Home / Romansa / Melahirkan Keturunan Untuk CEO / Chapter 201 - Chapter 210

All Chapters of Melahirkan Keturunan Untuk CEO: Chapter 201 - Chapter 210

220 Chapters

Chapter 81

“Jadi, hal apa yang membuat kamu ingin meminta bantuan kami, Khalifa?” tanya Aavar. Di tengah-tengah meja yang melingkar, ke empat orang tersebut saling menatap satu-sama lainnya. Aavar, pria itu menatap Khalifa, termasuk Lusi juga yang menatap Khalifa, Alby? Ia hanya diam mendengar perkataan apa yang akan keluar dari bibir istrinya. Ada rasa cemas sebenarnya, Alby takut jika Khalifa nantinya malah meminta cerai atau apa? Atau mungkin setelah Khalifa buka suara tiba-tiba Aavar yang mengambil kendali. “Pastinya ini mengenai Khanza. Ada hal yang tidak aku mengerti tentangnya.”“Bisa jelaskan apa yang kamu maksud?” tanya Aavar. Perlahan, Khalifa menarik napas, kemudian mulai membuka suara kembali. “Saat hari pernikahan itu. Kalian tau kalau Khanza memilih kabur daripada menikah. Khanza pergi karena keinginannya sendiri, bukan karena orang lain apalagi ada kasus penculikan. Hal itu memicu kekhawatiran untuk Mama dan Papa, namun yang aku temukan setelah membaca surat dari Mama. Kalau
Read more

Chapter 82

“Non Khanza, minum dulu obatnya ya, setelah itu Non bisa main,” ucap Bi Wawa tersenyum kecil, menyerahkan beberapa obat yang sering Khanza minum. “Kha? Kenapa sih, setiap habis makan, kamu sering banget minum obat? Gak bosen?” Pertanyaan Khalifa mengundang tatapan dari Bi Wawa dan Khanza. Ketiga orang itu berada di meja makan, lebih tepatnya Khanza dan Khalifa habis menyelesaikan makan siangnya. Dan sekarang kedua kembar itu telah selesai makan dengan Khanza yang harus minum obat selepas makan selesai. “Bosen sih, tapi mau gimana lagi, kalo enggak diminum mana bisa aku jagain kamu yang lemah itu,” ucap Khanza meledek. “Ih, aku beneran Kha!” Khalifa cemberut. Kembarannya selalu seperti itu, tidak pernah mau berkata jujur padanya. “Non Khanza kan pengen kuat, makannya minum obat penambah kuat,” ucap Bi Wawa ikut terkekeh. Wanita itu menatap Khanza yang mulai meminum obatnya. “Kalau begitu aku juga mau dong, biar aku kuat, enggak lemah! Biar pas ada yang jahatin aku, aku bisa lawan
Read more

Chapter 83

“Sakit Pa….” Khanza menangis tertahan, suaranya tercekat akibat tangisan itu. Sakit, sesak, perih, Aarav begitu pilu mendengar nada suara yang dikeluarkan oleh Khanza, amat memilukan. Teringat bagaimana dulu ia sering menangis, menahan sakit yang selalu dirasa tiap hari. Mamanya memperjuangkan dirinya agar bisa menemukan jantung yang cocok, berbagai tempat, namun jantung yang cukup langka membuat Mamanya dahulu begitu susah dalam menemukan. Dan sekarang semua itu harus dialami pula oleh putrinya. Aarav … belum bisa menemukan jantung yang cocok untuk Khanza. “Yang sabar ya, Papa janji, Papa bakal cari jantung yang cocok buat kamu. Sampai Papa bisa menemukannya, kamu pasti bakal sembuh lagi putriku.”“Kapan?” tanya Khanza dengan suara parau. Aarav terdiam. “Papa sering keluar kota, Papa selalu janji bakal dapetin jantung buat Khanza sembuh. Tapi sampai sekarang … Papa selalu berbohong. Jantung Khanza semakin sakit, Pa….”Aarav benar-benar bungkam. Anak kecil seperti Khanza tidak bis
Read more

Chapter 84

***“Di sini suhunya dingin, jadi pastikan kalian harus memakai syal, serta jaket yang tebal ya,” ucap Aavar pada kedua kembar. Kini mereka berada di rumah kediaman Aavar yang memang tinggal di Amerika. Perusahaan yang dibangun Aavar melenjit besar di sini, pria yang masih lajang itu sukses di usia mudanya. “Oh iya, Kinar. Lusi enggak ikut?” tanya Aavar setelah sadar bahwa tak ia temukan Lusi. “Bibi Lusi kan lagi ujian sekolahnya, jadi nggak bisa ke sini lah,” jawab Khalifa menjawab pertanyaan Aavar yang seharusnya Kinara jawab. “Ahaha, begitu, padahal ajak aja, Om rindu sama dia,” celetuknya berhasil membuat Kinara mengernyit, menaikan salah satu alisnya. “Ahahah, aku bercanda.”“Cieee, om Aavar nanyain Bibi Lusi. Hahahah. “ Kedua kembar itu tergelak tawa. Cekikikan cukup lucu. “Mereka yang bilang ya, Kinar. Bukan aku lho.” Seakann tahu tatapan Kinara, Aavar hanya cengar-cengir tak jelas. Kinara hanya tersenyum, tidak membalas atau membuka suara. Yah masalahnya Ia sudah tau bag
Read more

Chapter 85

Khalifa terduduk seorang diri di atas batu dengan pandangan menatap lurus danau. Menatap kosong danau tersebut yang tampak tidak seperti biasanya. Ucapan Aavar kala itu terngiang di telinga Khalifa. “Ketahuilah Khalifa, setelah kecelakaan itu aku sudah menduga kalau dia bukan Khanza, melainkan jiwa orang lain yang masuk menguasai raganya. Ini bukan perpindahan jiwa seperti yang ada dibuku cerita, atau film yang menayangkan seseorang masuk kedunia lain. Bukan,” ucap Aavar. “ini seperti perpindahan sifat saja. Setelah melakukan operasi itu ada kemungkinan sebelumnya Khanza sudah meninggal? Namun, secara kebetulan pula ada seseorang yang sudah meninggal, meninggalkan satu organ yang masih berfungsi. Kamu pun tau Khalifa, saat itu Khanza memiliki penyakit jantung, setelah operasi itu, apa yang terjadi? Dia bahkan bisa sembuh dari penyakitnya? Tidak lagi merasakan sakit. Bukankah itu sebuah kebetulan? Artinya, kepribadian dan sifatnya sudah berkaitan dengan jantung yang ada di tubuh Khanz
Read more

Chapter 86

“Sudah sampai, terima kasih sudah mengantarkan,” ucap Khalifa. “Tidak usah berterima kasih, sudah menjadi tugasku untuk memastikan istriku pulang dalam keadaan baik.” Alby tersenyum tipis. “jangan lupa kabarkan aku ya? Kalau ada apa-apa kabarin.” Khalifa tampak ragu namun tak urung ia mengangguk. “aku pergi,” ucap Khalifa. “Eh tunggu?” Alby menahan pergelangan tangan Khalifa. “lupa ya?” ungkapnya membuat kening Khalifa mengerut. “salam dulu sama suami, masa mau pergi-pergi aja?”Khalifa terdiam sejenak, cukup canggung kala Alby memintanya dengan sedikit kode. “Lupa.” Khalifa cengengesan, menerima uluran yang Alby untuk Khalifa cium. Diciumnya punggung tangan sang suami, ah ralat—suami? Rasanya … masih agak canggung untuk Khalifa mengklaim bahwa Alby adalah suaminya. Tapi … ah sudahlah. Sesaat Khalifa melepaskan ciuman di punggung tangan Alby, perempuan itu menjauhkan kepalanya, namun … Cup! Khalifa membeku, terdiam dengan jantung bergejolak. Alby … dengan penuh kelembutan menc
Read more

Chapter 87

“Kenapa kau ada di kamarku, Khalifa….”Deg! “Khanza?”Jantung Khalifa bertalu kian cepat. Sangat-sangat cepat. Mendadak tenggorokan kering, kakinya gemetar. Seperti maling yang kepergok sang pemilik, itulah yang dirasa Khalifa. “Za … ada hal yang pengen aku bicarain.” Dengan penuh keberanian itu, Khalifa membuka suara. Sumpah, walau Khanza adalah saudaranya namun untuk berbicara langsung dengan Khanza cukuplah tegang. Ya, masalahnya keduanya memang sudah jarang berkomunikasi. Apalagi ditambah Khanza yang selalu dingin padanya, memasang raut marah. “Aku bertanya, apa yang sedang kau lakukan di kamarku?” tanya Khanza dengan suara datarnya. Khalifa mengeratkan genggaman pada sebuah gelang. Jantungnya benar-benar seperti diajak main dengan hantu. “Sebenarnya … Za. Aku ….” Khalifa hendak membuka suara, namun tak sengaja pandangan matanya jatuh pada Aavar yang berada di anak tangga. Pria itu naik ke atas. Gawat! Khalifa tidak ingin masalah ini menambah sampai Aavar. Ia ingin menyeles
Read more

Chapter 88

“Aku tidak ingin lihat kamu bahagia, Khalifa! Tidak ingin!” Khanza meluruhkan tangisnya, badannya ikut merosot ke bawah bersamaan Khalifa yang menahannya. Keduanya terduduk di lantai dengan Khalifa yang memeluk Khanza. “Jika aku tidak bahagia … maka kamu juga enggak boleh bahagia, Khalifa. Jika aku menderita … maka kamu juga harus menderita Khalifa….” Khalifa menggigit bibir bawahnya, ucapan Khanza membuatnya sakit hati, namun anehnya Khalifa tidak ingin melepaskan pelukan ini. Entah kenapa saat lihat Khanza seperti ini justru membuat Khalifa tidak ingin melepaskan pelukannya. Khalifa hanya bisa ikut menangis dengan memeluk Khanza. Merasakan rasa sakit yang keduanya rasakan. “Katakan bahwa aku jahat, Khalifa… tapi, aku ingin rasa sakit itu bukan hanya aku yang merasakannya tapi juga kamu. Aku … aku sering menahannya seorang diri,” ucap Khanza. “inilah alasanku kenapa selalu membuatmu menderita.” Kali ini Khalifa benar-benar mengerti. Atas kesalahannya yang menerima Kaden b
Read more

Chapter 89

[Assalamu'alaikum, Khalifa? Bagaimana keadaan di sana? Bagaimana hubungan kamu dengan Khanza? Apa semuanya bisa diatasi.]Pesan yang masuk satu jam yang lalu Khalifa hiraukan. Tidak membalas ataupun berniat untuk membalasnya. Ia menghiraukan dengan perasaan campur aduk, antara ingin dan tidak, pikirannya sekarang benar-benar tidak bisa diajak kompromi. [Kenapa cuman dibaca doang? Khalifa, kamu baik-baik aja kan?] Pesan kembali masuk, terlihat dari atas layarnya saya Khanza mendapati sebuah notifikasi masuk. Khalifa termenung, masih tak ingin membalas. Sampai beberapa detik berlalu, suara dering ponsel terdengar. Alby kali ini menelponnya. Khalifa terdiam, benar-benar bingung untuk menjawab panggilan atau tidak. “Jika aku tidak bahagia maka kau juga tidak boleh bahagia ….” Ucapan itu terus terngiang di telinga Khalifa. Seperti bunyi alarm, kalimat itu penanda sebagai kesadaran dirinya. Kalau apa yang ia miliki saat ini … harus dimiliki pula oleh Khanza. Suara ponselnya masih seti
Read more

Chapter 90

“Kak Alby?” ucap Khalifa lirih. Segera ia tutup kembali gorden. Jantungnya berdegup kencang, bingung semakin melanda hatinya. Di sisi lain ia senang tatkala melihat Alby ada di sini, kerinduan yang sempat terpendam terbayar saat melihat wajahnya. Namun tak bisa berbohong pula, rasa resah Khalifa rasakan mengingat perasaan Khanza saat ini. Sangat tidak mungkin jika ia bahagia sedang Khanza? Dia sendiri dan butuh seseorang juga. Berbeda dengan Alby, di luar sana Alby menatap kesal jendela yang masih tertutup, tidak Khalifa buka. Padahal ia sudah lempari beberapa baru kecil mengenai kaca tersebut, berharap Khalifa melihatnya dan membuka jendela tersebut. Setelah membiarkan Khalifa untuk berbicara dengan Khanza sekarang Alby yakini bahwa pasti ada masalah diantara mereka. Jika tidak, mana mungkin Khalifa mengabaikannya seperti ini. Padahal sebelumnya Alby sudah peringati Khalifa agar memberinya kabar, tapi apa? Khalifa justru tak membaca pesan satupun darinya. Marah? Tidak tahu. Alby
Read more
PREV
1
...
171819202122
DMCA.com Protection Status