Home / Romansa / Kubawa Benihmu, Mas! / 72. Senyum Yang Mematahkan

Share

72. Senyum Yang Mematahkan

Author: Shaveera
last update Last Updated: 2024-01-07 10:21:46

Rachel masih diam, wanita muda itu semakin membuat Bagaskara penasaran. Namun, Rachel masih saja tersenyum yang membuat kakaknya harus menghela napas panjang. Akhirnya Bagas pun mulai pasrah, dia tidak lagi mengejar apa yang diinginkan oleh adiknya.

"Terserah!"

Rachel masih saja tersenyum. Dia masih terbayang pertemuan terakhirnya dengan Ni Luh. Andai kakaknya itu mau melanjutkan hubungan dengan temannya mungkin hidupnya akan lebih baik. Tidak perlu bersusah payah mengumpulkan pundi emas.

Sementara di lantai bawah rumah sakit itu, Sarita kini sudah bisa berjalan dengan menggandeng tangan mungil Alifian. Rupanya pria kecil itu sudah sedikit merasa bebas. Hal itu terlihat dari cara dia menatap jalan.

"Mengapa Alif terlihat begitu takut?" tanyw Sarita

"Wanita itu sempat datang ke penyekapan itu, Bun. Dia juga berkata akab melenyapkan Bubda suatu saat nanti," jawab Alifian datar.

Sarita mengepalkan tangannya yang lain, kemudian dengan lembut di tariknya tangan putranya agar lebih cepat la
Locked Chapter
Continue to read this book on the APP

Related chapters

  • Kubawa Benihmu, Mas!   73. Esok Hari

    Hati telah berganti, Sarita sudah bangun lebih pagi dari sebelumnya. Dia ingin segera memasak agar waktunya cukup untuk melanjutkan desain pakaian yang sedikit tertunda akibat keinginan Alifian bertemu ayahnya. Tidak butuh lama, semua menu yang dia inginkan sudah tersedia di meja makan.Kemudian wanita itu pun memberitahu pada pembantunya jika Alifian bangun dan mencarinya maka dia ada di ruang kerja. Pembantunya pun mengangguk mengerti, lalu dia segera melanjutkan langkahnya menuju ke ruang kerja. Sarita tenggelam dalam pikirannya mencari ide untuk mode pakaian terbaru yang rencananya akan meluncur dalam dua bulan ke depan."Mode apalagi yang ingin aku usung kali ini ya? Alam atau hewan, heemm!" Ujung pensil masih diam dengan jari telunjuk yang mengetuk meja kerjanya. Sesaat wanita itu menelusupkan kepalanya di meja, sungguh pagi ini dia tidak menemukan idw setitik pun. Tidak biasanya. "Huuft huu." Helaan napan panjang terlihat berulang kali dilakukan oleh Sarita. Dia begitu terbe

    Last Updated : 2024-01-07
  • Kubawa Benihmu, Mas!   74. Ingin Berkumpul

    "Saya sendiri juga tidak tahu, Neng. Hanya isi surat saya dan Mang Ujang sama, tetapi jika punya Neng Sarita mana saya berani buka," papar bibi.Sarita membenarkan apa yang dikatakan oleh pembantunya itu. Dahi Sarita mengkerut saat membaca barisan huruf demi hutuf yang tertaya rapi. Seolah itu bukan tulisan tangan simboknya. Ada yang aneh dalam setiap kata yang terangkai."Boleh aku tahu apa isi dari amplop kalian, Bi?" tanya Sarita.Bibi tersenyum tipis, wanita paruh baya itu pun segera mengeluarkan amplop miliknya dan milik Mang Ujang. Kemudian menyerahkan pada Sarita. Oleh wanita itu keduanya pun dibuka dan dibaca secara urut dan bergantian. Kedua bola matanya membeliak tidak percaya akan kalimay yang sama di setiap surat."Apa Bibi percaya jika ini adalah tulisan dari simbokku?"Bibi menggeleng, meskipun dia baru mengenal Marni tetapi wanita paruh baya tersebut tidak percaya jika semua tulisan di setiap amplop cokelat itu adalah tulisan tangan asli Marni. Bagitu juga Sarita, dia y

    Last Updated : 2024-01-08
  • Kubawa Benihmu, Mas!   75. Pergi Tanpa Pamit

    Sarita pun melajukan kendaraan roda empatnya keluar dari gerbang dan berhenti sesaat di pos satpam. "Pak Rois, apa tadi melihat Mang Ujang dam bibi?" tanya Sarita."Mereka tadi pamit keluar ke rumah Bi Marni, mau ijin ke Neng sebenarnya. Karena si Neng Sarita terlihat serius jadi tidak ijin, cuma mereka titip ijin bila Neng bertanya," papar satpam itu."Iya sudah, lalu bawa kendaraan apa?" "Naik ojek online, Neng!""Iya, baiklah, Pak. Aku ke sekolah Alifian dulu!"Setelah pamit, mobil pun melaju ke jalanan ibukota Semarang menuju ke sekolah Alifian. Jalanan yang lengang membuat laju kendaraan roa empat itu cepat sampai di depan sebuah sekolah taman kanak-kanak tempat putranya menuntut ilmu."Semoga aku tidak terlambat menjemputnya!"Mobil segera diperkirkan dengan rapi bersama deretan mobil penjemput yang lainnya. Semua siswa satu per astu keluar menuju ke orang tua masing- masing, tetapi hingga habis semua dan sepi tidak terlihat sosok yang ditunggu oleh Sarita."Apakah aku terlamb

    Last Updated : 2024-01-08
  • Kubawa Benihmu, Mas!   76. Rencana Tanpa Sarita

    Mang Ujang dan belum selesai mendapat sebuah panggilan dari nomer yang tidak dikenal. Kedua matanya menatap penuh tanya pada wanita yang saay ini menemani dia sarapan."Bagaimana ini, Bu?" tanya Mang Ujang lembut."Angkat saja, Mang!"Mang Ujang beranjak dari duduknya, lalu berjalan menuju ke wastafel untuk mencuci kedua telapak tangannya. Kemudian kembali ke kursi makan untuk mengangkat panggilan di ponselnya.'Hallo, kapan kalian ada waktu untukku?" tanya suara seorang wanita."Apakah ini sangat penting, Bi?" tanya Mang Ujang."Penting tidak penting, tetapi mungkin bisa jadi ini inginku yang terakhir melihat senyum dan tawanya juga memeluk cucuku, Mang. Tolonglah!""Baiklah, kami akan segera meluncur ke tempat kamu, Bi Marni. Bersiaplah!"Tanpa berpamitan, panggilan pun diputuskan Mang Ujang secara sepihak. Kemudian tatapannya berganti pada wajah wanitanya yang sejak tadi menunggu kabar suaminya. "Bagaimana, Mang?" "Sepeertinya kita ikuti saja apa maunya Bi Marni. Tadi dia sempat

    Last Updated : 2024-01-08
  • Kubawa Benihmu, Mas!   77. Sarita Bingung

    "Iya, Pak. Silakan!"Alifian pun tersenyum, kemudian mereka berjalan menuju ke parkiran. Sepanjang senyum tersungging di bibir pria kecil itu hingga membuat Bagaskara bingung."Sepertinya kamu bahaagia sekali, Nak. Memangnya ada apa to ini?" tanya Bagas.Alifian masih tersenyum, dia begitu bahagia semua rencananya berhasil bahkan mendekati sempurna. Lalu pria kecil itu berbisik pada ayahnya, senyum Bagas pun merekah mendengar deretan kata yang dibisikan putranya itu."Lalu sekarang kita kemana, Nak?""Kita langsung ke puncak, Ayah. Di sana ada villa paman!" Bagaskara pun segera melajukan kendaraannya menuju ke arah puncak. Mereka berangkat bersamaan dengan waktu bibi dan Mang Ujang. Bahkan Sagara pun juga bersiap bersama Aulia dan Elfrada. Mereka masih penasaran dengan amplop cokelat yang isinya hanya route perjalanan menuju ke sebuah bangunan.Yang datang lebih awal adalah bibi dan suaminya, kemudian berurutan Sagara dan Alifian. Untuk yang terakhir adalah sebuah mobil khusus berwar

    Last Updated : 2024-01-10
  • Kubawa Benihmu, Mas!   78. Akhirnya

    "Bagaimana jika antar aku ke tempat meeting itu, Noel!" pinta Sarita. Imanuel terdiam, pria itu seakan masih berpikir apakah ini sudah waktunya untuk membawa majikannya. Selama ini dia masih menunggu kabar dari Sagara mengenai kedatangan Sarita ke tujuan yang oleh mereka. Imanuel beberapa kali melihat jam di pergelangan tangannya. "Apa yang membuatmu seakan berpikir, Nuel?" tanya Sarita. "Tidak ada, hanya ingin memastikan saja saat ini jam berapa," jawab Imanuel. "Baiklah, bawa aku ke meeting itu!"Imanuel tidak bisa berbuat lebih, dengan terpaksa dia menuruti apa yang diinginkan oleh Sarita. Perlahan mobil yang dikemudikan oleh Imanuel pun melaju dengan kecepatan sedang. Hal ini bermaksud agar di tidak datang lebih awal dan pas meeting itu selesai. Apa yang sudah direncanakan oleh Imanuel pun sesuai dengan keadaan yang ada. Kedatangan Imanuel dan Sarita bertepatan meeting Sagara selesai. Saat Sarita melihat Sagara, dia segera turun dan berlari menuju ke tempat pria itu berdiri d

    Last Updated : 2024-01-11
  • Kubawa Benihmu, Mas!   79. Kejutan Terencana

    "Selamat ulang tahun, Bunda!"Semua keluar dari persembunyian dan Alifian membawa kue tart hasil hiasan mereka. Sarita termangu, wanita itu berdiri kaku tanpa senyum. Alifian mendekati bundanya yang masih berdiri menatapnya dengan bulir bening mulai jatuh dikedua pipi. Sarita perlahan jongkok agar bisa menatap wajah putranya. Alifian tersenyum, dia menyodorkan kue tart tersebut. "Ditiup dulu lalu panjatkan doa, Bunda!" kata Alifian dengan nada rendah. Sarita pun mengikuti apa yang dikatakan oleh putranya. Dengan lembut diterima kue dan meletakkan pada meja ruang tamu. Aulia menyodorkan pisau dan piring kecil juga ada garpu untuk tempat potongan roti. Sarita menerima dengan senyuman. "Terima kasih, Aul!" Aulia tersenyum dan mengangguk, lalu Marni ikut keluar membuat senyum wanita itu seketika menguap. Ada rasa haru dan keterkejutan yang tidak bisa ditutup lagi. "Simbok!" panggil Sarita dengan nada rendah. Wanita tua itu mengangguk dan tersenyum lebar. Tidak hanya Marni yang hadi

    Last Updated : 2024-01-12
  • Kubawa Benihmu, Mas!   80. Akankah Semua Terjadi

    Sarita membeliakkan kedua matanya, dia masih tidak percaya dengan apa yang terlihat. Hatinya berdesir melihat sepasang cincin nikahnya dulu. "Bukankah milikku sudah aku jual, bagaimana bisa? Apakah ini sekedar duplikasi?" cerca Sarita dengan nada lirih. Bagaskara masih bisa mendengar apa yang terucap oleh bibir mantan istrinya itu. Namun, bibirnya masih bungkam. Dia tidak ingin menjawab apa pun, tetapi yang dia inginkan adalah ungkapan cinta yang keluar ikhlas dari wanita itu. "Bisakah kita ulang kisah yang retak itu, Sarita?" tanya Bagaskara. Sarita masih diam, otaknya mulai terkontaminasi oleh alunan kisah lam yang sudah usang tetapi begitu membekas. Kepalanya menggeleng menolak kisah itu, kisah yang penuh luka hingga trauma menyapa relung kalbu. "Aku belum mampu untuk ulang kisah lama itu, Mas. Maafkan!" ucap Sarita lirih. "Aku tidak memaksa tetapi ijinkan aku berjuang untuk cintamu dan kasih Alifianku!" pinta Bagaskara lembut. Sarita tidak bisa menatap manik biru milik mant

    Last Updated : 2024-01-12

Latest chapter

  • Kubawa Benihmu, Mas!   158. Akhir Sebuah Kisah

    Sarita terbangun masih dalam pelukan Sagara, bahkan sinar mentari pagi sudah menyapa lembut kulitnya. Dia sedikit terkejut saat ujung kakinya tersentuh oleh buih air. "Dimana aku?""Sudah bangun? Lihatlah, sinar jingga menghiasi langit timur!"Sarita bangkit dari posisinya, dia berdiri menatap sinar jingga sambil merentangkan kedua lengannya. Dadanya terlihat naik perlahan menandakan sedang menghirup udara. Sagara ikut berdiri dan berjalan mengikis jarak, lalu dipeluknya tubuh Sarita dan berbisik, "Bagaimana dengan tawaranku semalam, Sayang?"Sagara meletakkan kepalanya pada ceruk lerer Sarita dan mulai menghidu aroma yang sudah membuatnya candu. Telapak tangan Sarita pun bergerak mengusap kepala Sagara. Wanita itu menyunggar surai rambut sang lelaki, kemudian menekannya lembut. Sarita merasa nyaman dengan setiap sentuhan Sagara, tetapi sisi hatinya yang lain masih enggan untuk menyambut cinta yang ditawarkan. "Akankah kau selalu ada untukku?" tanya Sarita lembut. Tidak ada jawaba

  • Kubawa Benihmu, Mas!   157. Putusan Sidang

    Di antaranya bukti keterlibatan Madam Anne atas kematian Alinsky Waluyo. Meskipun dari hasil pemeriksaan, Alinsky dinyatakan meninggal karena kecelakaan tunggal.Akan tetapi, pada fakta yang ditemukan, Alinsky meninggal karena luka parah yang dideritanya setelah kecelakaan yang dialaminya, dan yang lebih mengejutkan ternyata kecelakaan tersebut dipicu karena rem blong sebab tali rem mobil Alinsky telah dipotong. Tidak hanya itu saha, Madam Anne bahkan memerintahkan seseorang untuk membuat sebuah rekaman palsu yang menceritakan bahwa Alinsky pergi dari rumah Pradipta dengan seorang pria. Kemudian dengan segala tipu daya dan rayuan, Madam Anne pun mendekati Pradipta yang tengah terluka dan kehilangan Alinsky serta calon anak yang masih berada di kandungan Alinsky untuk selamanya. Pradipta yang merasa kecewa dengan sikap Alinsky pun perlahan mulai termakan omongan Madam Anne muda dan bersedia menikahi Madam Anne beberapa bulan setelah kepergian Alinsky yang tanpa kabar tersebut.Yang

  • Kubawa Benihmu, Mas!   156. Fakta Baru

    Sarita terdiam, wanita itu menatap pada Sagara begitu juga sebaliknya. Hanya Alifian yang terlihat asyik sendiri tanpa beban. Kemudian dia beranjak meninggalkan kedua orang dewasa menuju ke teras rumah. Sesekali kepalanya menoleh ke belakang guna memastikan apakah keduanya sudah berjalan. Namun, hingga kaki kecil sampai di ambang pintu kedua orang dewasa belum juga terlihat membuat Alifian berteriak memanggil bundanya. "Sebaiknya kita antar dulu putra kamu itu, Sari. Setelahnya baru ke butik bahas lebih lanjut," kata Sagara sambil meraih jemari Sarita dan menautkan pada jemarinya. Sarita terdiam mengikuti semua pergerakan Sagara wanita itu sama sekali tidak menolak ataupun menghindar. Hingga sampai di depan Alifian pun tautan jemari mereka tidak terlepas. "Masuklah bersama Alif di belakang, Sari!"Sarita segera masuk menyusul putranya dan duduk di samping Alifian. Pria kecil menatap bundanya sekilas lalu berpaling ke samping melihat jalanan yang mulai padat. Mobil berjalan perlaha

  • Kubawa Benihmu, Mas!   155. Kapan Menikah

    Tangan kanan Sagara mengepal erat, sebuah bogem mentah sudah hendak dihadiahkannya untuk Bagaskara. Namun, diurungkan karena ada jemari lentik yang menghentikan niatan tersebut. Sagara memalingkan wajah ke samping. Tampak pemilik jari tersebut menggelengkan kepala sambil menyuguhkan senyum lembut yang mampu melelehkan hatinya. Emosi Sagara seketika menguap begitu saja, sementara Bagaskara semakin merasa geram karena mantan istri malah memberikan senyum terbaik pada laki-laki selain dirinya. Gelap mata! Itu yang dirasakan Bagaskara saat ini. Penuh emosi, Bagas menarik bahu pria yang lima tahun lebih tua tersebut. Giginya gemeretuk, rahangnya mengencang, mata pun sudah memerah, dan detik berikutnya ... Bugh! Bagas meninju rahang Sagara yang langsung terhuyung. Sungguh beruntung, pengendalian keseimbangan pria itu cukup baik sehingga dia tidak sampai terjatuh hanya sedikit oleng saja. Sagara ingin membalas Bagas, tetapi Sarita dengan cepat menarik tangan Sagara. Sambil memberikan s

  • Kubawa Benihmu, Mas!   154. Suasana Memanas

    Aknat dan Bagas refleks saling bertukar pandang saat mendengar pertanyaan hakim ketua. Apa maksud hakim ketua dengan mempermainkan? Kenapa lelaki jelang senja itu bisa berkata demikian? Jangan-jangan .... Didorong oleh rasa penasaran, Aknat pun bermaksud kembali maju untuk memeriksa ulang apakah ada kesalahan yang tidak disengajanya saat menyerahkan bukti ketidakberesan Sarita sebagai ibu. Akan tetapi, baru saja mengangkat tubuhnya dari kursi, ketua majelis hakim yang terhormat sudah mengangkat tangan -- melarangnya untuk maju. Akhirnya, dengan penuh kebingungan, Aknat menuruti perintah ketua majelis sidang. Sambil bertanya-tanya, Aknat menatap hakim ketua dan Bagaskara bergantian. Pemuda itu bahkan hanya bisa mengedikkan bahu ketika Bagaskara menanyakan hal tersebut padanya. Ketua majelis hakim yang terhormat masih menatap Aknat dan Bagaskara dengan tatapan tajam penuh kemarahan. Pria yang sudah berprofesi menjadi hakim selama dua puluh tahun tersebut merasa terhina. "Apa maksud

  • Kubawa Benihmu, Mas!   153. Berkas

    Keesokkan paginya tidak jauh dari sebuah rumah mewah bercat putih, tampak sebuah city car berwarna hitam. Pengemudi city car tersebut tampak serius mengamati rumah mewah yang dijaga ketat oleh seorang petugas keamanan. "Aku harus bisa masuk ke rumah itu untuk mencari berkas-berkas penting yang mereka sebutkan kemarin. Hanya saja bagaimana ya caranya?"Pemuda tersebut memutar otaknya -- mencari cara agar dia bisa masuk ke dalam rumah mewah dan menjalankan misinya tanpa ketahuan oleh penghuni rumah. Dia pun memeriksa seluruh penjuru mobilnya. Elfrada mengobrak-abrik seluruh isi dashboard mobil dan menemukan dua buah benda yang diyakini bisa membantu meloloskan niatnya masuk ke dalam rumah target. Dengan keyakinan penuh, lelaki tersebut mempersiapkan diri. Setelah semua siap, dia kembali mengawasi rumah mewah yang hanya selisih dua rumah dari tempatnya. Beberapa menit kemudian, tampaklah sebuah mobil mewah dan elegan berwarna silver metalik keluar dari halaman rumah tersebut. Dengan

  • Kubawa Benihmu, Mas!   152. Sosok Yang Lain

    Pria muda berkaca mata hitam itu segera meluncur pergi dari depan rumah Bagaskara, dengan kecepatan tinggi pemuda tersebut memacu kendaraan roda empat yang dikemudikannya. Di tengah perjalanan pria itu menelepon seseorang, "Bos, tadi saya sempat mencuri dengar pembicaraan antara Bagaskara, istrinya, dan kedua pengacara mereka melalui sebuah penyadap. Saya mendengar mereka mempunyai sebuah bukti yang akan bisa dipakai menekan dan mengalahkan Nyonya Sarita di pengadilan.""Bukti apa dan siapa yang membawa bukti tersebut?" tanya lawan bicara pria muda yang ditugaskan menjadi kata-kata tersebut. "Saya masih belum mendapatkan informasi bukti seperti apa yang dimaksud, hanya saja saya tahu siapa yang sudah menyimpan bukti tersebut." Info pemuda tersebut sambil terus mengemudikan kendaraan roda empatnya. Sementara itu, di tempat lain lawan bicara pria muda tersebut tampak sedang memikirkan strategi apa yang akan diambilnya untuk menghancurkan Bagaskara dan istrinya, Ni Luh. Sosok tersebu

  • Kubawa Benihmu, Mas!   151. Awal Sidang

    "Tenang, Tuan Bagas. Bersantailah sedikit, tidak perlu seemosi itu. Saya hanya bertanya saja pada Anda. Apakah Anda yakin dengan keinginan Anda mengenai hak asuh anak?" Ulang Aknat pada Bagaskara yang menatapnya lekat dan tajam."Apa perlu saya ulang jawaban saya agar Anda yakin pada apa yang menjadi keinginan saya?" Kini giliran Bagaskara membalik pertanyaan Aknat. Nada suaranya rendah dan dalam, terlihat sekali jika dia sedang menahan amarah pada pemuda yang duduk di samping Ni Luh.Mendengar jawaban Bagaskara yang begitu penuh kemarahan yang tertahan, Ni Luh mengerutkan dahinya. Wanita itu merasa sedikit aneh dengan sikap suaminya ketika mendengar pertanyaan Aknat.Ni Luh mengamati manik tegas suaminya lekat-lekat. Dia merasa penasaran dengan jawaban dan sikap Bagaskara selanjutnya. Sementara itu, sikap Aknat tampak berbanding terbalik dengan Bagaskara yang tampak begitu emosi.Pria matang yang dikenalkan dengan nama Arswendo merasa tidak enak melihat situasi yang mulai tidak kondu

  • Kubawa Benihmu, Mas!   150. Dua Pengacara

    Saat hendak menikmati madu alami pintu dibuka oleh pelayan dengan membawa makanan yang sesuai pesanan juga dua orang tamu. Bagas dan Ni Luh segera memperbaiki cara duduknya. "Silakan saja dilanjut, kami dengan sabar menunggu, Tuan dan Nyonya!" ujar Aknat pengacara pribadi Ni Luh. "Kau jangan bikin malu, Nat. Usiamu masih jauh," dengus Ni Luh. Aknat hanya mengulas senyum tipis, lalu mengambil duduk di depan Ni Luh sedangkan pria yang berusia matang ikut duduk di samping Aknat. Ni Luh menatap suaminya penuh tanya. Bagaskara tersenyum dan mempersilakan kedua tamunya untuk menyantap menu yang ada. Menu sederhana tetapi mewah. "Silakan makan, Tuan Berdua!""Apakah tidak lebih baik kita saling kenal dulu, Kak!" Pinta Ni Luh. "Saya Bagaskara sebagai suami dari Ibu Ni Luh Ayu. Ini pengacara saya, Bapak Arswendo!" ujar Bagaskara. Bagas mengenalkan diri dan pengacaranya pada pria muda di depan istrinya. Aknat yang sejak tadi terlihat santai segera menerima uluran tangan Bagas dengan itika

DMCA.com Protection Status