Semua Bab Gadis Bucin Incaran Presdir Dingin: Bab 71 - Bab 80

95 Bab

71. Mempertahankan Pendirian

Dalam waktu sekejap langit cerah berubah menjadi mendung. Membuat hati Agam yang kacau juga tampak mendukung. Perasaan bersalah membuatnya mematung. Kala mendengar kalimat-kalimat sakit yang menghunus jantung. Sampai kapan Agam harus bertahan di tempat ini? Dia lelah mendengar perbincangan dua pria paruh baya yang ia hormati, sayangnya juga ia benci untuk saat ini. Mungkin terdengar kasar di telinga. Namun itulah yang Agam rasakan saat ini. "Permainan kamu kurang bagus hari ini, Gam." Agam menatap bola yang ia pukul dan mengangguk setuju. Dia tersenyum tipis, senyum yang tak sampai ke mata. Kemudian ia bergerak untuk mundur. Tidak berniat menjawab karena rasa malas yang ia rasakan. "Kamu sakit?" Suara lembut itu terdengar di telinga. Agam menggeleng dan mengambil jarak selebar satu meter. Dia tidak mau dekat dengan siapa pun untuk saat ini. Jangan pernah mendekatinya jika tak ingin melihatnya kehilangan kendali. "Gimana hubungan kalian? Ada perkembangan?" Ayah Agam mul
last updateTerakhir Diperbarui : 2023-11-27
Baca selengkapnya

72. Pelampiasan

Memang sulit jika membicarakan masalah hati. Apa lagi pada orang yang sedang tersakiti. Tak ada yang bisa membantu selain diri sendiri. Membuat semua perhatian yang ada seolah tak lagi berarti. Di meja makan itu, tidak ada yang membuka suara. Febi meringis melihat tingkah sahabatnya. Seperti kerasukan, Cia memakan baksonya dengan lahap. Bukan itu sebenarnya akar permasalahannya. Banyaknya sambal yang Cia tuang lah yang membuat Febi bergidik. Febi tahu suasana hati Cia sedang tidak baik. Oleh karena itu dia membiarkannya. Namun jika terus diam, maka Cia yang akan berakhir kesakitan. "Pelan-pelan." Febi memberi selembar tisu. "Sambelnya lo makan nggak?" tanya Cia pada Ridho. "Makan aja." Ridho memberikan sambalnya. Ya, pria itu juga ada di apartemen Cia malam ini. Menuruti permintaan temannya yang menginginkan bakso mercon. Setelah mengetahui apa yang terjadi dari mulut Febi, dia langsung meluncur. Ridho masih tidak menyangka akan aksi orang tua Febi yang secara terang-ter
last updateTerakhir Diperbarui : 2023-11-29
Baca selengkapnya

73. Demi kebaikan

Keadaan benar-benar tidak lagi memungkinkan. Dua sejoli yang saling mencintai harus menjaga jarak karena situasi yang tak aman. Memilih untuk mengalah demi keegoisan. Tak ingin jika kebencian akan semakin menekan. Cia pikir kesabarannya selama ini akan memberi sedikit keringanan. Namun malah berubah kebalikan. Masalah kompleks pun tak bisa lagi diabaikan. Tidak banyak yang bisa ia lakukan selain bertahan. Namun resiko yang ia tanggung adalah siksaan batin yang tak terhindarkan. "Jangan melamun," tegur Dika berbisik. Cia mengerjap dan menggeleng pelan. Dia kembali menatap laptopnya. Berusaha fokus mencatat poin penting dalam rapat siang ini. Melihat Agam dalam mode serius seperti ini membuatnya sering lupa diri. Selain mengagumi, Cia juga teringat dengan apa yang mereka lalui akhir-akhir ini. "Saya akan ikut memantau semuanya sampai akhir tahun. Setelah itu kita evaluasi. Jika penurunan berhasil ditekan maka kita lanjutkan dengan strategi yang sama. Jika tidak, saya minta tim
last updateTerakhir Diperbarui : 2023-11-29
Baca selengkapnya

74. Lawan Tak Seimbang

Agam kembali melakukan perjalanan kerja. Bedanya kali ini dia berangkat ke luar negeri, lebih tepatnya Jepang. Namun sayang, Cia tidak bisa ikut mendampingi. Kendalanya adalah dia belum memiliki passport. Jika membuatnya lebih dulu tentu akan memerlukan waktu yang tidak sebentar. Sedangkan Agam tidak memiliki banyak waktu lagi di tengah kesibukannya. Sudah dua hari Agam pergi. Tidak sendiri, melainkan ada Dika yang menemani. Jika tidak ada pria itu, mungkin Cia tidak akan mengetahui kabar Agam. Pria itu benar-benar sibuk. Agam sedang melakukan banyak usaha untuk membuat perusahaan membaik. "Punggung gue capek banget," gumam Cia merenggangkan punggungnya. "Mau gue pijitin?" tanya Febi dari belakang. Cia menggeleng dan menekan kata sandi apartemennya. Febi juga melakukan hal yang sama. Mereka baru saja pulang dari kantor saat ini. "Feb?" panggil Cia sebelum masuk ke apartemennya. "Ya?" "Pijet, yuk?" ajak Cia dengan wajah berseri. Membayangkan tubuhnya dipijat oleh tena
last updateTerakhir Diperbarui : 2023-11-29
Baca selengkapnya

75. Mundur Teratur

Bagi Cia, lemah karena cinta adalah hal yang memalukan. Dia bisa berkata demikian karena mengalaminya sendiri. Cia memiliki kebiasaan buruk tentang cinta. Akal sehatnya seolah hilang jika sudah berurusan dengan perasaan murni itu. Jika cinta tersebut memberikan kebahagiaan, tentu akan menjadi energi yang positif. Namun bagaimana jadinya jika rasa cinta itu memberikan kesedihan? Bukan hanya akal sehat yang hilang, tetapi juga gairah hidupnya. Entah sudah berapa lama Cia duduk di sofa sambil menatap jalanan ibu kota, dia sendiri tidak tahu. Yang pasti setelah pulang dari bekerja, dia langsung duduk di sana sampai hari mulai gelap. Masih dengan pakaian kerjanya, Cia duduk meringkuk sambil memeluk lututnya. Jangankan berganti baju, untuk menyalakan lampu saja dia sudah malas. Hatinya benar-benar tidak tenang. Namun Cia tidak menangis kali ini. Dia sudah lelah meratapi nasibnya sendiri yang menyedihkan. Dia hanya butuh Agam untuk mendukungnya. Karena Cia bertahan hingga saat ini ju
last updateTerakhir Diperbarui : 2023-11-30
Baca selengkapnya

76. Keputusan Terberat

Kenyataan memang tak seindah harapan. Tak semenyenangkan khayalan. Juga tak secerah keinginan. Semesta seolah menyadarkan manusia akan keadaan. Namun apa tak boleh manusia memilih jalan aman? Agam Mahawira berada di titik paling rendah saat ini. Kesedihan yang pernah terjadi dalam hidupnya tak bisa menyamai perasaannya saat ini. Ada rasa marah, kecewa, sedih, dan tak percaya yang ia rasakan. Syukur saja, ekspresi datar yang berhasil ia tampilkan. Agam kembali membaca lembaran kertas di tangannya. Rahangnya mengeras setiap membaca kata demi kata. Matanya menyala siap untuk berteriak murka. Namun, lagi-lagi Agam berhasil menyembunyikan emosinya dengan sempurna. "Cia bilang sama lo?" tanya Agam pada pria di hadapannya. Dika menggeleng lemah. "Gue juga baru tau sekarang." Agam meletakkan kertas itu dan mengusap wajahnya kasar. "Segampang itu dia nyerah," gumamnya. "Gam, nggak mudah jadi Cia." Dika menatap sahabatnya prihatin. Di tengah masalah perusahaan, ada masalah priba
last updateTerakhir Diperbarui : 2023-11-30
Baca selengkapnya

77. Bentuk Perlawanan

Setelah mangkir beberapa kali, akhirnya Agam kembali datang ke rumah orang tuanya. Ajakan untuk makan malam bersama selalu ia tolak demi kenyamanan dada. Namun kali ini dia memiliki tujuan yang berbeda. Bukan hanya sekedar makan malam biasa, tetapi ia juga akan menyampaikan berita. Febi, gadis yang selama ini memilih netral pun juga berubah. Posisinya selama ini memang tidak memungkinkan untuk memihak, antara orang tua atau sahabatnya. Namun kali ini aura permusuhan itu begitu terasa. Febi mendadak menjelma menjadi Agam kedua, yang malas untuk berkunjung menemui kedua orang tuanya. Makan malam berlangsung dengan hening. Hanya terdengar suara sendok yang bertemu dengan piring. Namun semua orang tahu jika mereka sedang berakting. Sebelum akhirnya pembicaraan yang diinginkan kembali memancing. "Jadi gimana Jepang kemarin, Gam?" tanya ayahnya. "Lancar," jawab Agam singkat. "Mr. Haraku mau bekerja sama." Senyum ayahnya langsung merekah. Tentu saja kabar ini sangat membahagiakan
last updateTerakhir Diperbarui : 2023-11-30
Baca selengkapnya

78. Duo Galau

Ternyata apa yang Agam lakukan bukan sekedar ancaman. Surat pengunduran diri sudah ia ajukan. Tentu membuat heboh seluruh karyawan. Banyak rumor yang mulai berkembang. Apa menghilangnya sosok Alicia Cantika menjadi alasan? Namun Agam tidak menghiraukan. Dia sudah terbiasa mendengar banyak rumor yang berkeliaran. Apa lagi ditambah dengan keputusan besarnya sekarang. Tentu kehebohan tidak bisa lagi ditekan. Suara ketukan pintu membuat Agam bergumam. Dika masuk dengan hanya memperlihatkan kepalanya saja. "Pak?" Agam pun mengalihkan pandangan. "Ada apa?" "Pak Dandung ingin bertemu." Wajah Agam yang semula datar mulai berubah. Ada pendar geli di matanya. "Kapan?" "Sekarang. Pak Dandung sudah ada di ruang tunggu." Agam mengangguk. "Minta dia masuk." Sebelum Dika pergi, Agam kembali memanggil. "Gue masih atasan di sini, kan, Ka?" tanyanya. "Kenapa?" "Minta resepsionis lobi bawah untuk jangan biarin orang luar masuk, termasuk Pak Dandung." "Tapi Pak Firman sendir
last updateTerakhir Diperbarui : 2023-12-01
Baca selengkapnya

79. Bisikan Setan

Pada dasarnya, setiap manusia memiliki kekurangan. Kekurangan yang mungkin tak bisa diterima oleh banyak orang. Namun begitu lah manusia. Makhluk Tuhan yang tidak sempurna. Jelas harapan tentu akan sama, yaitu menjadi pribadi yang lebih dewasa dengan segala permasalan hidup yang ada. Cuti tiga hari Febi telah usai. Dia kembali bekerja dengan hati gusar. Tanggung jawabnya sebagai budak korporat membuatnya sadar. Jika dia tidak bisa terus menghindar. Namun yang pasti menghindari Dika tetap akan ia lakukan. Malu, kesal, resah, dan gelisah. Itu yang Febi rasakan saat ini. Dia membenci dirinya sendiri yang lemah terhadap cinta. Ternyata seperti ini rasanya sakit hati karena cinta. Mulai sekarang, Febi tidak akan mengejek Cia lagi. Dia akan mulai prihatin dengan masalah yang menimpa Cia dan Kakaknya. Pasti rasanya akan lebih sakit dari pada sekedar cinta ditolak. "Hari ini lo agak dieman. Habis cuti bukannya hepi malah kayak orang sakit gigi," celetuk Ridho di sampingnya. "Hati
last updateTerakhir Diperbarui : 2023-12-01
Baca selengkapnya

80. Menyembuhkan Luka

Rasa canggung begitu terasa. Mencoba mengusik ketenangan jiwa. Awalnya kedua insan itu berusaha untuk bersikap biasa. Namun memang perasaan tak bisa untuk diajak kerja sama. Rumah Cia menjadi tujuan mereka. Bersembunyi dari banyaknya tatapan warga desa. Seperti tetangga pada umumnya, mereka penasaran akan sosok Agam Mahawira. Sebenarnya penampilannya biasa saja, hanya saja wajahnya yang tampan tentu menarik curiga. Di sini lah mereka, duduk berdua di meja makan yang terbuat dari kayu istimewa. Meskipun terlihat sederhana, tetapi percayalah kayu itu sangat mahal harganya. Sudah bertahun-tahun awetnya. Saksi peninggalan Kakek Cia juga. "Kenapa Pak Agam ke sini?" tanya Cia meletakkan teh hangat buatannya. Tidak ada teh jahe. Entah kenapa Cia tidak mau mengingat masa lalu mereka. Agam masih menutup mulutnya. Jujur, dia sedikit terganggu dengan suara pisau dan papan potong yang beradu. Dari tempat duduknya, Agam bisa melihat Nenek Cia yang tengah menyiapkan kudapan untuknya. Me
last updateTerakhir Diperbarui : 2023-12-01
Baca selengkapnya
Sebelumnya
1
...
5678910
DMCA.com Protection Status