Semua Bab Tunangan Direbut Paksa, Diincar Pria Buruk Rupa: Bab 71 - Bab 80

117 Bab

71. Menghibur

“Oh, nikah siri dulu saja.” Nur kembali memberi ide.Uhuk!Lutfan kembali tersedak hingga terbatuk-batuk. Lekas Nur memberikan minum kepada sang putra.“Terlalu senang pasti, sampai tersedak. Apa gara-gara Ibu nyuruh nikah siri. Hayo ngaku?”Lutfan menggeleng. Ia terkekeh setelah batuknya reda. “Bu, aku nggak pengen kayak gitu. Pengennya sekali nikah langsung sah menurut agama dan negara. Kalo nikah siri, ibarat lagi kredit, dicicil. Nikah kok nyicil. Ogah.”Nur tertawa. “Ya, nggak apa-apa. Pokoknya Ibu pengen segera lihat kamu nikah.”“Ibu ini ibarat mancing, pakai umpan cacing dan berharap yang menyambar ikan tuna atau ikan kakap. Ibu punya anak nggak tampan macam aku, tapi berharap punya menantu kayak Alula. Agak aneh sebenarnya.”Nur kembali tergelak. “Ya, namanya juga berharap. Ibu akan terus berharap dan berdoa selama berharap itu masih gratis dan berdoa itu masih diharuskan.”“Ibu Sayang, Alula belum menerima. Jadi, jangan terlalu menggantung harap. Aku takut Ibu kecewa kalau d
Baca selengkapnya

72. Imbas

Jika malam sebelumnya Lutfan tidak bisa menemani Alula, kali ini pria itu membawa pekerjaannya sambil menemani Alula dan ibunya di rumah sakit. Pria itu fokus menatap laptop setelah mengantarkan Aprilia, sedangkan Nur sudah tertidur pulas di sofa. Alula berbaring menatap jendela, memunggungi Lutfan.Tes kesehatan Alula sudah keluar dan semua hasilnya aman, tidak ada yang perlu dikawatirkan. CT Scan juga menunjukkan tidak ada keretakan atau hal bahaya di kepala wanita itu. Pun keraguan Lutfan terjawab tuntas. Alula tidak sedang hamil.Nur dan Lutfan mengucap syukur ketika mengetahui semua itu sebab mereka yang diberi tahu hasil pertama kalinya oleh dokter. Hasil itu masih bersamanya, belum diberitahukan kepada Alula.Lutfan berjanji tidak akan terpengaruh lagi semua omong kosong Yongki. Mantan Alula itu hanya berusaha menjegal.Ada pepatah mengatakan, buka telinga selebar-lebarnya untuk mengetahui kekurangan calon pasangan. Lalu, tutup serapat-rapatnya setelah menikah. Pepatah itu tida
Baca selengkapnya

73. Maaf

Malam itu, Alula hanya berteman sepi. Bahkan jarum jam pun tidak sudi menemaninya. Jarum itu tidak berputar, sama seperti hidupnya yang jalan di tempat.Jalan di tempat penuh kesedihan, kesendirian. Mungkin untuk selamanya.Alula meringkuk, menangis. Penolakan kembali didapat dari orang tua pria yang ingin meminangnya.Wanita itu sedikit memutar waktu ke belakang saat Yongki mengajaknya bertemu Rohima. Meskipun tidak menunjukkan secara langsung, Alula paham Rohima tidak suka padanya.“Bukannya kamu sedang dekat dengan anak lurah desa sebelah, Ki? Kamu kemanain dia? Lalu Polwan kemarin?” tanya Rohima.Alula saat itu hanya menunduk dalam. Dari ucapan saja, ia tahu Rohima merendahkannya dan secara tidak langsung. Bahwa seperti itulah tipe menantu mamanya Yongki itu.“Ma, kapan aku dekat dengan mereka?”“Oh, aku kira mereka itu kandidatmu.”“Dari dulu aku hanya dekat dengan Alula, Ma. Nggak ada wanita lain.”Entah apa yang dilakukan Yongki, ketika Alula datang lagi, sikap Rohima sudah ber
Baca selengkapnya

74. Benci Rumah Sakit

Setalah semalaman dihabiskan dengan menangis, pagi ini Alula mencoba lebih kuat dari hari sebelumnya. Ia sudah bisa mandi sendiri di kamar mandi tanpa bantuan siapa pun karena memang tidak ada siapa-siapa di sana. Lagi pula ia sudah tidak merasakan keluhan apa pun lagi. Pusingnya sudah sembuh. Setelah berganti pakaian, salat, ia kembali duduk di ranjang pasien.“Yang ... alolo Alula Sayang!” pekik sebuah suara dari arah pintu, sembari menirukan lirik sebuah lagu.Alula tersenyum kala melihat siapa yang datang. Fauzi dan Aprilia.“Minimal salam dulu, kek. Malah soyang sayang,” ujar Aprilia sambil menyentil kening Fauzi.“Assalamualaikum, Istriku,” sapa Fauzi setelah memelototi Aprilia.“Waalaikumussalam.” Alula tertawa dengan mata memerah menahan tangis. Ia patut bersyukur. Di saat banyak orang menjauh, ia masih memiliki dua manusia random di hadapannya ini. Dua sahabatnya inilah yang mau menerima dirinya apa adanya, tanpa jijik atau benci padanya meski tahu asal usulnya. Di hadapan Fa
Baca selengkapnya

75. Tamu

Lutfan kesiangan. Semalam, ia tidak bisa memejamkan mata. Ia hanya duduk sambil menatap ibunya yang terlelap. Pria itu tadi tidur lagi setelah salat Subuh karena baru merasa kantuk hingga akhirnya terburu-buru bersiap-siap berangkat ke kampus karena ada jam pagi. Beberapa mahasiswa juga sudah menunggu untuk bimbingan.“Ibu nggak apa-apa aku tinggal?” tanya Lutfan kepada Nur.“Nggak apa-apa. Berangkatlah. Ada Marni yang menemani.”“Ibu jangan lupa makan, jangan banyak pikiran.”Nur mengangguk. “Fan, mampirlah ke rumah sakit sebelum ke kampus. Lihatlah Alula. Ibu kepikiran dia. Siapa tahu dia sudah boleh pulang. Bayarkan biaya rumah sakitnya. Ibu sudah janji mau bayarkan.”Lutfan tersenyum. Seperti itulah ibunya, tidak mungkin terus membenci seseorang yang notabene tidak salah. Apalagi membenci Alula. Rasanya tidak mungkin. Mungkin sang ibu masih butuh waktu untuk meyakinkan dirinya sendiri menerima asal-usul gadis itu.“Iya. Aku berangkat. Assalamualaikum.” Lutfan mencium tangan ibunya
Baca selengkapnya

76. Lebih Baik

Jannah membeku untuk sesaat. Pesan dari Alula dibaca tepat sebelum pria itu datang. “Lalu kamu bilang apa, Ris?”“Aku bilang Alula nggak ada di sini. Lalu dia pengen ketemu Ibu,” jawab Risti.“Bilang saja kalau Ibu sedang nggak enak badan, sedang istirahat. Ibu belum mau ketemu sama dia. Kalau dia datang lagi dan kamu yang menemui, bilang kayak gitu terus."“Memangnya ada masalah, Bu?”“Ibu juga nggak tahu. Ini tadi Alula kirim pesan. Katanya dia udah keluar rumah sakit. Sekarang ada di Blitar, tapi dilarang memberi tahu Lutfan dan ibunya.”“Baik, Bu. Aku akan ke depan lagi.”Risti pun berlalu tanpa banyak tanya lagi.Jannah yakin ada yang terjadi sampai-sampai Alula mengabarkan agar tidak memberi tahu keberadaannya kepada Lutfan dan Nur. Akan diselidikinya.Jannah masuk kamar, lalu melakukan panggilan suara di nomor yang dipakai Alula tadi.“Assalamualaikum. Apa yang terjadi, Nak?”“Waalaikumussalam. Ceritanya panjang, Bu. Aku pengen ketemu sama Ibu.” Suara Alula terdengar bergetar.
Baca selengkapnya

77. Apa Cinta?

Sora itu, Jannah langsung bertolak menuju Blitar untuk menemui Alula setelah memastikan tidak ada yang mengikuti. Di perjalanan dengan mengendarai ojek online, ia sangat hati-hati dan waspada. Berbekal alamat dari Aprilia, Jannah pun tiba di tempat.Aprilia membuka pintu kos-kosan setelah Jannah mengabarkan telah sampai.“La, aku pulang dulu, ya. Nikmati kebersamaan dengan ibumu. Besok aku ke sini lagi,” pamit Aprilia.“Nak Lia, terima kasih banyak sudah menemani Alula. Maaf karena terus merepotkan,” ujar Jannah.“Nggak merepotkan, Bu. Alula sudah seperti saudara saya. Saya permisi.”“Kamu naik apa, Pril?” tanya Alula. Masalahnya, Fauzi sudah pergi dari tadi karena katanya kafe di Tulungagung ada masalah.“Aku bisa pesen ojek online.”“Makasih, ya. Maaf terus mengganggumu dengan masalah-masalahku.”Aprilia menghampiri Alula, lalu cipika-cipiki. “Jangan minta maaf. Kita ini kan, bestie. Sepatutnya saling menguatkan dan saling merepotkan.”Setelah itu, ia pulang.“Katakan ada masalah ap
Baca selengkapnya

78. Panggil Aku?

“Ya, Bu. Sangat. Saya sangat mencintainya. Saya tahu mencintai seseorang sebelum halal itu dilarang. Tapi ketika Ibu bertanya tentang perasaan saya, saya jawab sejujurnya.” Lutfan menjawab dengan tegas. Tidak ada keraguan di sana.“Tapi kalau ibu saya menentang, saya bisa apa? Tolong katakan apa yang harus saya lakukan untuk memperbaiki semuanya?” Lutfan menunduk. Beban di pundaknya terasa berat perihal restu. Namun, setidaknya ia lega sudah berkata jujur.“Dari segi apa kamu mencintainya? Apa dari segi wajahnya yang sangat cantik itu?”Lutfan kembali mendongak, lalu menggeleng. “Tidak, tapi dari sikapnya, sifatnya, dan kepribadiannya. Bu, saya tidak bisa memperjuangkan Alula, tidak bisa berbuat banyak kalau ibu saya tidak ridho. Padahal dari sisi saya pribadi, saya sama sekali tidak mempermasalahkan asal-usul Alula. Sama sekali tidak. Saya sadar diri. Pria seperti saya sebenarnya tidak layak untuk Alula, tidak pantas untuknya. Tapi saya sudah telanjur suka sama dia. Meskipun Alula la
Baca selengkapnya

79. Mana Kelanjutannya?

“Pak Lutfan!” pekik Alula dan Fauzi bersamaan.“Ehm!” Fauzi berdeham. “Yang, udah belum milih kuenya?”Alula mengangguk lemah. “Udah, ini aja, ya?”Fauzi tersenyum.Ada hati yang tertikam perlahan-lahan ketika Fauzi memanggil Alula dengan sebutan ‘Yang’. Adalah hati Lutfan. Pria culun itu menatap keduanya sendu.“Ayo kita bayar. Pak, permisi."Sebelum keduanya beranjak, Lutfan menarik tali tas Alula. “Saya ingin bicara sama kamu.”“Maaf, saya nggak bisa,” tukas Alula dingin.“Ini masalah skripsimu. Mana kelanjutannya? Kenapa tidak pernah bimbingan lagi?”“Maaf, Alula masih sibuk dan berencana akan mengajukan ganti Dosbing.” Fauzi pasang badan. Ia berusaha melepaskan tangan Lutfan dari tas Alula.“Saya bicara dengan Alula, bukan sama kamu.” Lutfan bicara tak kalah tegas.“Sama saja karena saya pacarnya, calon suaminya.”Cekalan Lutfan di tas Alula mengendur, lalu terlepas. Ia merasa seperti dejavu dengan keadaan ini. Yang mana, ia dulu pernah mengaku sebagai calon suami Alula. Mungkink
Baca selengkapnya

80. Memilih

Beberapa bulan berlalu.Lutfan kehilangan semangat hidup. Pria itu sering melamun, banyak menyendiri. Bahkan sering tidak pulang dengan alasan sibuk di kampus padahal sebenarnya tidak. Ia pergi ke suatu tempat untuk menyendiri. Nur yang merasakan perubahan itu, merasa bersalah.Hari ini libur. Lutfan tidak keluar kamar sejak pagi. Nur yang khawatir, menghampiri ke kamar putranya yang tidak dikunci. Wanita itu mendapati sang putra tidur dalam posisi duduk dengan laptop yang masih menyala di atas meja. Nur melihatnya. Di laptop itu, ada skripsi Alula. Nur tahu sebab di halaman bagian bawah ada nama gadis itu.Mata Nur memanas. Ia tambah merasa bersalah. Disentuhnya lengan Lutfan.“Fan, kalau tidur cari posisi yang enak, Nak.”Lutfan menggeliat, lalu membuka mata. “Eh, Ibu.”“Maafkan Ibu, Fan. Ibu sudah egois.”“Apa maksud Ibu?”Nur duduk di samping Lutfan.“Ibu sudah istikharah, meminta petunjuk. Dan makin ke sini, Ibu sadar kalau tidak seharusnya kebencian Ibu pada wanita kedua Ibu lam
Baca selengkapnya
Sebelumnya
1
...
678910
...
12
DMCA.com Protection Status