Home / Romansa / Mendadak Sah / Chapter 1 - Chapter 10

All Chapters of Mendadak Sah: Chapter 1 - Chapter 10

84 Chapters

1. Mendadak Sah

Di depan ruang rawat inap rumah sakit, tampak seorang gadis tengah terduduk dengan lemas. Pandangan matanya tampak kosong dengan wajah yang begitu pucat. Sepinya lorong rumah sakit seolah mendukung suasana hatinya yang kelam. Gadis itu mencoba menarik napas dalam dan menghembuskannya pelan. Berusaha menenangkan dirinya dari rasa terkejut. Ingin rasanya dia menangis dan berteriak, tapi mulutnya seolah mendadak bisu. Lagi-lagi dia hanya bisa memendam perasaan sedihnya. Fasya, gadis itu masih terduduk sambil memainkan tangannya gelisah. Dia ingin lari sejauh mungkin, tapi dia tidak bisa meninggalkan orang yang ia sayangi di dalam ruang rawat inap itu. "Kakek," gumam Fasya mengusap wajahnya kasar. Saat kembali membuka mata, Fasya terkejut dengan keberadaan seorang pria yang berdiri di depannya. Dia mengangkat wajahnya dan menelan ludahnya gugup. Mendadak tenggorokannya terasa kering. Pria di hadapan Fasya mengulurkan sebuah botol air mineral. Dia bisa melihat ada raut kebing
Read more

2. Status Baru

Lima hari telah berlalu. Hari ini adalah hari terakhir di mana Kakek Farhat dan Kakek Faris dirawat di rumah sakit. Entah kenapa ikatan persahabatan mereka begitu kuat. Mereka sama-sama memiliki riwayat penyakit jantung. Setelah menggelar pernikahan cucunya lima hari yang lalu, kesehatan mereka juga berangsur membaik. Ada perasaan lega di hati Adnan dan Fasya melihat itu. Setidaknya pengorbanan mereka tidak sia-sia. "Ayo, suapan terakhir, Kek. Buka mulutnya." Fasya kembali menyuapi kakeknya. "Makasih ya, Nduk. Kakek sayang sama kamu." Kakek Farhat tersenyum dan mengelus kepala Fasya sayang. "Mulai sekarang Kakek harus janji untuk jaga kesehatan. Nenek sama Fasya nggak mau liat Kakek sakit lagi kayak gini." Fasya mengangguk setuju saat mendengar ucapan neneknya. "Pasti, Kakek akan jaga kesehatan. Kakek masih mau liat cicit Kakek nanti," ucapnya dengan terkekeh pelan. Fasya berdeham dan beranjak untuk meletakkan piring kotor di atas nakas. Dia memilih untuk menghindar
Read more

3. Sebuah Perjanjian

Di dalam mobil, Fasya tampak memainkan tangannya gelisah. Sesekali dia melirik Adnan yang tengah menyetir di sampingnya. Dia ingin bertanya tapi tidak tahu harus memulai semuanya dari mana. Begitu banyak hal yang harus mereka bicarakan karena ini menyangkut masa depan hidupnya. "Jadi?" tanya Fasha pada akhirnya. Adnan hanya melirik sebentar sebelum kembali fokus pada jalanan di hadapannya. "Untuk saat ini kita jalanin dulu sampai keadaan membaik," ucapnya. "Apa yang harus dijalanin?" tanya Fasya bingung. Adnan menghela napas kasar, "Pernikahan ini. Setidaknya di depan Kakek kita harus menjalankan peran suami-istri." "Kalau di belakang Kakek?" "Terserah kamu. Kita jalan sendiri-sendiri." Fasya tersenyum lega mendengar itu. Mungkin ucapan Adnan ada benarnya. Lebih baik mereka bersandiwara terlebih dahulu sampai keadaan kembali normal. Setelah itu mereka akan memikirkan kembali apa yang harus dilakukan untuk lepas dari pernikahan konyol ini. "Aku tinggal di rumah
Read more

4. Kehidupan Baru

Hari baru telah tiba. Dengan bersenandung, Fasya tampak memoles wajahnya di depan cermin. Polesan make-up yang tidak terlalu tebal melekat sempurna di wajahnya. Fasya terlihat cantik dengan riasan yang cocok di wajahnya. Setelah selesai, dia mulai memasukkan beberapa barang yang sekiranya ia butuhkan ke dalam tas bahunya. Fasya mengambil laptop dan bergegas keluar dari kamar. Hari ini adalah hari pertamanya magang, oleh karena itu dia tidak boleh terlambat. "Selamat pagi, Mbak?" sapa Bibi Sari saat Fasya mulai memasuki area meja makan. "Pagi, Bik." Fasya tersenyum dan memilih untuk duduk di kursi paling ujung. Matanya sesekali melirik pada pria yang tengah sarapan dengan tenang. Setelan kemeja yang rapi telah melekat di tubuh Adnan, menandakan jika pria itu akan berangkat bekerja. "Mau sarapan roti atau nasi, Mbak?" tanya Bibi Sari. "Hm...," Fasya tampak berpikir, "Nasi aja, Bik." Fasya terkejut saat Bibi Sari mulai mengambilkan sarapan untuknya. Dengan cepat Fasya
Read more

5. Wajah Tak Asing

Memasuki ruang pertemuan, mata Fasya langsung tertuju pada sekumpulan mahasiswa dengan almamater kebanggaan dari kampus mereka. Mereka semua duduk rapi dengan wajah yang serius, siap mendengarkan materi kunjungan hari ini. Seketika Fasya meringis. Apa dia pernah seserius ini saat kuliah? Sepertinya tidak. "Ini, kalian bagiin kertas ini ke mereka semua ya. Setelah itu duduk di belakang laptop," ucap Shanon memberi arahan. Fasya dan Dinar kompak mengangguk dan segera melaksanakan tugas mereka. Melihat Damar yang sudah berdiri di depan podium, sepertinya pria itu yang akan mengisi materi kunjungan hari ini. Setelah membagikan kertas yang Fasya yakini berisi materi pembahasan hari ini, dia mulai duduk di depan laptop untuk membantu Damar melakukan presentasi. Mendengar penjelasan Damar mengenai perusahaan, Fasya seperti ikut belajar banyak hal di sini. Ini masih hari pertamanya tapi dia sudah mendapatkan banyak informasi. Awalnya yang ia ketahui hanya tentang departemen tempat
Read more

6. Minuman Hangat

Hari pertama Fasya magang berlangsung cukup padat. Mungkin ini karena dia belum terbiasa dengan kehidupan seorang pekerja. Selama ini Fasya dibuat terlena dengan kehidupan mahasiswa yang terkesan santai. Bahkan dia bisa mengerjakan tugasnya dengan rebahan. Berbeda saat dia magang, dia harus bekerja dengan fokus. Suara dentingan sendok yang beradu dengan piring terdengar dari ruang tengah. Sengaja Fasya memilih untuk makan malam di sana karena tidak terbiasa makan di meja makan. Apalagi meja makan di rumah Adnan berukuran cukup besar karena berisi sepuluh kursi. "Bibi nggak makan?" tanya Fasya pada Bibi Sari yang duduk di sampingnya sambil mengupas buah. Namun matanya fokus pada televisi yang menambilkan sinetron kesukaan para ibu-ibu. "Nanti aja, Mbak." "Nggak laper?" tanya Fasya lagi karena mulai jenuh. "Saya kalau makan biasanya malem sama suami Bibi nanti." Fasya mengangguk mengerti. Dia lupa jika Bibi Sari tinggal bersama suaminya di rumah ini. "Udah jam 7, bi
Read more

7. Uang Saku

Suara ketukan pada pintu kamar membuat Fasya mengerang. Dia semakin mengeratkan selimutnya dan berusaha kembali tidur. Baru saja akan kembali terlelap, Fasya dikejutkan dengan ketukan pintu yang semakin keras. "Aduh, siapa sih?!" Fasya dengan cepat bangun dan mengacak rambutnya kesal. Fasya adalah manusia yang cukup peka terhadap suara. Sepelan apapun suara, itu bisa membangunkan tidurnya. Alarm yang telah dia atur di setiap paginya bahkan belum berbunyi. Oleh karena itu dia kesal dengan orang yang mengganggu tidurnya. Tidak ingin pintu kamarnya rusak karena ketukan yang semakin kencang, akhirnya Fasya memilih untuk bangun. Tanpa memperhatikan penampilannya dia langsung membuka pintu. Matanya yang setengah sadar langsung membulat saat melihat Adnan yang sudah rapi dengan pakaian kerjanya. Pria itu menatapnya datar seperti biasa. Namun hal itu semakin membuat Fasya panik karena sadar dengan penampilannya. "Sial!" umpat Fasya menutup tubuh bagian depannya dengan kedua tanga
Read more

8. Tamu Asing

Sebagai mahasiswa magang, tentu pekerjaan Fasya tidak seberat karyawan tetap. Namun baru beberapa hari menjalani magang entah kenapa dia sudah mulai merasakan lelahnya bekerja. Fasya memang senang saat di kantor, tetapi saat pulang dia mulai merasakan lelah pada tubuhnya. Apa ini yang dirasakan oleh para pekerja? Dia meringis saat mengingat kakeknya yang sudah tua tetapi masih bisa mengurus peternakan sapi di desa. Sepertinya Fasya harus mulai lebih menghargai uang sekarang. Setelah pulang magang, mandi adalah pilihan terbaik. Fasya keluar dari kamar mandi sambil mengusap rambutnya yang basah. Mungkin setelah ini dia akan sedikit bersantai sambil menunggu jam makan malam tiba. Baru saja ingin meluruskan kakinya di tempat tidur, Fasya mendengar suara ketukan pada pintunya. "Bibi?" sapa Fasya saat tau jika Bibi Sari yang mengetuk pintu kamarnya. "Maaf, Mbak. Ada tamu di bawah." Kening Fasya berkerut, "Tamu? Siapa, Bik?" "Katanya namanya Denis?" "Tamu Bapak?" Bibi Sari
Read more

9. Perdebatan Malam

Kehidupan rumah tangga Fasya dan Adnan sangatlah aneh. Saat ini mereka tengah duduk di meja makan di mana Adnan dan Fasya masing-masing duduk di ujung meja. Tidak ada percakapan apapun di antara mereka selain dentingan sendok dengan piring. Ini pertama kalinya Fasya melihat Adnan setelah pria itu kembali dari luar kota tadi siang. Sesekali Fasya melirik Adnan yang masih fokus makan. Dia melihat pria itu dengan pandangan menilai. Bahkan dia memiringkan kepalanya untuk berpikir. Yang ada di otak Fasya saat ini adalah Adnan mirip seperti robot. Tidak ada yang pria itu lakukan selain makan, berbeda dengan Fasya yang tidak bisa diam dan sesekali melirik ponselnya agar tidak jenuh. Ingatan Fasya kembali pada semalam, di mana Adnan menghubunginya dan berkata hal yang membuatnya bingung. Hingga saat ini Fasya masih penasaran kenapa Adnan melarangnya bertemu dengan Denis? Mereka adalah sepupu seharusnya Adnan tidak boleh seperti itu. Apa mungkin memamg Adnan yang menyebalkan di sini? F
Read more

10. Kekasih Hati

Adnan mengetuk pintu apartemen di depannya dengan sabar. Selagi menunggu, dia mematikan ponselnya agar tidak ada seorang pun yang menghubunginya. Tubuh Adnan sangat lelah hari ini dan pertemuannya dengan Denis semakin menguras tenanganya. Pintu terbuka dan muncul seorang wanita cantik dengan senyuman lebarnya. "Aku pikir kamu nggak dateng." "Aku males di rumah," jawab Adnan. "Tumben?" Kinan mengerutkan dahinya dan membuka pintunya lebar untuk membiarkan Adnan masuk. Seperti sudah terbiasa, Adnan melepas jasnya dan menghempaskan tubuhnya di atas sofa. Ini bukan kali pertama dia datang karena Adnan memang sudah sering datang berkunjung. Tentu saja! Kinan adalah kekasihnya. "Capek ya?" tanya Kinan mengelus bahu Adnan. "Kamu masak?" Kinan mengerutkan dahinya dan menggeleng, "Kamu laper ya?" Tanpa menjawab Adnan mengangguk. Dia belum sempat makan di rumah karena ia langsung pergi begitu Kinan menghubunginya. Berada di rumah dan melihat Fasya membuatnya sedikit kes
Read more
PREV
123456
...
9
DMCA.com Protection Status