“Marcel! Nanti Jovan denger gimana?” sentakku berbisik, walaupun begitu kiranya pipiku sudah seperti tomat.Aku lihat Marcel tertawa dengan manisnya sembari ikut membantuku menuntun Jovan menuju ranjang.Lekas kami merebahkan Jovan di ranjang, aku dan Marcel saling menatap satu sama lain. Mata Marcel yang tak goyah menatap diriku membuatku terpaku. Larut malam, berdua, di kamar.“Ah, tidak-tidak . Apa yang ada di otakku? Marcel itu teman suamiku, sadarlah Ayu!” ucapku dalam hati merasa gemas dengan pikiran kotorku sendiri.“Hayo, mikirin apa?” tanya Marcel tersenyum jahil padaku.Lelaki itu berniat mendekat, tapi dengan sigap aku raih tangannya untuk keluar dari kamar. Aku menutup pintu kamar rapat-rapat dengan jantung berdegup cepat, seakan takut Jovan terbangun lalu melihat kami.“Emm ... makasih ya, udah anterin Jovan. Ayo aku antar ke depan,” ucapku dengan cepat sembari melangkahkan kaki menuju teras.Namun, sebuah tangan kekar tiba-tiba mendekapku dari belakang, menghirup dalam-d
Read more