Semua Bab Baby Triplets Milik Om Tampan: Bab 121 - Bab 130

389 Bab

Kecemasan Seorang Suami

Kata-kata Dokter Teodora terasa memutari isi kepala Sebastian. Dia termenung menatap istrinya yang tertidur nyenyak. Untuk kali pertama dia melihat Shela tidur se-nyenyak ini. Bahkan jam masih menunjukkan pukul tujuh malam. Hujan deras mengguyur bumi. Rumah sepi saat si kembar, Tino dan Tiano diboyong oleh Stevani, menyisakan Tiana yang kini duduk di samping Sebastian. "Papi, Mami kapan bangunnya?" tanya anak itu sedih. "Biarkan Mami tidur, Sayang." Sebastian mengusap pucuk kepala Tiana. "Tiana tidur di samping Mami, gih..." "Tidak mau. Tiana mau jagain Mami sama Papi," jawab anak itu meringkuk membetulkan posisi kaca matanya. Telapak tangan mungil Tiana mengusap perut Shela yang jauh di bawah hangatnya selimut. "Papi, adik nakal, ya?" tanya anak itu tiba-tiba. "Sampai membuat Mami sakit?" Kali ini Tiana mendongak menatap wajah Papinya yang sedih. Dan Sebastian mengangguk, bayi itu memang nakal. Dia membuat Mamanya sakit hingga seperti ini, bagaimana mungkin anak itu tidak bert
Baca selengkapnya

Bayi Kita, Telah Tiada

Menggugurkan Anak itu. Sebastian tidak sejahat itu untuk mengatakannya dengan sangat tega. Laki-laki itu menggelengkan kepalanya di hadapan Shela yang menangis. Sebastian menekuk lututnya. Dia menggenggam kedua tangan sang istri dengan hangat. "Tidak, bukan itu maksudku. Aku hanya tidak ingin melihatmu seperti ini, Shela." Sebastian mengulurkan tangannya mengusap air mata di pipi Shela. Dari tatapan dan wajah cantik yang kini terlihat tersiksa, Shela berkeras kepala mempertahankan semuanya. "Biarkan semuanya berlalu, kalau dia bertahan maka aku akan kuat. Kalau pun tidak, jangan memaksanya untuk pergi," ujar Shela menggeleng-gelengkan kepalanya. Wanita itu memeluk Sebastian dengan erat, tangisannya tak bersuara dan dia meletakkan kepalanya di pundak Sebastian dengan sangat pelan. "Istirahatlah, aku buatkan minuman hangat, ya?" Sebastian mengusap punggung Shela dengan lembut. Tiana yang berada di sana, anak itu diam dengan wajah sedih. Dia takut mendekati Maminya saat tahu Mamin
Baca selengkapnya

Peluk Aku Erat-erat

Ruangan hangat dengan aroma obat-obatan menyengat indra milik Sebastian. Bulu kudu merinding sekujur tubuh saat dokter mempersilakan dia masuk ke dalam sebuah ruangan. Para perawat sibuk membersihkan ruangan itu dari aroma anyir yang ada. Di sana dia melihat Shela yang terbaring dengan alat bantu napas dan wajahnya amat sangat pucat, dia hanya mengeluarkan kepalanya dengan mulut sedikit terbuka dan napasnya yang naik turun. "Tuan bisa menemani Nyonya," ujar Dokter Teodora menatap Sebastian. Sebastian mengangguk lemah, dia berjalan mendekati Shela. Wanita itu menutup matanya dan merasakan lembutnya telapak tangan Sebastian mengusap wajahnya yang berkeringat dingin. Kedua mata itu terbuka dengan lemah. Shela menatap wajah Sebastian dengan tatapan tak mampu. "Jangan bicara apapun," bisik Sebastian menggenggam tangan Shela dan mengecupnya. "A-anak kita," lirih Shela napasnya terputus-putus. "Ssshhtttt, diamlah Shela." Shela mengangguk lemah, ia menarik sekuat tenaga tersisa memelu
Baca selengkapnya

Tiana dan Aldrich Hubert

"Mami, Tiana kangen Mami..." Tiana, anak itu duduk sendirian di bangku taman sekolahnya. Dia tidak mau masuk ke dalam kelas, dan semua guru-guru di sana sudah paham dengan kebiasaan Tiana. Tidak ada orang yang berani memarahinya, karena Tiana juga kurang terbiasa bergaul dengan banyak teman-temannya. Anak itu membawa untaian bunga-bunga dari rumput liar yang tumbuh di sekitar sana. Tiana menundukkan kepalanya dan mengusap air matanya. "Kau baik-baik saja, Tiana?" Suara anak laki-laki yang tidak asing di telinga Tiana. Hanya dia satu-satunya teman Tiana di sekolah, meskipun berbeda tempat. "Tidak," jawab Tiana menggeleng-gelengkan kepalanya. "Aku menangis." Tiana mendongakkan kepalanya menatap Aldrich yang berdiri di depannya. Anak laki-laki itu menghela napasnya pelan. "Ck, cengeng sekali. Pantas saja kembaranmu selalu memarahimu, kau cengeng sih," ujar anak laki-laki itu mengusap pipi Tiana. Keduanya menatap sekitar, tempat itu sangat sepi karena masih jam sekolah. "Kenapa k
Baca selengkapnya

Tuan Muda Pembuat Onar

"Ayo ke sana, lihat di sana banjir Tiana!" Aldrich menarik lengan Tiana dan mengajaknya bermain air di bawah derasnya hujan. Mereka berdua kabur dari sekolah saat hujan turun dan hujan-hujanan keluar area sekolah. Tentu saja Tiana tidak menolaknya, dia juga ingin merasakan kebebasan bermain dan bersenang-senang seperti anak-anak seumurannya yang bebas."Aldrich, pegang tangan Tiana," pinta anak itu mengulurkan tangannya. "Awas hati-hati, pasti tidak nyaman ya?" Aldrich mengusap kaca mata Tiana yang basah. Berulang kali anak perempuan itu mengucek matanya dan membersihkan kaca mata yang dia pakai. "Ayo main ke sana lagi!" Tiana menarik lengan Aldrich dan mengajaknya berjalan-jalan di jalanan aspal di dalam kawasan pekarangan luas menuju kediaman keluarga Hubert. Tempat itu sangat dingin, karena tidak ada rumah di sisi kanan dan kirinya, hanya ada pepohonan dan tanaman-tanaman saja. Dan pekarangan seluas itu milik keluarga Hubert yang sengaja tidak dibangun apapun, namun tetap dibu
Baca selengkapnya

Si Kembar yang Sangat Posesif

Hari sudah senja, bahkan Morsil berpamitan pulang dan Shela sendirian di dalam kamar inapnya. Dalam kesunyian seperti yang ia rasakan kini, barulah Shela merasakan dia benar-benar sudah kehilangan calon bayinya. Shela menatapi hujan di luar dari jendela kamar inap, wanita itu mengusap perutnya yang sudah tidak sakit lagi. "Maafkan Mami, sejauh ini Mami sudah berusaha agar kau bertahan," gumam Shela memejamkan matanya pelan. Di tengah Shela meresapi kesepiannya, barulah ia mendengar suara langkah kaki di depan pintu. Sosok Sebastian berjalan masuk ke dalam sana dengan mengibaskan mentelnya yang setengah basah. "Kau sudah kembali, dari mana saja?" tanya Shela dengan nada cemas. "Menjemput Tiana, dia ada bersama Aldrich di mansion Keluarga Hubert," jawab Sebastian, laki-laki itu mengembuskan napasnya panjang. "Ya ampun, bagaimana bisa Tiana ada di sana?" seru Shela menutup mulutnya. "Huhhh... Entahlah, mereka hujan-hujanan dan hilang dari jam sekolah." Penjelasan sang suami sema
Baca selengkapnya

Tino Vs Aldrich

Beberapa Hari Kemudian. "Mami... Kita kangen banget sama Mami!" "Eumm, Mamiku!" Tiano dan Tiana berebut memeluk Shela yang baru saja pulang dari rumah sakit. Anak-anak itu mendusal dalam pelukan sang Mama yang sama rindunya dengan mereka. Sampai tiba akhirnya perhatian Shela teralihkan pada Tino yang hanya diam saja, di belakang anak itu ada Aldrich yang berdiri membawa sebuah buquet bunga mawar merah untuk Shela. "Wahh, ada Aldrich juga," sapa Shela tersenyum manis pada anak laki-laki itu. "Halah Mam, dia tidak pernah pulang-pulang! Sampai jenuh aku melihatnya. Caper terus ke Tiana!" sinis Tino dengan melirik Aldrich penuh permusuhan. "Eh, jangan begitu Tino..." Shela mengusap pucuk kepala putranya. Aldrich, anak laki-laki itu tersenyum manis mendekati Shela dan memberikan buquet bunga yang dia bawa untuk Shela. "Ini Tante, maaf ya aku dan Mama tidak bisa menjenguk Tante di rumah sakit. Mama sibuk terus," ujar anak itu dengan sangat ramah. "Ya ampun, terima kasih ya, Aldric
Baca selengkapnya

Takdir yang Dicintai

Hari ini Tiana tidak pergi ke sekolah. Dia ingin bermanja-manja dengan Shela dan sulit sekali bagi semua orang untuk membujuknya bersekolah hari ini. Untung saja kedua saudaranya sangat mudah dan tidak aneh-aneh. Mereka pergi bersekolah dengan Papanya pagi tadi. "Sayang, kalau tidak sekolah, Tiana belajar sendiri dong... Ayo belajar membaca sama Mami," ajak Shela duduk di sofa ruang keluarga. "Mami," lirih Tiana membawa buku cerita miliknya dan duduk di hadapan Shela. "Mam, Adik benar-benar tidak ada ya?" Pertanyaan Tiana membuat Shela sedih, tapi perlu dia ingat kembali. Hal ini juga pasti membuat Tiana ikut bersedih. Shela menggelengkan kepalanya tegas. "Adik belum mau ikut dengan kita. Tiana tidak boleh sedih, Tiana masih punya tiga Kakak," ujar Shela terkikik geli. "Hem, tiga?" tanya anak itu, kedua bola matanya indah berbinar. "Iya, ada Tino, Tiano, dan Aldrich." Seketika dia tertawa kecil dan memeluk perut Shela. Lucu sekali bila Tiana mengingat tentang Aldrich, satu-sat
Baca selengkapnya

Tamu Tak Diundang

"Kenapa kalian berdua datang tidak bilang-bilang padaku, Ma, Pa." Sebastian menatap kedua orang tuanya yang tiba-tiba saja datang dan berkunjung ke rumahnya tanpa mengabari lebih dulu. Graham dan Monica pagi ini sudah berada di rumah Sebastian, mereka juga membawakan banyak sekali oleh-oleh untuk Cucu mereka. Si kembar yang kini bergabung duduk dalam pangkuan Kakek dan Neneknya. "Ya, Papa dengar kabar dari Ferdi, kalau Shela baru saja keguguran," jawab Graham dengan wajah sedih. "Maaf, kami baru bisa berkunjung." Shela menanggapi kebaikan hati Papa mertuanya dengan senyuman. "Terima kasih Pa. Shela tidak menyangka kalau Papa mau ke sini," jawab Shela tersenyum manis di bibir pucatnya. "Bagaimana bisa keguguran, Shela? Apa kau tidak berhati-hati?!" Monica menatap menantunya itu dengan tatapan tajam. Jari jemari tangan Shela meremas kuat rok panjang berwarna biru yang dia pakai. Shela berusaha tegar dan tetap tersenyum. "Ma, aku sudah berusaha untuk mempertahankan janinku. Tapi
Baca selengkapnya

Peringatan Terakhir dari Sebastian

'Apa yang terjadi di antara Shela dan Mama? Apa yang mereka bincangkan kemarin pagi?' Sebastian sibuk memikirkan hal itu. Semalaman ia tidak tidur hingga subuh-subuh hari, setengah enam dia duduk di teras samping sambil membawa kalung milik Mamanya, di mana sang istri memintanya untuk mengembalikan kalung itu pada Monica. "Huhh..." Sebastian memijit pangkal hidungnya pelan. "Papi," panggil sang buah hati lirih. Suara Tiana membuat Sebastian menoleh ke belakang. Anak perempuannya itu berdiri di tengah ambang pintu membawa selimut dan botol minum kesayangannya. "Sini Sayang. Kenapa sudah bangun?" Sebastian mengulurkan tangannya dan mengangkat tubuh Tiana sebelum dipangku. "Tiana ke bangun ke kamar Mami, tapi Papi tidak ada. Di ruangan kerja tidak ada juga, ternyata Papinya Tiana di sini," jawab anak itu dengan muka bantalnya. Sebastian tersenyum, dia mengecup pipi Tiana dan menutupkan selimut wol merah muda pada tubuh mungil sang putri. Anak itu menatap sekitar, di mana kabut mu
Baca selengkapnya
Sebelumnya
1
...
1112131415
...
39
DMCA.com Protection Status