Untuk pertama kalinya Laureta menginjakkan kakinya di rumah Ivan. Pria itu begitu baik hati hingga Laureta merasa canggung. Padahal mereka tidak saling kenal.
“Wah! Rumahmu besar sekali,” puji Laureta.
Ivan hanya tersenyum. “Tidak. Ini adalah rumah pemberian orang tuaku. Ayahku sudah tiada, jadi dia mewariskan rumah ini untukku.”
“Bagaimana dengan ibumu?” tanya Laureta.
“Ibuku sudah lebih dulu meninggal sebelum ayahku.”
Laureta melihat kesedihan di wajah Ivan lebih dari saat ia menceritakan tentang ayahnya. “Ya ampun. Aku turut berduka.”
“Terima kasih. Tidak apa-apa, Laureta. Lagi pula itu sudah lama sekali.”
“Kamu pasti kesepian sekali tinggal di rumah ini sendirian.” Laureta mengedarkan pandangannya ke sekitar. Sejak tadi ia tidak melihat siapa pun di rumah ini.
“Sebenarnya aku tidak benar-benar kesepian. Ibuku sedang di luar kota. Mungk
Ibu Minah tampak ragu sejenak, lalu ia pun mengangguk. “Hmmm, iya. Apa benar kamu ini sedang hamil? Sudah berapa bulan?”“Sudah tiga bulan, Bu. Saya belum memeriksanya lagi ke dokter.”“Semoga sehat selalu kandungannya ya. Saya akan memasak sesuatu yang enak dan sehat ya. Nanti kita mengobrol lagi. Oh ya, kalau kamu mau ikut Ibu ke dapur juga boleh.”Laureta tersenyum lebar. “Boleh, Bu!”Hari itu, Laureta merasa sangat bersemangat. Ia memasak bersama Ibu Minah di dapur. Mereka mengobrol banyak hal tentang Ivan. Sepertinya Ivan memang adalah orang yang sangat baik. Tidak pernah sekalipun Ibu Minah mengatakan sesuatu yang jelek tentang Ivan.Pria itu terkesan begitu baik hati dan selalu bersikap sopan pada semua orang. Laureta bersyukur karena ia dipertemukan dengan orang yang tepat.Tak pernah terlintas di pikirannya jika Ivan adalah orang jahat yang akan menjualnya ke orang lain jika ia sudah m
Keesokan paginya, Laureta sedang duduk di kursi taman sambil menikmati sinar matahari pagi yang terasa hangat. Ia menyesap susu jahe kesukaannya yang selalu dibuatkan oleh Ibu Minah setiap pagi. Roti sisir keju menemaninya di sebuah pisin kecil berbentuk daun.Terdengar suara pintu pagar dibuka dari luar. Laureta menaruh cangkirnya di meja dan menoleh saat Ibu Minah berjalan cepat menuju ke pintu. Laureta tak menyangka jika Ivan akan segera pulang padahal ia baru saja berangkat. Mungkin Ivan melupakan sesuatu, pikir Laureta.Ia kembali menyantap roti sisirnya yang terasa lembut dan nikmat. Tiba-tiba, seorang wanita baru saja memasuki rumah. Ia sedang berjalan menuju ke dapur. Laureta penasaran siapa wanita itu, tapi terlalu takut untuk menghampirinya.Laureta bukanlah penghuni resmi rumah ini. Jika sampai ada orang lain yang datang ke rumah ini, jelas bukan hak Laureta untuk tahu. Ia dilema antara tetap diam duduk di kursi taman atau pindah ke kamarnya sebelum o
Saat itu juga Laureta ingat semua yang terjadi ketika ia masih sangat kecil. Ibunya menggendongnya, lalu mendudukkannya di sofa. Mamanya memberinya semangkuk sereal rasa coklat dan menyuruhnya untuk makan itu, sementara matanya melihat ke arah televisi.Ayahnya bertengkar hebat dengan ibunya hingga suaranya menggelegar ke mana-mana. Laureta menoleh ke belakang dan melihat saat ibunya menampar ayahnya dengan sangat keras. Ayahnya hendak membalas ibunya yang tak takut untuk menantangnya balik.Namun, ayahnya mengurungkan niatnya dan membiarkan ibunya keluar dari rumah sambil membawa tas koper yang besar. Laureta yang tidak paham akan situasi itu hanya bisa menangis sambil memanggil-manggil ibunya.Ia berlari ke pintu, tapi ayahnya langsung mengunci pintunya dan menyuruhnya untuk diam dan kembali memakan serealnya. Ayahnya membentak Laureta dengan sangat keras. Bukannya berhenti menangis, Laureta justru menangis semakin keras. Ia membalikkan mangkuk sereal itu hing
Helga si wanita angkuh mengangkat dagunya dengan sikap menantang. “Siapa itu Ivan? Aku tidak mengenalnya!”“Tidak usah berbohong!” bentak Kian. “Aku yakin sekali kalau kalian saling kenal! Dia meninjuku hanya untuk membelamu. Kenapa? Apa kalian berpacaran?”“Itu tidak benar! Sudah kubilang kalau aku tidak mengenalnya! Kenapa kamu masih menuduhku? Apa kamu punya bukti kalau aku dan dia berpacaran? Jangan sembarangan menuduh! Kamu itu yang sudah jelas-jelas berpacaran dengan wanita PSK! Mana pantas kamu menuduhku sembarangan seperti ini? Dasar pria tidak tahu malu!”Kian mengerjapkan matanya. Ia tak menyangka jika Helga akan menyerangnya atas perbuatannya waktu itu di Bali dengan Miya. Padahal semua itu hanyalah sandiwara belaka. Sekarang semuanya seolah berbalik menyerangnya.“Kenapa? Kamu baru sadar atas kelakuanmu itu? Kamu itu adalah pria yang licik dan jahat! Kamu bisa seenaknya berselingkuh dengan
Ivan tampak terkesima mendengar penuturan dari ibu sambungnya yang juga adalah ibu kandungnya Laureta. Ia menatap Laureta dengan wajah tersenyum.“Itu artinya kita adalah saudara,” ungkap Ivan. “Tak salah jika kita memang berjodoh. Kalau bukan karena aku menolongmu waktu itu, kita tidak akan pernah tahu kalau ternyata mamaku adalah mamamu juga.”Laureta mengangguk sambil tersenyum. “Iya, Ivan. Aku sungguh tak menyangka kalau ternyata aku malah dipertemukan denganmu. Semua ini pasti sudah rencana Tuhan. Ternyata aku masih punya harapan. Aku tidak sendiri.”Ibunya langsung memeluk Laureta. “Kamu tidak sendiri, Sayang. Ada Mama di sini.”“Aku juga,” ucap Ivan yang ikut memeluknya.Laureta dipeluk dari kiri kanan oleh orang-orang yang ternyata adalah keluarganya yang selama ini telah terpisah jauh darinya. Seandainya Laureta bertemu dengan mereka lebih awal, ia mungkin bisa mencari solusi untu
Ivan tampak ragu sejenak sebelum akhirnya ia menjawab pertanyaan Laureta.“Di dalam tubuhnya sekarang mengandung anakku,” aku Ivan dengan berat hati.Laureta terkesiap. “Ya ampun! Ivan kamu sudah menghamilinya, tapi dia malah menikah dengan pria lain?”“Sssstt! Jangan keras-keras!” Ivan menaruh jarinya di depan bibirnya. “Aku tidak ingin mama sampai tahu hal ini. Aku tahu kalau aku memang bersalah. Aku bermaksud untuk bertanggung jawab, tapi dia tidak mau menikah denganku. Dia bahkan tidak ingin hamil anakku.”“Lalu kamu akan membiarkan dia menikah dengan pria itu sementara dia malah hamil anakmu?”Ivan mendesah. “Lalu apa lagi yang bisa kulakukan? Dia sudah menikah dengan pria itu.”“Kamu tidak langsung memberitahu suaminya? Kamu malah meninju wajahnya. Seharusnya langsung saja kamu katakan kalau istrinya sedang mengandung anakmu, lalu kamu bawa istrinya kabur dar
Laureta tidak begitu setuju dengan ungkapan Ivan. Meski memang Kian adalah pria yang memiliki nafsu yang sangat besar, tapi Laureta tidak mendapati jika Kian pernah memaksanya untuk melayani pria itu.“Tidak juga,” ujar Laureta. “Suamiku itu orangnya dingin dan suka mengatur. Awalnya kami tidak cocok sama sekali. Lalu setelah berjalan lama, aku baru sadar kalau aku ternyata jatuh cinta padanya.”Ivan memutar bola matanya. “Kamu memang jatuh cinta padanya. Hmmm, aku bisa melihatnya di matamu. Waktu kamu membicarakan tentangnya, kamu terlihat seperti yang berbinar-binar.”“Oh ya? Aku tidak begitu!” Laureta mencebik.“Kamu memang begitu!” Ivan terkekeh.“Ya, percuma sajalah. Aku dan dia tidak akan bisa bersama lagi selamanya. Akan lebih baik dia tidak tahu kalau aku sedang hamil anaknya.”Ivan memiringkan badannya ke arah Laureta. “Kalau dia sampai tahu kamu hamil, ap
“Kandungannya sudah jalan empat belas minggu. Bayinya sehat,” ucap sang dokter.Kian terpana menatap layar USG yang tertera di TV. Seorang makhluk mungil berada di dalam perut Helga. Detak jantungnya terdengar sangat cepat dan kencang, tanda anak itu sehat.Wajah Helga tampak berseri-seri. Ia pasti sangat bahagia karena kehamilannya. Berbeda dengan Kian yang terlalu syok dengan semua ini.Selesai dari ruang praktek dokter, mereka sedang menunggu obat di bagian farmasi. Kian diam saja sambil menatap kosong.“Kian, ternyata aku memang hamil. Kamu seharusnya senang karena anak ini adalah anakmu. Bukankah kamu ingin memiliki seorang anak? Aku akan memberikannya untukmu.”“Mustahil,” ujar Kian pelan.“Apa?”“Kamu tidak mungkin hamil anakku.” Kian menoleh pada Helga dengan wajah penuh kebencian. “Aku bahkan tidak pernah menanamkan benih di tubuhmu!”Wajah Helga y
Zion adalah anak yang sangat lucu dan pintar. Di usianya yang menginjak lima bulan, anak itu sudah bisa diajak bercanda. Siapa pun yang bertemu dengannya pasti akan gemas dengan tingkah lakunya.Hari itu adalah pertama kalinya Kian bertemu dengan Zion. Kian tampak tegang sekali seperti hendak bertemu dengan presiden. Laureta terkekeh sejak tadi menertawakan sikap Kian.Laureta baru saja pulang kerja dan Kian yang menjemputnya. Pria itu menyetir mobil menuju ke rumahnya tanpa Laureta perlu menunjukkan arah seolah ia sudah tahu alamatnya di mana.“Bagaimana kamu bisa tahu alamat rumahku? Ah, kamu memang memata-mataiku, ya kan.”Kian tidak menggubris candaannya. Pria itu fokus menyetir hingga berhenti di depan rumahnya.“Aku memang pernah mengikuti Ivan sampai ke rumah ini. Aku ingin tahu apakah benar kamu tinggal bersama dengannya di sini,” ungkap Kian.Laureta pun tersenyum. “Ya sudah. Kali ini aku akan memaafkan
Kian memutar tubuh Laureta, lalu wanita itu pun menengadahkan kepalanya sambil mengangkat kakinya hingga berada dalam dekapan Kian. Wajah mereka hanya berjarak beberapa senti.Kian pun mendekatkan bibirnya dan mencium Laureta dengan lembut. Laureta pikir lututnya akan goyah hingga ia tidak sanggup untuk berpijak di bumi. Namun, Kian menopangnya, mendekapnya dengan erat.Laureta pun membalas ciuman itu. Ia yakin sekali jika dalam hidupnya, ia hanya mencintai satu pria, yaitu Kian seorang. Susah payah ia menutupi perasaannya, tapi ia tak akan sanggup. Kian benar-benar telah mencuri hatinya.Usai ciuman yang memabukkan itu, Kian pun melepaskan diri. Napas mereka sama-sama saling memburu. Kian mengeluarkan sesuatu dari saku jasnya, lalu berlutut di hadapan Laureta.“Laureta Widya, maukah kamu menikah denganku? Lagi?”Laureta terkesima menatap cincin berlian di dalam kotak mungil berwarna merah. Ia pun mengangguk dan berkata, “Ya, aku
Laureta tersenyum membaca pesan singkat dari Ivan. “Pacar?” gumamnya.“Ada apa?” tanya Kian.“Uhm, tidak ada apa-apa.”“Ayolah! Aku ingin tahu. Kamu tadi bilang pacar. Pacar siapa?”Kian merebut ponselnya dari tangannya. Ia malu sekali saat Kian membaca pesan itu dari Ivan. Kian pun tertawa lepas.“Astaga! Jadi, apakah aku harus memanggil Ivan kakak mulai sekarang? Dia itu kakakmu kan?”Laureta terkekeh. “Mungkin begitu. Dia pernah menyuruhku untuk memanggilnya kakak, tapi aku tidak mau.”“Kenapa? Sepertinya usianya lebih tua darimu.” Kian menautkan alisnya, tapi Laureta menggelengkan kepala. “Kamu saja selalu memanggilku nama padahal usia kita terpaut delapan belas tahun. Atau mungkin sekarang aku punya panggilan baru?”“Apa itu?”“Papa?”Laureta terkejut. “Papa? Kamu kan bukan ayahku!&rdq
“Kamu siap?” tanya Ivan sambil mengulurkan tangannya pada Laureta.Ia tersenyum dan kemudian menyerahkan tangannya pada Ivan. Ia baru saja turun dari mobil. Lalu mereka berjalan bergandengan, masuk ke dalam gedung mewah. Di dalam sana sedang ada acara pernikahan seorang anak pengusaha importir, rekan kerjanya Ivan.Sebenarnya, Laureta tidak perlu datang ke sini karena ia sama sekali tidak mengenal siapa pun di sini. Namun, Ivan bersikeras mengajaknya karena menurutnya Laureta pasti akan senang mencicipi berbagai macam makanan yang unik-unik di sana.Laureta pun terpaksa ikut. Ia melangkahkan kakinya dengan penuh percaya diri. Ivan membelikannya gaun yang ia pakai sekarang. Gaun itu berwarna biru tua dengan belahan rok yang tinggi hingga menampilkan kakinya yang tampak jenjang berbalut sepatu hak tinggi bertali hingga ke betisnya.Banyak sekali tamu yang datang ke acara pernikahan itu. Semua wanitanya mengenakan gaun yang sangat cantik dan para
Laureta menatap kedua tangannya yang gemetar. Ia pikir ia sudah gila karena menyerahkan amplop berisi cek satu setengah milyar. Laureta menepi di pinggir jalan, lalu menangis sejadi-jadinya. Ia tak kuasa lagi menahan semua emosi yang ada di dalam dadanya.Demi Tuhan, ia baru saja bertemu dengan Kian Aleandro, pria yang pernah menjadi suaminya. Meski pertemuannya hanya berlangsung selama beberapa menit, tapi efeknya luar biasa. Sekujur tubuhnya gemetar dan ia kesusahan untuk menginjak gas di kakinya.Dengan susah payah, Laureta menarik napas dalam-dalam, berusaha menenangkan dirinya. Lalu ia pun kembali menangis sambil menutup muka dengan kedua tangannya.Kian begitu tampan mempesona. Tatapan matanya begitu tajam seperti biasanya dan seakan Laureta bisa tenggelam di dalamnya. Lalu pria itu memeluknya begitu saja.Hati Laureta dilingkupi oleh kehangatan yang tak pernah ia rasakan selama lebih dari satu tahun ini. Perasaannya jungkir balik seolah kakinya ber
Kian mendongak dan semua seolah terjadi dalam adegan lambat. Ia melihat Laureta masuk ke dalam ruangan dalam balutan kaus hitam ketat dengan potongan leher berbentuk kotak. Bagian lengannya berbahan tile halus hingga kulitnya jadi terlihat samar-samar. Bagian bawahnya ia mengenakan celana cargo dengan banyak kantung yang membuatnya tampak sangat keren.Kian terkesima melihat wanita yang pernah menjadi istrinya itu muncul lagi dalam hidupnya. Laureta tidak pernah terlihat secantik dan seanggun itu dalam hidupnya. Laureta terlihat tomboy, tapi juga elegan dalam waktu bersamaan.“Maaf aku terlambat,” ucapnya dengan suara yang terdengar amat merdu di kuping Kian.Tergerak untuk langsung melompat dari kursi dan memeluk wanita itu, Kian pun menahan dirinya.“Kamu memotong rambutmu,” ucap Kian yang masih melongo.Kalimat pertama yang ia ucapkan malah terdengar konyol dan tidak penting sama sekali. Ia jadi terlihat sangat bodoh di h
Betapa sedihnya Kian karena ia harus menerima kenyataan jika Laureta memang tidak mau bertemu lagi dengannya.“Ya. Kamu sudah membuatnya merasa terbuang dari rumahmu itu. Semua orang membencinya karena kalian menyebutnya anak perampok. Dia tidak mau menghalangimu untuk menikah dengan wanita yang kamu cintai. Ha! Kamu pun menikah dengan Helga, tapi kamu menyia-nyiakannya hingga dia harus mengembuskan napas terakhirnya.”“Aku tidak mencintai Helga. Aku menikah dengannya karena ayahku yang memaksa. Dan satu hal lagi, aku tidak pernah menyebut Laura dengan sebutan anak perampok. Akulah yang memintanya untuk menikah denganku meski aku tahu ayahnya seperti apa.”“Kamu terpaksa menikahi Laureta karena kamu ingin dia membayar utang ayahnya!” hardik Ivan. “Kamu pikir uang satu setengah milyar cukup untuk membayar seorang wanita untuk memuaskan nafsumu dan melahirkan seorang anak?”Kian pun terdiam. Ivan benar-benar t
Semalaman itu Kian benar-benar tidak bisa tidur. Ia mengingat tatapan Laureta saat melihatnya. Wanita itu jelas-jelas terkejut melihatnya. Lalu seperti ada sorot ketakutan yang membuatnya langsung memutuskan untuk kabur dari Kian.Lalu anak bayi itu. Anak siapakah itu? Bagaimana mungkin Ivan menikah dengan Laureta dan melahirkan anaknya? Kian pikir, Ivan masih mencintai Helga. Jika dilihat dari usia bayi itu dan waktu untuk mengandung selama sembilan bulan, Ivan mungkin sudah lama menikah dengan Laureta.Mana mungkin? Batin Kian menolak semua pemikiran itu.Entah sudah berapa kali Kian menghubungi Ivan hingga ponselnya pun tidak aktif lagi. Ivan benar-benar menghindarinya.Ia melihat jam di dinding dan memutuskan untuk bangun. Ia menyiapkan diri dan segera turun untuk sarapan. Marisa sudah ada di ruang makan lebih dulu.“Pagi, Kian,” sapa Marisa.“Pagi,” jawab Kian singkat yang langsung menuangkan kopi ke dalam cangki
Desti tampak bingung mendengar pernyataan Kian.“Tante Laureta? Kenapa? Bukankah kalian sudah berpisah lama?”Kian mendesah. “Aku selalu mencintai Laura, lebih dari apa pun. Aku menikah dengan Helga karena terpaksa, hanya untuk memenuhi keinginan kakekmu.”“Kenapa Om mau menurut?”“Ya, banyak hal yang membuatku harus menurut pada keinginan kakek.”Desti mengangguk dengan bibir yang tertekuk ke bawah. “Om pasti sedih sekali ya ditinggal wanita yang Om cintai.”“Kenapa kita tidak membahas tentangmu? Siapa itu Erik? Teman atau teman?”Desti tersenyum. “Teman, Om. Benar! Aku dan dia belum jadian.”“Baguslah! Tidak usah berpacaran dengan laki-laki yang meninggalkanmu di mall yang besar seperti ini! Nanti kamu menyesal. Cari lagi pria lain yang sepadan denganmu.”“Aku sebenarnya suka pria yang lebih tua dariku, seperti Om Kian