Semua Bab Istri Tebusan Paman Mantanku: Bab 231 - Bab 240

260 Bab

231. Sulitnya Menemukan Laureta

Jika bisa dilewat, ingin sekali Kian melewati acara sarapan bersama keluarganya. Sebenarnya tujuan ayahnya membuat peraturan seperti ini memang bagus. Sayangnya, Kian sedang tidak bersahabat dengan siapa pun, termasuk Marisa dan ibunya.Selama berbulan-bulan, Kian tidak pernah tersenyum lagi. Ia telah berubah menjadi pria yang dingin, bahkan lebih dingin dari sebelumnya. Batinnya terluka dan tak ada seorang pun yang dapat mengobatinya, termasuk dirinya sendiri.Kian mengunyah makanannya tanpa benar-benar merasakan apa yang ia rasakan. Sekretaris barunya, Glory, tidak sepintar Clara. Wanita itu beberapa kali melakukan kesalahan yang membuat Kian sakit kepala.Pengunjung The Prince tidak sebanyak biasanya. Kian harus bersabar karena ini bukan musim berlibur. Pertunjukkan putri duyung pun ditiadakan untuk sementara waktu karena penontonnya kurang.Yang masih selama ini masih tetap berjalan adalah restoran seafood-nya. Meski begitu, ada beberapa barang yang Kian sulit untuk dapatkan. Suda
Baca selengkapnya

232. Kehadiran Seseorang Di Saat Sedih

Sudah beratus-ratus kali Helga menangis karena sakit hati dan tidak juga ia merasa kapok untuk menjadi calon istrinya Kian. Pria itu benar-benar kejam hingga Helga benar-benar marah dan kecewa luar biasa.Tidak sedikit pun Kian menunjukkan jika ia menghargai Helga. Kian seperti yang sengaja membuat dirinya menderita.Helga benar-benar stress hingga hormonnya terganggu. Sudah tiga bulan ini, Helga tidak datang bulan. Ia pikir, tubuhnya begitu tertekan hingga siklus mentruasinya pun ikut kacau. Selama ini, ia memang tidak pernah datang bulan tepat waktu.Jadi, tak pernah sedikit pun Helga berpikir untuk melakukan tes kehamilan. Ia terlalu pusing untuk memikirkan hal tersebut.Satu-satunya hal yang sedang ia pikirkan saat ini adalah mengenai gaun pernikahannya. Kian tidak mau ikut ke butik dengannya. Terpaksa Helga pun memilih gaunnya sendiri. Tidak ada model yang benar-benar ia suka karena ia sedang tidak mood. Kian benar-benar telah merusak hatinya.Helga pun pergi ke tempat makan di m
Baca selengkapnya

233. Hasil Tes

Helga membuka mulutnya, terlalu terkejut mendengar ucapan Ivan.“Hah? Apa kamu bilang?!” seru Helga yang merasa tersinggung. “Untuk apa aku membeli benda seperti itu? Kamu pikir aku—"“Entahlah. Siapa tahu. Hanya untuk jaga-jaga saja.” Ivan mengedikkan bahunya.Setelah mengatakan itu, Ivan pun pergi dari sana. Helga memijat-mijat kepalanya dan kemudian mulai berpikir untuk mengikuti saran Ivan. Usai dari restoran, Helga pun pergi ke apotek terdekat dan membeli alat tes kehamilan.Betapa malunya ia membeli benda seperti itu, tapi kebetulan apotek itu kosong. Helga melihat ke kanan dan ke kiri, tidak ada orang yang ia kenal. Sang asisten apoteker pun tidak mempermasalahkan saat Helga membeli barang itu. Itu bukan benda haram bukan.Ia menatap benda itu di tangannya dan mendecak kesal. “Dasar konyol! Sungguh tidak masuk akal! Untuk apa aku membeli alat seperti ini?”Helga tidak percaya jika dirinya sampai hamil. Ia bahkan sudah tidak pernah berhubungan seks lagi dengan siapa pun. Mana mu
Baca selengkapnya

234. Rencana Helga

Helga memalingkan wajahnya, merasa malu dan terhina. Pertanyaan Ivan benar-benar telah melukai harga dirinya.“Helga, dengarkan aku. Tunanganmu dan seluruh keluarganya harus tahu kalau kamu itu sedang hamil dan anak itu bukanlah anaknya, tapi anakku,” ucap Ivan.“Gila kamu!” teriak Helga. “Aku tidak akan pernah mengaku tentang hal itu sama sekali pada siapa pun!”“Kamu tidak mungkin menikah dengan pria yang tidak mencintaimu. Dan lagi, seluruh keluarganya akan curiga jika begitu menikah, perutmu langsung membesar. Semuanya akan curiga.”Helga menggelengkan kepalanya. “Aku tidak tahu! Aku tetap harus menikah dengannya!”“Kenapa? Aku mohon, Helga! Kenapa kamu bersikeras untuk menikah dengannya? Kalau memang kamu sangat mencintai pria itu, kenapa kamu malah bercinta denganku?”“Kamu yang sudah menggodaku!” teriak Helga yang air matanya kini sudah meleleh di pipinya.Ivan menautkan alisnya. “Aku rasa, itu tidak sepenuhnya benar. Aku memang menggodamu, tapi kita melakukan hal itu atas kein
Baca selengkapnya

235. Pernikahan Kedua

Siapa yang akan menyangka jika dalam hidup Kian, ia akan menikah dua kali. Sejak tadi pagi, Kian gelisah terus menerus. Ia memutar-mutar cincin pernikahannya dengan Laureta di jari manisnya, berharap jika keajaiban akan muncul sebelum ia melangkahkan kakinya keluar dari kamar.Hanya sebentar lagi saja, statusnya akan berubah. Ia akan menikah dengan Helga, wanita yang dulu pernah ia cintai, tapi tega meninggalkannya. Lalu wanita itu muncul lagi setelah Kian menikah dengan Laureta.Hatinya kini hanya mencintai Laureta, tapi ia terpaksa harus menjalani semua ini demi semua orang. Mungkinkah ia tega merusak hari ini dengan membatalkan acara pernikahannya dengan Helga?Seharusnya Laureta muncul di altar sebelum ia mengucapkan janji sehidup semati dengan Helga. Ia berdoa agar Laureta datang dan menarik Helga dari sana. Akankah Sang Pencipta mendengar keluh kesah dalam hatinya dan mengabulkan keinginannya?Sejauh ini, Kian tidak pernah beruntung. Hidupnya seolah
Baca selengkapnya

236. Kelopak Mawar Yang Terbuang

Kian terkejut dan tidak sempat untuk melawan. Ia terhuyung sedikit sambil menggelengkan kepalanya yang terasa pusing. Beberapa orang yang melihatnya menjerit ketakutan. Belum sempat Kian memulihkan diri dari rasa sakit dan keterkejutan, orang itu kembali meninju wajahnya lagi dengan keras.“Jangan!” teriak Helga dari kejauhan.Semua orang berlari menghampiri Kian, membantunya untuk berdiri tegak. Kian membuka matanya dan melihat pria yang sudah meninjunya.“Ivan?” Kian menautkan alisnya tak percaya.Orang-orang sedang memegang Ivan, mengunci kedua tangannya di kiri kanannya. Wajahnya tampak diliputi oleh kebencian luar biasa. Kian tidak mengerti apa yang sebenarnya terjadi.“Kenapa kamu meninjuku?” tanya Kian yang terlalu bingung, lebih dari rasa marah yang tidak terlalu kentara di dalam dadanya.“Itu untuk sikapmu yang arogan!” seru Ivan.“Apa?”“Karena kamu tid
Baca selengkapnya

237. Rumah Baru

Untuk pertama kalinya Laureta menginjakkan kakinya di rumah Ivan. Pria itu begitu baik hati hingga Laureta merasa canggung. Padahal mereka tidak saling kenal.“Wah! Rumahmu besar sekali,” puji Laureta.Ivan hanya tersenyum. “Tidak. Ini adalah rumah pemberian orang tuaku. Ayahku sudah tiada, jadi dia mewariskan rumah ini untukku.”“Bagaimana dengan ibumu?” tanya Laureta.“Ibuku sudah lebih dulu meninggal sebelum ayahku.”Laureta melihat kesedihan di wajah Ivan lebih dari saat ia menceritakan tentang ayahnya. “Ya ampun. Aku turut berduka.”“Terima kasih. Tidak apa-apa, Laureta. Lagi pula itu sudah lama sekali.”“Kamu pasti kesepian sekali tinggal di rumah ini sendirian.” Laureta mengedarkan pandangannya ke sekitar. Sejak tadi ia tidak melihat siapa pun di rumah ini.“Sebenarnya aku tidak benar-benar kesepian. Ibuku sedang di luar kota. Mungk
Baca selengkapnya

238. Rumah Dingin Yang Menjadi Hangat

Ibu Minah tampak ragu sejenak, lalu ia pun mengangguk. “Hmmm, iya. Apa benar kamu ini sedang hamil? Sudah berapa bulan?”“Sudah tiga bulan, Bu. Saya belum memeriksanya lagi ke dokter.”“Semoga sehat selalu kandungannya ya. Saya akan memasak sesuatu yang enak dan sehat ya. Nanti kita mengobrol lagi. Oh ya, kalau kamu mau ikut Ibu ke dapur juga boleh.”Laureta tersenyum lebar. “Boleh, Bu!”Hari itu, Laureta merasa sangat bersemangat. Ia memasak bersama Ibu Minah di dapur. Mereka mengobrol banyak hal tentang Ivan. Sepertinya Ivan memang adalah orang yang sangat baik. Tidak pernah sekalipun Ibu Minah mengatakan sesuatu yang jelek tentang Ivan.Pria itu terkesan begitu baik hati dan selalu bersikap sopan pada semua orang. Laureta bersyukur karena ia dipertemukan dengan orang yang tepat.Tak pernah terlintas di pikirannya jika Ivan adalah orang jahat yang akan menjualnya ke orang lain jika ia sudah m
Baca selengkapnya

239. Sang Nyonya

Keesokan paginya, Laureta sedang duduk di kursi taman sambil menikmati sinar matahari pagi yang terasa hangat. Ia menyesap susu jahe kesukaannya yang selalu dibuatkan oleh Ibu Minah setiap pagi. Roti sisir keju menemaninya di sebuah pisin kecil berbentuk daun.Terdengar suara pintu pagar dibuka dari luar. Laureta menaruh cangkirnya di meja dan menoleh saat Ibu Minah berjalan cepat menuju ke pintu. Laureta tak menyangka jika Ivan akan segera pulang padahal ia baru saja berangkat. Mungkin Ivan melupakan sesuatu, pikir Laureta.Ia kembali menyantap roti sisirnya yang terasa lembut dan nikmat. Tiba-tiba, seorang wanita baru saja memasuki rumah. Ia sedang berjalan menuju ke dapur. Laureta penasaran siapa wanita itu, tapi terlalu takut untuk menghampirinya.Laureta bukanlah penghuni resmi rumah ini. Jika sampai ada orang lain yang datang ke rumah ini, jelas bukan hak Laureta untuk tahu. Ia dilema antara tetap diam duduk di kursi taman atau pindah ke kamarnya sebelum o
Baca selengkapnya

240. Ibu Kandung

Saat itu juga Laureta ingat semua yang terjadi ketika ia masih sangat kecil. Ibunya menggendongnya, lalu mendudukkannya di sofa. Mamanya memberinya semangkuk sereal rasa coklat dan menyuruhnya untuk makan itu, sementara matanya melihat ke arah televisi.Ayahnya bertengkar hebat dengan ibunya hingga suaranya menggelegar ke mana-mana. Laureta menoleh ke belakang dan melihat saat ibunya menampar ayahnya dengan sangat keras. Ayahnya hendak membalas ibunya yang tak takut untuk menantangnya balik.Namun, ayahnya mengurungkan niatnya dan membiarkan ibunya keluar dari rumah sambil membawa tas koper yang besar. Laureta yang tidak paham akan situasi itu hanya bisa menangis sambil memanggil-manggil ibunya.Ia berlari ke pintu, tapi ayahnya langsung mengunci pintunya dan menyuruhnya untuk diam dan kembali memakan serealnya. Ayahnya membentak Laureta dengan sangat keras. Bukannya berhenti menangis, Laureta justru menangis semakin keras. Ia membalikkan mangkuk sereal itu hing
Baca selengkapnya
Sebelumnya
1
...
212223242526
DMCA.com Protection Status