"Kita belanja apa sekarang?" tanya Dimas.Sebab, sejak tadi Dinda hanya duduk diam di sampingnya.Pikiran Dinda masih saja melayang jauh karena perlakuan Dimas yang sangat berbanding terbalik dengan sebelumnya.Bahkan Dimas terkesan menghindari perdebatan padahal Dinda sadar yang sering kali memancing keributan."Keperluan dapur dulu," jawab Dinda.Dimas pun mengerti dan mencari tempat perbelanjaan terdekat.Apa lagi hari sudah gelap.Bahkan Dimas juga membuka pintu mobil untuk Dinda.Setelah sampai di sebuah pusat perbelanjaan.Dimas membantu mendorong troli belanja.Sedangkan Dinda sibuk memilih barang yang dia butuhkan.Dinda tidak pusing dalam kebingungan karena sudah terbiasa dengan urusan dapur.Bahkan Dinda sendiri sudah sering kali bersama dengan Kinara membantu berbelanja untuk keluarga Hermawan.Jadi Dinda benar-benar tahu barang-barang seperti apa yang harus dia beli.Bagus, berkualitas dan tidak perduli harga.Terkadang Dinda tidak mengerti mengapa orang kaya bisa membeli
Dinda tidak ingin merebut kebahagiaan Moza.Bagaimana pun Moza adalah anak Dimas sedangkan dia hanyalah orang baru.Dinda langsung bersembunyi saat melihat Moza berjalan ke arah Dimas.Menghindari perkelahian yang pastinya akan terjadi.Dinda tidak mau menjadi perusak hubungan antara ayah dan anak itu.Bahkan Dinda masih bisa mengingat dengan jelas seperti apa bahagianya Moza saat bersama dengan sang ayah.Berbeda jauh jika ada dirinya diantara mereka, hanya ada sebuah hinaan yang keluar dari mulut Moza.Dinda sadar hanya menjadi beban di dalam hidup sahabatnya Moza.Jika saja bisa Dinda juga sudah memilih untuk pergi.Sayangnya bukan pergi yang kini menjadi pilihannya.Malahan didesak untuk segera mengandung darah daging keluarga Hermawan.Ini semakin membingungkan saja.Ting!Ponsel Dinda pun berbunyi membuatnya tersadar dari pikirannya.Ternyata Dimas yang menghubungi dirinya."Halo," jawab Dinda sambil melihat sekitarnya.Dinda sedang menunggu angkutan umum untuk ditumpangi di sis
Pagi-pagi sekali Dinda sudah menyiapkan sarapan pagi.Bahkan Dinda sudah memakai pakaian untuk berangkat ke kantor.Setelah itu dia pun kembali ke kamar untuk membangunkan Dimas.Tetapi ternyata Dimas sudah bangun bahkan sedang berada di dalam kamar mandi.Gegas Dinda menuju almari dan mengambil setelan kerja untuk Dimas.Tak lama berselang Dimas pun selesai mandi dan kini berjalan keluar dari kamar mandi."Mas, udah siap mandi?" tanya Dinda dengan senyuman manisnya.Dimas pun mengangguk dan merasa sedikit aneh dengan sikap Dinda.Bahkan Dinda langsung berjalan ke arah Dimas dan membantunya memakaikan kemeja.Dinda tampak sangat menikmati apa yang dia lakukan.Tetapi, Dimas malah bertanya-tanya apakah yang terjadi pada Dinda."Selesai, kita sarapan yuk," kata Dinda masih dengan senyuman manisnya.Dimas pun mengangguk dan menurut saja mengikuti Dinda menuju meja makan.Seperti biasanya Dinda mengisi piring Dimas dengan makanan dan lauk-pauknya."Ayo, Mas dimakan," Dinda tersenyum sambi
Dimas pun memijat pelipisnya mengingat saat Moza mengatakan keinginannya.Tahu bahwa putrinya itu sangat menginginkan keluarga yang utuh namun keadaannya sekarang tidak memungkinkan untuk kembali.Terlalu rumit dan tak ada celah untuk bisa bersama kembali dengan Megan.Sampai akhirnya Dinda pun kembali ke ruangan Dimas.Pikiran Dimas pun kini mulai menepi dan memperhatikan Dinda yang berjalan semakin mendekat padanya.Dimas bahkan mengingat sebelumnya Dinda berbisik sudah selesai datang bulan."Mas," Dinda pun kembali duduk di pangkuan Dimas.Melingkarkan tangannya pada pinggang Dimas dan tersenyum manja.Membuat Dimas menatap Dinda dengan perasaan yang menggebu-gebu bercampur dengan sejuta tanya yang membutuhkan jawaban.Tetapi, Dimas masih memilih diam membiarkan Dinda melakukan apapun yang dia inginkan.Ini adalah suatu hal yang sangat mengejutkan dan belum pernah terjadi namun juga sangat membahagiakan sekali bagi Dimas.Tangan Dinda bergerak memainkan kancing kemeja Dimas seakan
Rasanya sangat melelahkan dan sekujur tubuh Dinda terasa sangat remuk karena Dimas yang menggila.Tapi saat ini tidak ada waktu untuk beristirahat walaupun hanya sekedar menarik napas.Dengan segera Dinda masuk ke dalam kamar mandi untuk membersihkan tubuhnya.Dimas hanya diam sambil memperhatikan gerak-gerik Dinda yang tampak sangat terburu-buru.Tidak begitu lama Dinda sudah keluar dari kamar mandi dengan balutan handuk di tubuhnya.Begitu juga dengan memakai pakaiannya.Dinda begitu terburu-buru hingga sesaat kemudian Dinda pun melihat ke arah ranjang.Bukankah biasanya Dimas sudah memberikan uang jika sudah selesai memberikan kepuasan?Dinda pun melihat Dimas yang duduk di sofa dan ternyata pria itu juga tengah menatap dirinya.Tapi saat ini Dinda tidak perduli apapun yang ada di dalam pikiran Dimas."Mas, bayaran ku mana?" tanya Dinda secara langsung.Dinda sudah menurunkan harga dirinya demi sebuah bayaran.Artinya saat ini Dimas harus memberikan apa yang dia butuhkan.Ya itu ua
Dinda berjalan dengan lelah sekujur tubuhnya benar-benar terasa remuk.Tapi Dinda merasa lega setelah membantu membayarkan uang untuk pengobatan Ibu sahabatnya.Ingin sekali Dinda merebahkan tubuhnya saat ini juga.Tetapi tidak mungkin di lantai.Akhirnya Dinda pun terus berjalan memaksakan kakinya menyelusuri lorong-lorong rumah sakit untuk segera pulang.Namun, tiba-tiba saja lutut Dinda bergetar hebat membuatnya pun segera melepaskan sepatu hak tingginya.Memilih berjalan tanpa alas kaki."Sini, Mas gendong," kata Dimas tiba-tiba.Dinda pun tersentak kaget dan langsung melihat asal suara.Dimas berdiri di hadapannya.Tapi mengapa bisa ada Dimas di sana juga?Dinda bingung setengah mati memikirkan sesuatu hal yang membuatnya semakin pusing."Ayo," Dimas pun berjongkok agar Dinda segera naik di atas punggungnya."Mas, kok di sini?" "Mas, minta kamu naik ke punggung. Bukan bertanya," ujar Dimas.Dinda pun menimbang apa yang dikatakan oleh Dimas."Tapi malu, kalau di lihat orang," kat
Dinda pun akhirnya terlelap dalam tidur tanpa perduli lagi pada Dimas.Matanya terlalu mengantuk karena tubuh pun sangat lelah dan butuh sedikit mengisi tenaga agar kembali segar.Dimas yang kini memarkirkan mobilnya melihat Dinda yang benar-benar terlelap.Akhirnya Dimas pun memutuskan untuk mengangkat Dinda agar tidak terbangun karena merasa kasihan.Namun, ternyata Dinda sudah terlebih dahulu membuka matanya.Melihat Dimas yang begitu dekat dengan dirinya."Mas, ngapain?" Dinda pun menyadari bahwa mereka sudah sampai, "udah nyampe," kata Dinda lagi.Tapi saat itu Dimas pun segera mengangkat tubuh Dinda.Dinda yang terkejut pun segera melingkarkan tangannya pada leher Dimas."Mas, ngapain?" Dinda pun melihat sekelilingnya, "turunin!" pinta Dinda."Memangnya kamu kuat berjalan?""Kuat!""Mas, yang nggak kuat," ujar Dimas sambil terus melangkahkan membawa Dinda masuk ke dalam lift agar sampai di unit apartemen."Nggak kuat apa?" tanya Dinda bingung."Nggak kuat liat kamu jalan kesulit
"Mas!" Dinda pun menahan tangan Dimas yang mulai berkeliaran di sekujur tubuhnya.Sejenak Dimas dan Dinda saling beradu pandang dengan jarak yang begitu dekat.Wajah keduanya hanya berjarak beberapa sentimeter saja.Bahkan keduanya seakan saling bertukar napas yang sama-sama menggebu.Tapi sesaat kemudian Dimas pun perlahan semakin mendekati bibir Dinda perlahan mulai melumatnya.Tapi Dinda pun menjauhkan dirinya.Namun, Dimas kembali menarik tengkuknya seakan tidak ingin menjauh.Saat itu tidak lagi ada penolakan yang seperti awalnya.Lebih baik menikmati sentuhan lembut Dimas yang mampu membuatnya merasa menemukan sebuah kebahagiaan yang tiada tara.Hingga sampai pada puncaknya terlihat napas keduanya mulai ngos-ngosan karena olah raga panas yang mereka lakukan.Namun, sepertinya Dimas tidak bisa untuk berhenti begitu saja.Sadarkan Dimas mulai candu akan Dinda?Bahkan tidak ada rasa bosan untuk mengulangi lagi dan lagi.Bahkan kini pun Dimas kembali melumat bibir Dinda.Sedangkan D
Kadang kala mendengar kebagian orang lain kita juga ingin merasakan seperti mereka. Namun, saat bahagia itu tiba tentu saja ada perjalanan yang penuh kerikil yang harus dilewati. Begitu pun juga dengan Dinda, awalnya dia juga menolak pernikahan paksa ini. Tapi takdir tetap saja membawanya untuk menjalaninya. Pernikahan yang tidak dia inginkan itu pula yang membawanya bertemu pada kedua orang tuanya. Hingga sadar bahwa dia tak lagi sendirian melewati semuanya. Belum lagi cinta dan kasih sayang yang diberikan oleh Dimas begitu besar. Meskipun perbedaan usia yang terbilang cukup jauh tapi bukan menjadi masalah untuk hidup terus berdampingan. Hingga kini mereka memiliki anak kembar yang lucu dan menggemaskan. Meskipun Dinda adalah ibu tiri untuk sahabatnya sendiri, tapi tidak membuat kedua merasa canggung. Moza yang awalnya menentang pernikahan ayahnya dan sahabatnya memilih untuk berdamai dengan keadaan. Apa lagi kenyataan pahit yang harus dia terima, bukan anak kan
Tuuut!!! Terdengar suara kentut yang cukup keras dan berasal dari Dinda. Membuat baby twins D seketika terjaga dan menangis keras. Padahal sudah payah Dinda menidurkan kedua bayinya itu. Tapi karena perkara kentut yang tak bisa dikondisikan malah membuat kedua bayi itu terusik. "Sayang," Dimas yang telah menunggunya sejak tadi di kamar pun memilih untuk segera menyusul ke kamar anaknya. Ternyata kedua anaknya tengah menangis keras. "Ada apa? Apa anak-anak rewel?" tanya Dimas. "Ini gara-gara kentut, tadi mereka udah tidur. Tapi Dinda malah kentut, mana suaranya keras banget. Bikin anak-anak kebangun," kesal Dinda. "Ahahahhaha," Dinda pun tertawa lucu mendengar ucapan Dinda, "kamu ini ada-ada saja, ayo tidurkan anak-anak dengan cepat, apa iya kita kalah sama pengantin baru itu," ujar Dimas. "Pengantin anak itu?" Dinda sepertinya bingung dengan maksud Dimas. "Sahabat mu itu dan Chandra, itu saja tidak tau!" "O, kirain tadi siapa. Ya, biarin aja mereka kan udah lam
"Baiklah, kamu tidur duluan, Mas mandi dulu, gerah," kata Chandra. Kiara mendengar suara gemerincing air dari kamar mandi. Saat itu Kiara pun segera keluar dari kamar. Dia pun pergi ke kamar Ibunya yang bersebelahan dengan kamarnya. "Ada apa?" tanya Diana. Awalnya Diana mengira jika saja Kiara sudah tidur. Ataupun mungkin saja terjadi hubungan antara suami dan istri dan rasanya itu sangat wajar. "Apa Mikayla rewel, Bu?" tanya Kiara yang hanya ingin membuat sebuah pertanyaan asal. Padahal dia sudah melihat sendiri jika saat ini anaknya tengah begitu terlelap dalam tidur di atas ranjang dengan Farhan yang juga berbaring di sampingnya. "Cucu Ibu baik-baik saja, kamu mendingan balik ke kamar mu, biasanya juga cucu Ibu tidurnya sama, Ibu," ujarnya. Karena Mikayla tidak minum asi, sehingga tidak sulit jika pun terus bersama dengan dirinya. "Oh," Kiara bingung harus beralasan apa lagi agar tetap berada di sana. Tapi jika bisa dia ingin tidur di kamar ini saja bersama
Kiara pun kini sudah berada di dalam kamar setelah pesta selesai. Malam ini semua keluarga menginap di hotel milik keluarga Chandra. Dimana pesta pun dilangsungkan di hotel tersebut. Kiara tidak tau apa yang terjadi padanya hari ini akan membawa kebahagiaan atau tidak nantinya Dia hanya sedang berjuang untuk putrinya, untuk terus bersama. Kini dia sedang berada di dalam kamar mandi, setelah selesai segera keluar dengan memakai piyama dan handuk putih yang membalut rambutnya. Saat itu matanya pun tertuju pada sebuah kado milik Dinda yang ada di sudut kamar. Dia sudah penasaran sejak tadi, apa lagi kini hanya sendiri saja di kamar. Membuatnya pun segera mengambilnya dan membawanya ke atas ranjang agar dia bisa duduk dengan nyaman. Tangan Kiara tampak bergerak melepaskan pita kado, kemudian bergerak membuka kotaknya. Mata Kiara pun melebar sempurna setelah melihat apa yang ada di hadapannya. "Tisu ajaib?!" tanya Kiara yang bingung. Meskipun sebelumnya sudah pernah
"Kamu masih ragu?" "Aku nggak tau, soalnya kamu aneh." "Kenapa begitu?" "Entahlah, tapi Mas boleh ngomong langsung ke Ibu dan Ayah. Kalau mereka setuju, Kiara juga setuju." *** Seperti yang dikatakan oleh Kiara, Chandra pun langsung berbicara pada kedua orang tua Kiara mengenai keinginan untuk rujuk kembali dengan Kiara. Dengan cara baik-baik tanpa ada beban yang tersimpan. "Diana, Farhan, terlepas dari masa lalu kita. Kini Kiara adalah ibu dari anak ku. Aku ingin anak ku dibesarkan di lingkungan yang baik-baik, memiliki orang tua yang lengkap." "Untuk itu aku mohon dengan sangat untuk mengijinkan aku dan Kiara menikah lagi, aku pun akan membahagiakannya," pinta Chandra. Farhan dan Diana pun tidak dapat lagi berkata-kata, sebab sudah menyaksikan sendiri seperti apa menderitanya Kiara selama beberapa bulan ini hamil tanpa suami. Mana mungkin dia kembali membiarkan putrinya kehilangan bayinya yang dibawa oleh Chandra. Sebab, kembali bersama adalah cara satu-satunya untuk men
"Boleh saya masuk?" tanya Chandra yang kini berdiri di depan pintu kamar. Kiara pun bingung harus menjawab apa. Iya atau tidak? Apa lagi kini keduanya hanya orang asing, bagaimana mungkin hanya berdua saja di dalam kamar tersebut. "Masuk saja," sahut Diana yang muncul dari arah belakang dan kini dia telah masuk terlebih dahulu dengan membawa makanan hangat untuk putrinya, Kiara. Sesaat kemudian Diana pun segera keluar dan kini Chandra pun mulai melangkah masuk. Kedua tangannya tampak memegang paper bag berisi perlengkapan bayi. Mulai dari susu, diapers, tisu, pakaian bayi dan lainnya. Kiara juga merasa tidak mampu untuk membeli susu formula dengan harga yang begitu mahal. Karena anaknya tidak tidak bisa minum susu formula sembarangan. Selain untuk perkembangan juga karena alergi. Kiara semakin stres memikirkan uang untuk bisa membeli susu formula untuk anaknya sendiri. "Boleh saya menggendongnya?" tanya Chandra lagi. Kiara pun perlahan memberikan pada Chandra
"Hay," Dinda dan Moza pun menjenguk Kiara dan bayinya yang sudah dibawa pulang ke rumah. Tentunya perasaan Kiara kini begitu bahagia melihat wajah bayi mungilnya yang sangat menggemaskan. "Kamu kapan hamilnya?" tanya Moza yang begitu penasaran. "Tau-tau udah lahiran aja," Dinda pun ikut menimpali. Kiara pun tersenyum mendengar ucapan kedua sahabatnya itu. Dia juga menyadarinya tapi selama hamil dia hanya di rumah saja menikmati kesendiriannya. Sedangkan dua sahabatnya juga sibuk dengan mengurus bayi mereka, bahkan sambil kuliah juga. Kegiatan yang begitu padat membuat mereka benar-benar hanya fokus pada kesibukan masing-masing. Berbeda dengan Kiara yang hanya di rumah saja hingga mereka tidak pernah bertemu. Apa lagi rumah mereka yang cukup berjauhan. "Pantesan waktu aku lahiran kamu gemukan, taunya isi," Moza pun mengingatkan kembali saat itu. Begitu juga dengan Dinda yang tidak lupa saat itu sempat berkomentar tentang penampilan Kiara dan bentuk tubuh yang berbed
Chandra tidak lagi peduli akan status perceraian mereka berdua. Kini dia harus melihat keadaan putrinya, menjaganya hingga nanti akhirnya dokter mengatakan sudah bisa dibawa pulang. Bahkan Chandra pun tidak peduli pada Diana dan Farhan yang selama ini menentang hubungan antara dirinya dan juga Kiara. Sebab, Chandra sudah terlalu merasa bersalah pada bayinya. Bayi yang lucu itu dia beri nama Mikayla Chandra Winata. Bahkan Chandra tidak mempertanyakan sama sekali kebenaran tentang dirinya yang ayah kandung bayi itu atau bukan. Karena Chandra bisa melihat wajahnya dalam wajah bayi itu. Jika pun Kiara yang tiba-tiba mengatakan bahwa itu bukan bayinya nanti, justru Chandra yang tidak percaya. "Kiara, biarkan bayi itu bersama ku saja, aku yang akan merawatnya, dan membesarkannya," pinta Chandra. Chandra akan melakukan segala cara untuk bisa menebus kesalahannya terhadap bayinya. Sebab, baru mengetahui saat bayi itu lahir. Bahkan setiap kali melihat bayi Mikayla seketik
Chandra tidak ingin banyak bertanya untuk apa uang yang diminta oleh Kiara. Bahkan dia juga cukup terkejut melihat nama Kiara yang muncul dilayar ponselnya. Awalnya Chandra tak percaya, tapi begitulah adanya. Bahkan saat sedang rapat pun dia tetap menerima panggilan telepon. Mungkin jika bukan Kiara yang menghubungi dia tak akan menjawab karena masih dalam rapat penting. Dan untuk mendengar suara Kiara saja rasanya sangat dirindukannya. Walaupun hanya sebentar saja mendengarnya. Bahkan dia langsung mengirimkan uang tanpa tau sebenarnya berapa banyak uang yang dibutuhkan oleh Kiara. Apakah uang itu cukup atau tidak. Chandra tidak tau. Hingga akhirnya kini Chandra selesai rapat. Dia duduk di ruangannya dengan perasaan yang penuh tanya. Dia ingin menghubungi Kiara kembali, tetapi ragu. Akhirnya dia pun hanya diam sambil terus memikirkan tentang Kiara. Bahkan kini sudah malam tapi dia masih saja berada di kantor dengan perasaan yang tidak tenang tanpa sebab yang