Home / Romansa / Atasan Duda Itu Mantan Pacarku / Chapter 81 - Chapter 90

All Chapters of Atasan Duda Itu Mantan Pacarku: Chapter 81 - Chapter 90

105 Chapters

DIMP 81

“Sebelumnya saya minta maaf sebsar-besarnya, saya bersalah.” Kalimat mas Satria terhenti beberapa saat, semua terdiam menunggu apa yang akan di sampaikan oleh pria yang berdiri di sampingku itu.“Saya bersalah, tapi, saya benar-benar mencintai Rania. Saya tidak ingin berpisah dan mengakhiri hubungan ini.” Setelah beberapa saat akhirnya mas Satria melanjutkan kalimatnya.“Bersalah kenapa? Masalahnya apa, tolong kalian yang jelas kalau bicara.” Mama yang sedari diam akhirnya ikut bicara.Mas Satria terisak dan tidak ada sepatah katapun keluar dari bibirnya.“Mas Satria … dia … dia sudah merujuk istri pertamanya sebelum menikahi Rania.” Akhirnya aku yang harus menyapaikan semua kebenaran ini kepada seluruh keluargaku.“Maksudnya?” tanya Kaka Sisil dengan mulut ternganga. “Satria rujuk dengan mantan istrinya, lalu menikahi kamu. Berarti sekarang Satria punya istri dua.” Kak Sisil menutup mulutnya dengan kedua tangan.“Iya,” jawabku singka
Read more

DIMP 82

Hari pertama kembali ke kantor dalam keadaan yang berbeda, rasanya memang campur aduk. Seharusnya aku tersenyum bahagia hari ini dan menebar kebahagiaan kepada siapa saja. Bahkan dari beberapa waktu yang lalu aku sudah memesan nasi kotak yang akan aku bagikan sebagai bentuk rasa syukur dan ingin berbagi kebahagiaan dengan teman kantor. Makanan yang seharusnya aku bagi untuk teman kantor sudah aku salurkan ke sebuah yayasan sosial.Aku sedang berusaha berdamai dengan keadaan dan tidak akan membiarkan diriku terlalu lama terpuruk dalam kesedihan. Malu? Pasti … tapi, aku akan tetap berusaha mengendalikan diri dan juga emosiku. Semua ini sangat berat dan tidak mudah. Menghindari masalah tidak akan menyelesaikannya, yang benar adalah harus menghadapinya. Sehancur apapun hatiku saat ini biarlah diriku sendiri yang merasakannya.“Aku tidak bisa berkata apa-apa lagi, tapi, aku harap kamu bisa kuat. Itu masalah pribadi kalian berdua dan aku harap kamu tetap professional dal
Read more

DIMP 83 SATRIA

pov SatriaGerimis baru saja turun menjatuhkan bulir airnya ke bumi, membasahi dedaunan, bunga dan tanah di sekitar. Hawa dingin mulai menusuk kulit dan aku membiarkan tubuhku diterpa angin malam yang menyertai turunnya gerimis. Sebuah kesalahan fatal telah aku lakukan dan masih berharap sebuah maaf dan kesempatan. Akan tetapi, sepertinya semua itu semakin jauh dari harapan selepas keluarga Rania datang.Aku hanya bisa terdiam tidak mampu menjawab atau pun membela diri karena memang semua itu adalah kesalahanku. Aku yang tidak mampu menjaga pendirianku, aku yang lemah oleh tekanan dan aku yang tidak berpikir panjang akan sebuah hal.“Ibu sudah membantumu sesuai janji Ibu di rumah sakit.” Suara Ibu memecah hening malam. Aku masih duduk di teras belakang, melepas pandangan dan pikiranku jauh. Tidak aku jawab atau berusaha aku menoleh, pandanganku tetap ke atas ke langit gelap yang tertutup mendung. Aku sedang marah pada diriku sendiri, juga pada k
Read more

DIMP 84

Hidup harus terus berjalan seberapa terpuruknya kita dan jangan terlalu lama menikmati kesakitan. Bahagia tidak begitu saja akan menghampiri saat kita terus menerus menikmati rasa sakit dari sebuah kisah pahit. Biarkan puing kenangan yang berserak itu akhirnya terbang bersama datangnya sebuah harapan. Meski aku trauma atas sebuah hubungan, tapi, hidup tidak melulu soal asmara.Mungkin aku sedang dalam fase ingin menikmati hidup dan bangun dari sebuah mimpi buruk yang terjadi dalam kisah hidupku. Apa yang terjadi tidak mungkin bisa aku lupakan begitu saja, namun tidak akan terus menerus aku ratapi. Yah … meski sakit, tapi, itu semua pasti akan sampai pada sebuah titik, titik ikhlas. Semua sudah menjadi bagian dari takdir hidupku yang pastinya sudah digariskan. Hidup, mati dan jodoh adalah rahasia Tuhan dan semua yang telah ditentukan tidak akan sanggup manusia tolak. Demikian halnya dengan diriku, bukankah manusia hanya bisa berencana sedangkan semua hal
Read more

DIMP 85

“Gimana … mau mulai kapan ini?” Mas Danta melihat ke arahku.“Maaf permisi ke toilet sebentar.” Aku belum menjawab pertanyaan Mas Danta, saat Kak Sisil berdiri untuk permisi ke toilet.”“Ya udah sekalian, aku mau ambil beberapa berkas laporan dulu, nanti bisa Rania pelajari terlebih dahulu di rumah.” Kak Rahma ikut bangun dari kursinya.“Kak, kopi yes,” ucap Mas Danta kepada Kak Rahma.Perempuan cantik itu hanya mengangguk dan mengiyakan kemudian berjalan keluar bersisian dengan Kak Sisil. Aku meraih gelasku yang berisi jus alpukat yang esnya mulai mencair, beberapa tegukkan cukup membuat dingin tengorokanku.“Jadi kapan?” Mas danta mengulangi pertanyaanya.“Mungkin Jumat, nunggu urusan di kantor selesai dulu,” jawabku kemudian.“Baguslah,” guman Mas Danta kemudian.“Apanya?” tanyaku belum memahami arti kata bagus yang baru saja Mas Danta ucapkan.“Bagus, kal
Read more

DIMP 86

"Ngalamun aja." Entah kapan Roni datang, aku sama sekali tidak menyadarinya. "Aku bantu apa?" tanyanya kemudian."Udah kok, nggak banyak." Hanya perlengkapan salat, beberapa pasang alas kaki juga beberapa barang pribadi lainnya yang memang sengaja aku tinggal di kantor."Aku nggak tau, harus senang atau sedih," ucap Roni lagi sambil menarik kursi dan kemudian duduk di depan mejaku."Maren chat katanya ikut sedih," celetukku kemudian."Jangan-jangan kau menari di atas lukaku," lanjutku, Roni tertawa."Kayak lagu dangdut," balasnya kemudian. "Tapi, apapun itu seperti yang aku katakan sebelumnya yang terpenting itu semua demi kebaikan kamu. Yah siapa tau suatu waktu ada hikmah dibalik ini semua.""Amin," timpalku kemudian.Setelah Roni tau apa yang terjadi sebenarnya tempo hari, dia langsung menghubungi dan menanyakan keadaanku. "Tuhan menguji manusia sudah sesuai kemampuannya. Dan aku yakin ini cara Tuhan untuk
Read more

DIMP 87

"Ada Pak Danta di ruangan Ibu," beritahu Maya salah satu karyawan saat aku baru memasuki kafe dari pintu belakang."Oh … okay, makasih. Minta tolong Hari buatkan kopi ya, dua." Entah sejak kapan aku mulai kecanduan kopi, sepertinya setelah aku bekerja disini."Baik, Bu. Permisi," pamit Maya kemidian berlalu.Aku berjalan pelan kemudian menaiki anak tangga karena ruangan kerjaku berada di lantai dua. Sebagai salah satu pemilik kafe ini, Mas Danta memang sering datang sekerdar melakukan kontrol di sela kesibukannya sebagai dokter."Assalamualaikum, Mas." Dengan tangan kanan aku mendorong pintu ruanganku yang setengah terbuka itu."Waalaikumsalam," jawab Mas Danta yang sedang duduk di kursi kerjaku."Pagi banget," ucapku sambil berjalan mendekati meja kerjaku.Aku melewati Mas Danta yang duduk di kursi kerjaku untuk meletakkan tas di meja yang berada di belakang Mas Danta."Iya tadi habis jogging sekalian
Read more

DIMP 88

Aku menarik napas dalam dan mengembuskan perlahan untuk mengatur perasaan yang sedikit kacau. Bagaimanapun aku harus meyakinkan diriku sendiri kalau aku pasti bisa menghadapi dan melewati semua ini meski tidak mudah pastinya. Ayolah Rania … kamu pasti bisa, jangan terlihat lemah dihadapan orang yang telah menyakitimu, jangan perlihatkan sakitmu pada orang yang tidak menghargai cintamu. Sisi lain dalam diriku terus saja meyakinkan sisi lainnya untuk tidak memperlihatkan rasa sedih dan sakit yang masih aku rasakan.“Situ kosong,” tunjuk Mas Danta saat kami baru saja melewati pintu. Aku lihat sebuah meja yang berada di sudut warung dan baru saja di bersihkan.Aku mengangguk mengedarkan pandangan kea rah dalam akan tetapi tidak aku lihat keberadaan Mas Satria. Sisi lain ruangan tidak terjangkau oleh pandangan mataku kalau berdiri di sini. Mungkin saja Mas Satria duduk di dalam sana. Lah … kenapa aku malah mencarinya, tapi, memang semua terjadi secara reflek s
Read more

DIMP 89

“Ish … nggak lucu Pak Dokter,” ucapku sambil nyengir, bisa-bisanya kena prank. “Iseng amat ngeprank orang.”Mas Danta malah tertawa mendengarku.“Namanya Nia, kenal nggak?” ucap Mas Danta di sela tawanya. “Ish.” Reflek tanganku mencubit lengan pria yang masih terkekeh itu. “Itu kan foto aku.”“Nama kamu siapa?” tanya Mas Danta kemudian.“Rania.” Dengan polosnya aku menjawab.“Nia kan?” Mas Danta menoleh dan mengangkat sepasang alisnya, lengkung sabit di wajahnya tersenyum lebar.“Iya sih, eh … tapinya.” Aku tidak melanjutkan kalimatku karena tiba-tiba kehilangan kata-kata. Lebih tepatnya tidak mendapatkan kalimat yang tepat, kurang kerjaan banget pakai ngerjain aku segala.“Kamu pernah pacaran selain dengan pria tadi itu?” tanya Mas Danta tiba-tiba. Topik pembicaraan kembali pada permasalahanku.“Belum pernah,” jawabku kemudian. Selain Mas Satria aku memang tidak
Read more

DIMP 90

Seharian penuh kafe ramai, puji syukur kepada Tuhan pastinya atas rejeki yang berlimpah ini. Aku ikut turun tangan membantu karyawan karena memang kondisi benar-benar ramai. Hari minggu memang selalu ramai, tetapi, minggu ini memang lebih dibandingkan minggu biasanya.Selepas Magrib aku kembali keruangan rasanya cukup lelah. Aku mengambil ponsel di meja samping monitor dan kemudian membawanya ke arah sofa. Aku hempas pelan tubuh lelahku di atas sofa sambil mengecek ponsel. Ada pesan dan panggilan dari Mas Danta dan juga beberapa yang lainnya. Mas Danta masih mengurus urusan yayasan dan belum bisa kembali cepat. Dokter muda itu menggirim pesan sejak siang tadi.“Assalamualaikum.” Panjang umur sekali pria itu, baru saja aku membatinnya. “Aku pulang dulu tadi, nggak apa-apa kan? Kamu baik-baik aja kan, ramai banget ya hari ini pasti capek ikut turun tangan.”“Waalaikumsalam,” jawabku sambil bangun dari sofa dan kemudian duduk tegak.
Read more
PREV
1
...
67891011
DMCA.com Protection Status