Sebelumnya
1
...
678910
...
27
DMCA.com Protection Status