Semua Bab Kubawa Benihmu, Mas!: Bab 71 - Bab 80

158 Bab

71. Siasat Baru

Sementara di ruang rawat Bagaskara terllihat Anne menarik sebuah kursi untuk didekatkan pada brangkar putranya. Wanita itu pun mengambil buah dan mengupasnya untuk Bagaskara. Pria itu pun menerima apa yang disuguhkan mamanya. "Mengapa kamu lakukan ini semua, Bagas?""Karena dia adalah anakku, rasanya aku tidak tega bila lakukan semua ini, Ma," jawab Bagaskara."Kita sudah sepakat bahwa ini sifatnya hanya sementara, setelah kita dapatkan sebagian harta itu maka semua akan terkendali," kata Anne."Sulit, Ma!"Anne menerawang dengan jawaban yang diberikan putranya itu. Sullitnya dimana wanita itu tidak tahu pasti. Namun, wajah putranya begitu yakin akan hal itu membuat dia mengernyitkan dahi mencoba berpikir kemana arah kalimat sang putra."Apa maksud dari kalimat itu, Bagas?""Apa Mama lupa siapa di balik semua kejadian ini? Ada Sagara Arnold yang selalu mengawasi setiap pergerakan Sarita," papar Bagas.Anne mendengus lirih, tetapi wanita itu seakan-akan tidak memedulikan peringatan p
last updateTerakhir Diperbarui : 2024-01-05
Baca selengkapnya

72. Senyum Yang Mematahkan

Rachel masih diam, wanita muda itu semakin membuat Bagaskara penasaran. Namun, Rachel masih saja tersenyum yang membuat kakaknya harus menghela napas panjang. Akhirnya Bagas pun mulai pasrah, dia tidak lagi mengejar apa yang diinginkan oleh adiknya."Terserah!"Rachel masih saja tersenyum. Dia masih terbayang pertemuan terakhirnya dengan Ni Luh. Andai kakaknya itu mau melanjutkan hubungan dengan temannya mungkin hidupnya akan lebih baik. Tidak perlu bersusah payah mengumpulkan pundi emas.Sementara di lantai bawah rumah sakit itu, Sarita kini sudah bisa berjalan dengan menggandeng tangan mungil Alifian. Rupanya pria kecil itu sudah sedikit merasa bebas. Hal itu terlihat dari cara dia menatap jalan."Mengapa Alif terlihat begitu takut?" tanyw Sarita"Wanita itu sempat datang ke penyekapan itu, Bun. Dia juga berkata akab melenyapkan Bubda suatu saat nanti," jawab Alifian datar.Sarita mengepalkan tangannya yang lain, kemudian dengan lembut di tariknya tangan putranya agar lebih cepat la
last updateTerakhir Diperbarui : 2024-01-07
Baca selengkapnya

73. Esok Hari

Hati telah berganti, Sarita sudah bangun lebih pagi dari sebelumnya. Dia ingin segera memasak agar waktunya cukup untuk melanjutkan desain pakaian yang sedikit tertunda akibat keinginan Alifian bertemu ayahnya. Tidak butuh lama, semua menu yang dia inginkan sudah tersedia di meja makan.Kemudian wanita itu pun memberitahu pada pembantunya jika Alifian bangun dan mencarinya maka dia ada di ruang kerja. Pembantunya pun mengangguk mengerti, lalu dia segera melanjutkan langkahnya menuju ke ruang kerja. Sarita tenggelam dalam pikirannya mencari ide untuk mode pakaian terbaru yang rencananya akan meluncur dalam dua bulan ke depan."Mode apalagi yang ingin aku usung kali ini ya? Alam atau hewan, heemm!" Ujung pensil masih diam dengan jari telunjuk yang mengetuk meja kerjanya. Sesaat wanita itu menelusupkan kepalanya di meja, sungguh pagi ini dia tidak menemukan idw setitik pun. Tidak biasanya. "Huuft huu." Helaan napan panjang terlihat berulang kali dilakukan oleh Sarita. Dia begitu terbe
last updateTerakhir Diperbarui : 2024-01-07
Baca selengkapnya

74. Ingin Berkumpul

"Saya sendiri juga tidak tahu, Neng. Hanya isi surat saya dan Mang Ujang sama, tetapi jika punya Neng Sarita mana saya berani buka," papar bibi.Sarita membenarkan apa yang dikatakan oleh pembantunya itu. Dahi Sarita mengkerut saat membaca barisan huruf demi hutuf yang tertaya rapi. Seolah itu bukan tulisan tangan simboknya. Ada yang aneh dalam setiap kata yang terangkai."Boleh aku tahu apa isi dari amplop kalian, Bi?" tanya Sarita.Bibi tersenyum tipis, wanita paruh baya itu pun segera mengeluarkan amplop miliknya dan milik Mang Ujang. Kemudian menyerahkan pada Sarita. Oleh wanita itu keduanya pun dibuka dan dibaca secara urut dan bergantian. Kedua bola matanya membeliak tidak percaya akan kalimay yang sama di setiap surat."Apa Bibi percaya jika ini adalah tulisan dari simbokku?"Bibi menggeleng, meskipun dia baru mengenal Marni tetapi wanita paruh baya tersebut tidak percaya jika semua tulisan di setiap amplop cokelat itu adalah tulisan tangan asli Marni. Bagitu juga Sarita, dia y
last updateTerakhir Diperbarui : 2024-01-08
Baca selengkapnya

75. Pergi Tanpa Pamit

Sarita pun melajukan kendaraan roda empatnya keluar dari gerbang dan berhenti sesaat di pos satpam. "Pak Rois, apa tadi melihat Mang Ujang dam bibi?" tanya Sarita."Mereka tadi pamit keluar ke rumah Bi Marni, mau ijin ke Neng sebenarnya. Karena si Neng Sarita terlihat serius jadi tidak ijin, cuma mereka titip ijin bila Neng bertanya," papar satpam itu."Iya sudah, lalu bawa kendaraan apa?" "Naik ojek online, Neng!""Iya, baiklah, Pak. Aku ke sekolah Alifian dulu!"Setelah pamit, mobil pun melaju ke jalanan ibukota Semarang menuju ke sekolah Alifian. Jalanan yang lengang membuat laju kendaraan roa empat itu cepat sampai di depan sebuah sekolah taman kanak-kanak tempat putranya menuntut ilmu."Semoga aku tidak terlambat menjemputnya!"Mobil segera diperkirkan dengan rapi bersama deretan mobil penjemput yang lainnya. Semua siswa satu per astu keluar menuju ke orang tua masing- masing, tetapi hingga habis semua dan sepi tidak terlihat sosok yang ditunggu oleh Sarita."Apakah aku terlamb
last updateTerakhir Diperbarui : 2024-01-08
Baca selengkapnya

76. Rencana Tanpa Sarita

Mang Ujang dan belum selesai mendapat sebuah panggilan dari nomer yang tidak dikenal. Kedua matanya menatap penuh tanya pada wanita yang saay ini menemani dia sarapan."Bagaimana ini, Bu?" tanya Mang Ujang lembut."Angkat saja, Mang!"Mang Ujang beranjak dari duduknya, lalu berjalan menuju ke wastafel untuk mencuci kedua telapak tangannya. Kemudian kembali ke kursi makan untuk mengangkat panggilan di ponselnya.'Hallo, kapan kalian ada waktu untukku?" tanya suara seorang wanita."Apakah ini sangat penting, Bi?" tanya Mang Ujang."Penting tidak penting, tetapi mungkin bisa jadi ini inginku yang terakhir melihat senyum dan tawanya juga memeluk cucuku, Mang. Tolonglah!""Baiklah, kami akan segera meluncur ke tempat kamu, Bi Marni. Bersiaplah!"Tanpa berpamitan, panggilan pun diputuskan Mang Ujang secara sepihak. Kemudian tatapannya berganti pada wajah wanitanya yang sejak tadi menunggu kabar suaminya. "Bagaimana, Mang?" "Sepeertinya kita ikuti saja apa maunya Bi Marni. Tadi dia sempat
last updateTerakhir Diperbarui : 2024-01-08
Baca selengkapnya

77. Sarita Bingung

"Iya, Pak. Silakan!"Alifian pun tersenyum, kemudian mereka berjalan menuju ke parkiran. Sepanjang senyum tersungging di bibir pria kecil itu hingga membuat Bagaskara bingung."Sepertinya kamu bahaagia sekali, Nak. Memangnya ada apa to ini?" tanya Bagas.Alifian masih tersenyum, dia begitu bahagia semua rencananya berhasil bahkan mendekati sempurna. Lalu pria kecil itu berbisik pada ayahnya, senyum Bagas pun merekah mendengar deretan kata yang dibisikan putranya itu."Lalu sekarang kita kemana, Nak?""Kita langsung ke puncak, Ayah. Di sana ada villa paman!" Bagaskara pun segera melajukan kendaraannya menuju ke arah puncak. Mereka berangkat bersamaan dengan waktu bibi dan Mang Ujang. Bahkan Sagara pun juga bersiap bersama Aulia dan Elfrada. Mereka masih penasaran dengan amplop cokelat yang isinya hanya route perjalanan menuju ke sebuah bangunan.Yang datang lebih awal adalah bibi dan suaminya, kemudian berurutan Sagara dan Alifian. Untuk yang terakhir adalah sebuah mobil khusus berwar
last updateTerakhir Diperbarui : 2024-01-10
Baca selengkapnya

78. Akhirnya

"Bagaimana jika antar aku ke tempat meeting itu, Noel!" pinta Sarita. Imanuel terdiam, pria itu seakan masih berpikir apakah ini sudah waktunya untuk membawa majikannya. Selama ini dia masih menunggu kabar dari Sagara mengenai kedatangan Sarita ke tujuan yang oleh mereka. Imanuel beberapa kali melihat jam di pergelangan tangannya. "Apa yang membuatmu seakan berpikir, Nuel?" tanya Sarita. "Tidak ada, hanya ingin memastikan saja saat ini jam berapa," jawab Imanuel. "Baiklah, bawa aku ke meeting itu!"Imanuel tidak bisa berbuat lebih, dengan terpaksa dia menuruti apa yang diinginkan oleh Sarita. Perlahan mobil yang dikemudikan oleh Imanuel pun melaju dengan kecepatan sedang. Hal ini bermaksud agar di tidak datang lebih awal dan pas meeting itu selesai. Apa yang sudah direncanakan oleh Imanuel pun sesuai dengan keadaan yang ada. Kedatangan Imanuel dan Sarita bertepatan meeting Sagara selesai. Saat Sarita melihat Sagara, dia segera turun dan berlari menuju ke tempat pria itu berdiri d
last updateTerakhir Diperbarui : 2024-01-11
Baca selengkapnya

79. Kejutan Terencana

"Selamat ulang tahun, Bunda!"Semua keluar dari persembunyian dan Alifian membawa kue tart hasil hiasan mereka. Sarita termangu, wanita itu berdiri kaku tanpa senyum. Alifian mendekati bundanya yang masih berdiri menatapnya dengan bulir bening mulai jatuh dikedua pipi. Sarita perlahan jongkok agar bisa menatap wajah putranya. Alifian tersenyum, dia menyodorkan kue tart tersebut. "Ditiup dulu lalu panjatkan doa, Bunda!" kata Alifian dengan nada rendah. Sarita pun mengikuti apa yang dikatakan oleh putranya. Dengan lembut diterima kue dan meletakkan pada meja ruang tamu. Aulia menyodorkan pisau dan piring kecil juga ada garpu untuk tempat potongan roti. Sarita menerima dengan senyuman. "Terima kasih, Aul!" Aulia tersenyum dan mengangguk, lalu Marni ikut keluar membuat senyum wanita itu seketika menguap. Ada rasa haru dan keterkejutan yang tidak bisa ditutup lagi. "Simbok!" panggil Sarita dengan nada rendah. Wanita tua itu mengangguk dan tersenyum lebar. Tidak hanya Marni yang hadi
last updateTerakhir Diperbarui : 2024-01-12
Baca selengkapnya

80. Akankah Semua Terjadi

Sarita membeliakkan kedua matanya, dia masih tidak percaya dengan apa yang terlihat. Hatinya berdesir melihat sepasang cincin nikahnya dulu. "Bukankah milikku sudah aku jual, bagaimana bisa? Apakah ini sekedar duplikasi?" cerca Sarita dengan nada lirih. Bagaskara masih bisa mendengar apa yang terucap oleh bibir mantan istrinya itu. Namun, bibirnya masih bungkam. Dia tidak ingin menjawab apa pun, tetapi yang dia inginkan adalah ungkapan cinta yang keluar ikhlas dari wanita itu. "Bisakah kita ulang kisah yang retak itu, Sarita?" tanya Bagaskara. Sarita masih diam, otaknya mulai terkontaminasi oleh alunan kisah lam yang sudah usang tetapi begitu membekas. Kepalanya menggeleng menolak kisah itu, kisah yang penuh luka hingga trauma menyapa relung kalbu. "Aku belum mampu untuk ulang kisah lama itu, Mas. Maafkan!" ucap Sarita lirih. "Aku tidak memaksa tetapi ijinkan aku berjuang untuk cintamu dan kasih Alifianku!" pinta Bagaskara lembut. Sarita tidak bisa menatap manik biru milik mant
last updateTerakhir Diperbarui : 2024-01-12
Baca selengkapnya
Sebelumnya
1
...
678910
...
16
DMCA.com Protection Status