Semua Bab Tunangan Direbut Paksa, Diincar Pria Buruk Rupa: Bab 81 - Bab 90

117 Bab

81. Terlambat

Alula memandang dua gundukan pasir itu bergantian. “Yakin ini isinya aman?”“Isi salah satunya ular!” ujar Fauzi judes.Alula tergelak. “Us, apa ini semacam lamaran? Yakin dengan semua ini? Kamu bercanda, 'kan?”“Astagfirullah, Alula. Aku sampe capek meyakinkan kamu. Kita sudah berteman tahunan, kamu udah beberapa kali ketemu orang tuaku, masih belum percaya kalau aku serius?”“Justru kita berteman tahunan itu, aku nggak yakin sama kamu. Soalnya aku tahu kamu itu buaya, tukang membual, tukang gombal.”“Aku sudah bawa kamu ke orang tuaku, Alula. Mereka sudah setuju, dan nggak mempermasalahkan asal usulmu, kurang percaya apa lagi? Aku hanya main-main cewek di luaran, tapi khusus kamu enggak. Seribu rius! Ya Allah, tolonglah hamba meyakinkan gadis manis dan cantik di hadapan hamba ini kalau hamba sangat mencintainya.”Fauzi mendongak, mengangkat tangan dramatis.Alula terpingkal-pingkal. “Aminin nggak ya?”Lutfan muak dengan drama di hadapannya. Hanya saja, ia menahan diri. Pria itu ingi
Baca selengkapnya

82. Nikahi Putri Saya

Fauzi berlari sambil tertawa, tetapi dikejar oleh Alula.Lutfan mengambil botol air mineral kosong dari sampingnya dan meremasnya kuat. Lantas dilemparnya jauh. Kecemburuan membuatnya kalap.“Sekarang aku tahu apa yang dirasakan Yongki saat melihat Alula bersama pria lain dan saat itu, pria lainnya adalah aku. Sekarang aku kayak ada di posisi Yongki dulu. Kenekatan pria itu beralasan dan kini aku merasakannya juga. Hanya saja, aku nggak boleh nekat kayak Yongki. Alula, dasar gadis nakal yang membuat para pria kebat-kebit,” gumam Lutfan sambil terus menatap Alula dan Fauzi.“Ketuk palu untuk Yongki sudah diputuskan, dia dihukum di penjara. Tapi halangannya sekarang si Fauzi itu. Harus dengan apa aku merebutnya, Allah? Aku sudah terlambat, tapi aku tidak ingin menyerah,” lanjut Lutfan.Di salah satu pantai di Blitar itu, Alula tidak berdua saja dengan Fauzi. Ada Aprilia yang juga bersama calon pasangannya bernama Tyo, masih tahap pendekatan karena perjodohan. Mereka sengaja kencan bersa
Baca selengkapnya

83. Saya Terima

“Ta-tapi,” gagap Fauzi.“Tolong jaga putri semata wayang saya. Ibunya telah tiada, dan sepertinya saya akan menyusul.” Napas pria itu terengah-engah.“Bapak, jangan banyak bicara dulu,” ujar dokter yang menangani, mengingatkan.“Sebelum saya tiada, saya ingin menjadi wali nikah untuk putri saya. Dia sedang di perjalanan dari pesantren Lirboyo menuju ke sini. Tolong nikahi dia. Pak Huda, tolong jaga putri saya.” Pria itu menangis.Cekalan tangan Fauzi di tangan Alula terlepas. Dunia Fauzi seolah-olah runtuh saat ini juga.Tidak berbeda jauh dengan Fauzi, Alula membeku dan terpaku di tempat.Beberapa bulan terakhir memintal kebersamaan, kebahagiaan, candaan, dan kegilaan bersama Fauzi, lalu hari ini baru saja mereka saling menerima dan mulai dalam tahap keseriusan, harus diurai lagi dengan kenyataan menyesakkan. Takdir Alula sungguh ajaib.Alula menahan agar tidak menangis di sana meski dorongan air matanya terus mendesak keluar.“Zi, tolong turuti permintaan sahabat Papa.” Huda menyent
Baca selengkapnya

84. Memperjuangkan

Alula yang mendengar itu, mundur, lalu berlari menjauhi IGD. Kaki jenjangnya terus mengayun menapaki paving block di halaman rumah sakit, tidak tahu harus ke mana. Tiba di sebelah parkir mobil, ia berhenti dengan napas terengah-engah. Wanita itu memegangi dadanya yang terasa sangat sesak. Ia juga masih terisak-isak.Karena tidak kuat, Alula terduduk dengan tubuh menyandar pada tembok. Ia menutup wajah dengan kedua telapak tangan. Tangisnya tidak bisa dihentikan.Alula lalu mengambil ponsel dari tas ranselnya dengan tangan gemetar, berniat menghubungi Aprilia. Namun, ditahan. Ia tidak ingin mengganggu kebersamaan sang sahabat dengan Tyo. Ia bertekad bisa mengatasi situasi ini sendiri.Lutfan mengejar, tetapi ponsel di sakunya bergetar. Begitu dilihat, ibunya menelepon. Ia pun memperlambat lari. Namun, pandangannya tetap mengawasi Alula.“Assalamualaikum. Fan, kamu di mana? Seharian nggak aktif ponselnya?”“Waalaikumussalam. Aku sedang misi mengejar jodoh, Bu. Minta doa restunya,” jawab
Baca selengkapnya

85. Maukah Menerima

Bibir Alula terangkat sebelah. Ia tertawa sumbang. “Buls*it! Saya sudah mual dengan kata-kata suka atau cinta! Dan saya tidak percaya dengan bualan Anda, Bapak Dosen yang terhormat.”Alula hendak melangkah, tetapi pasminanya ditarik Lutfan hingga akhirnya urung. Ia memegangi pasminanya.“Pak, lepas! Tolong!” teriak Alula.Saat itulah, Lutfan mencekal telapak tangan Alula dan memasangkan cincin yang baru dibeli secara paksa."Pak!"“Sekarang kamu sudah saya ikat dan tidak boleh ada pria lain yang melamarmu. Kamu milik saya.”“Paak! Hah!" Alula sudah tidak bisa berkata-kata lagi. Ia sangat lelah dengan hari ini. Wanita itu ingin mengumpati pria di hadapannya, tetapi menahan diri. Hanya air matanya yang terus berderai.Alula ingin melepas paksa cincin itu, tetapi ditahan oleh Lutfan.“Ibu sudah merestui kita. Beliau sudah sadar kalau tindakannya membencimu itu salah alamat. Alula, saya mohon. Jangan dilepas cincinnya. Saya ingin menjagamu, menjadi suamimu, menjadi imammu. Jadilah istri s
Baca selengkapnya

86. Chek-in

"Saya tidak bisa, Pak. Maaf.” Alula ingin melepaskan cincin dari jari manisnya, tetapi lagi-lagi dicegah Lutfan. Pria itu menggeleng.“Ibu diam-diam tiap hari menangis, melamun, saya tahu beliau sedang perang batin. Tapi hari ini beliau tiba-tiba mencair dan mengakui kalau kamu tidak salah, kamu juga tidak ada hubungan dengan masa lalu ibu. Beliau sadar, ketakutan dan traumanya tidak seharusnya dilampiaskan ke kamu. Maafkan Ibu saya."Alula menatap jauh ke depan. “Menjadi wanita kedua itu pun, sangat berat. Tapi sebagian orang termasuk Bu Nur malah memandang mungkin mikirnya enak. Padahal tidak. Bu Nur memukul rata wanita kedua itu jahat. Padahal sebenarnya sebagian dari mereka adalah korban. Korban ketidakberdayaan. Tidak berdaya melawan nafsu, tidak berdaya melawan bujuk rayu pria. Termasuk ibu saya. Saya dan ibu saya harus berpisah karena beliau harus kerja di luar kota. Saya diasuh saudara ibu dan bisa dipastikan saya ini dari kecil haus kasih sayang,” ujar Alula sambil tersenyum
Baca selengkapnya

87. Kecuali

“Dih, dasar dosen ca*bul! Turunin nggak?” Alula memukul punggung Lutfan.Lutfan terbahak-bahak. “Dasar anak kecil pikirannya udah ngeres! Kamu kira check-in apa? Hotel?”“Kecil Bapak bilang? Jadi Bapak ini pedo*fil? Maksa anak kecil nikah sama Bapak? Dasar bujang berkarat.”Tawa Lutfan makin renyah.Perjalanan dari kota ke panti, ada banyak hal yang mereka bahas sambil berkendara. Angin malam menguping, aspal hitam menjadi saksi percakapan keduanya. Atau lebih tepatnya perdebatan merekaBegitu tiba di panti, Nur dan Jannah menyambut di teras. Setelah Alula turun dari boncengan, Nur langsung membingkai pipi Alula, memeluknya erat.“Alula, Nak. Maafkan Ibu. Ibu tidak bermaksud menjauhimu, membencimu, hanya saja Ibu terlalu lemah dengan masa lalu.”Pelan, Alula membalas pelukan itu. Ia juga terlalu lemah jika menyangkut tentang wanita terutama wanita yang lebih tua. Terlebih lagi, Nur yang sangat menyayanginya dan ia juga sangat menyayanginya. “Saya juga minta maaf, Bu. Saya minta maaf
Baca selengkapnya

88. Ketularan

“Kalau kami tidak mau menerima syarat itu?” tanya Lutfan santai.“Itu artinya jangan harap saya sudi memberikan sampel saya untuk tes DNA. Apalagi menjadi wali untuknya.” Bibir Jasman tertarik sebelah sambil menunjuk Alula yang menunduk.“Dia perempuan, sudah pasti membutuhkan saya sebagai wali nikah. Jadi, pilihan ada di tangan kalian. Saya juga sudah menawarkan penawaran terbaik.”Lutfan tersenyum. “Dan Bapak lupa, kalau wali nasab tidak mau menjadi wali nikah, bisa digantikan dengan wali hakim?”“Itu tidak akan sah selama wali nasab masih hidup!"“Bapak lupa lagi? Kalau Bapak pun meragukan Alula. Jadi, belum tentu Alula putri Bapak, ‘kan?”Jasman terdiam.“Apakah Bapak keberatan dengan biaya tes DNA? Kalau iya, biar saya yang menanggung.""Bukan masalah itu. Uang bagi saya urusan kecil. Hanya saja, saya tidak sudi tes DNA agar dia kesulitan menikah.""Baiklah, tidak apa. Setidaknya kami sudah ke sini untuk meminta restu. Kalau begitu, biar kami pakai wali hakim saja. Kami permisi.”
Baca selengkapnya

89. Mimpi

Alula betul-betul tidak bisa memejamkan mata. Daripada hanya menggulir ponsel tidak jelas, ia bangkit menuju kamar mandi untuk mengambil wudu. Gadis itu akan melakukan salat istikharah untuk memantapkan hati dengan ajakan Lutfan berumah tangga.Setelah membentangkan sajadah, Alula mulai salat. Ia benar-benar berserah. Ia adukan gundah dan masalah. Tidak lupa ia bersujud begitu lama untuk meminta petunjuk dan arah.“Allah, sudah banyak yang terjadi dan semua itu mungkin bentuk untuk hamba mendewasakan diri. Hamba tidak minta terlalu muluk-muluk. Cukup berikan apa yang menurut-Mu terbaik untuk hamba. Entah itu masalah rezeki, jodoh, atau maut. Hamba berserah. Hamba hanya seorang sahaya yang menurut apa kehendak-Mu.”Setelah merasa pusing, Alula bangkit dan mengakhiri sujudnya. Ia melepas mukena dan berjalan menuju kasur, lalu mengempaskan diri di sana. Wanita itu juga memasang tasbih digital di jari telunjuk, lalu memetiknya. Ia mulai membaca selawat, baru matanya terasa berat dan ia pu
Baca selengkapnya

90. Kacang

“Dia maksa aku, ngelamar mendadak.”“Lalu kamu mau?”“Aku nggak mau, tapi dia terus maksa. Keliatan banget ngebet nikah.”“La, kumohon jangan. Sumpah kamu nggak cocok sama sekali sama dia. Dunia akhirat aku nggak ridho kamu sama dia. Lebih baik kamu ngejomlo seumur hidup aja daripada balik sama dia.”Pletak!Alula menyentil kening Aprilia pelan. “Jangan melantur kalo ngomong. Ayo kita masak. Pagi-pagi sarapan air mata dan gibah doang nggak kenyang.”Alula dan Aprilia lalu bangkit menuju dapur kecil yang ada gedung panti. Keduanya masak sambil bergurau.“Pril, semalam aku mimpi sedang berduaan sama pria. Nggak tahu wajahnya cakep apa enggak. Dia pakai baju serba putih. Bilang sayang ke aku, meluk aku, meluk kepalaku. Itu artinya apa, ya?”“Jodohmu mungkin.”“Pakaian putih. Apa itu artinya jodohku udah meninggal dan sedang menungguku di alam kubur sana?”Pletak!Aprilia ganti menyentil dahi Alula pelan. “Mikir itu yang positif, dong. Yang baik-baik biar hasilnya baik.”“Iya juga sih ya.
Baca selengkapnya
Sebelumnya
1
...
789101112
DMCA.com Protection Status