Semua Bab Atasan Duda Itu Mantan Pacarku: Bab 61 - Bab 70

105 Bab

DIMP 61

“Sama,” ucapku menimpali seraya membalas pelukan mas Satria. Semakin rumit dan berliku semakin membuat aku merasa takut, bagaimanapun hati tidak bisa berbohong kalau aku juga benar-benar mencintainya. Ketika kesempatan bersama hadir untuk kedua kalinya aku tak ingin melewatkan begitu saja. Sejauh apa pun jarak pernah memisah raga, tetap saja hati selalu terpaut. Mungkin benar adanya cinta pertama itu nyata ada, aku merasakan perasaan yang sama dan cinta ini tidak berubah pada Mas Satria.“Kita bisa.” Mas Satria melepaskan pelukannya dan kemudian menangkup wajahku dengan kedua telapak tangannya.Wajah kami berhadapan dengan posisi sangat dekat, pandangan kami beradu dalam diam. Sesaat hanya saling pandang dan menikmati sensasi rasa yang hadir di dalam dada. Tidak perle penjelasan ada cinta yang jelas aku dapati di sorot mata Mas Satria. Dan aku yakin dia bisa menangkap perasaan yang sama yang ada dalam hatiku dan terpancar dari sepasang mataku. Tapi, tid
Baca selengkapnya

DIMP 62

“Lah … ini nomor Rania, Mas. Bukan nomor-nya Kak Sisil, kalau mas mau aku kirim kontak Kak Sisil selepas ini.” Pantas saja aku seperti mengenal suara itu, ternyata mas Danta yang salah sambung ke nomor ponselku.“Bo … boleh,” jawab Mas Danta kemudian. “Em … eh kamu lagi ngapain?” tanya Mas Danta setelahnya. Mas Satria yang tadinya terdiam menjawil tanganku yang membuatku langsung menoleh ke arahnya, dagu pria itu terangkat seakan bertanya aku sedang bicara dengan siapa.“Aku lagi makan ini, Mas.” Aku menjawab kemudian. Dengan hanya menggerakkan mulut aku memberitahu Mas Satria.“Oh lagi istirahat ya?!” sambung Mas Danta lagi.“Siapa?” tanya Mas Satria sedikit menyuarakan, di tengah pembicaaraanku dengan Mas Danta. Aku hanya mengangguk sembari mengangkat tanganku sebagai isyarat untuk Mas Satria menunggu sebentar.“Iya, Mas.” Aku menjawab singkat pertanyaan Mas Danta sambil terus melihat ke Mas Satria yang menatapku dengan tatapan ingin Taunya.“Ya sudah kalau gitu, maaf jadi ganggu.
Baca selengkapnya

DIMP 63

“Iya … iya, Kak Sisil dan Kak Regi biar rehat juga, sekarang kakak yang jaga.” Kembali aku menjawab.Aku membuka ponsel sebentar dan kemudian meletakkannya kembali saat terdengar azan magrib. Setelah membantu Arya untuk bersiap salat Magrib, aku pun segera aku mengambil wudhu untuk salat Magrib juga. Berbait doa aku langitkan, semoga Allah senantiasa memberikan kelancaran dalam setiap urusan. Berdoa untuk semua agar semua selalu baik-baik saja. Untuk sesaat aku masih belum beranjak dari atas sajadah untuk dapat berdzikir lebih lama dari biasanya.“Kak ponselmu.” Suara Arya memecah fokusku, aku hentikan dzikirku dan mencermati suara dengan pendengaranku. Sengaja memang aku menngecilkan volume nada panggil dan hanya mengunakan getar saja. Benar itu suara ponselku, segera aku beranjak kea rah sofa dan melihat ke layar benda pipih tersebut. Ada nama Mas Satrian yang terpampang di layar ponsel, buru-buru aku mengangkatnya.“Assalamualaikum, Sayang.” Aku langsung mengucap salam saat panggil
Baca selengkapnya

DIMP 64

Dalam hitungan detik lift sudah berada di lantai satu, aku dan Mas Danta langsung melangkah keluar sesaat setelah pintu lift terbuka. Aku berjalan mengikuti Mas Danta yang berjalan ke arah kiri, kalau ke kanan kami akan ke lobby rumah sakit. Mas Danta menunjuk dengan dagunya ke sebuah tempat, sebuah area terbuka dan terlihat ada beberapa stan di sana. Meja berwarna kuning berjajar di depan stan- stan tersebut. “Oh itu,” tunjukku kemudian.“Yang di sana.” Mas Danta menunjuk lebih jauh, baru terlihat sebuah café yang berada di samping stan- stan tersebut. Dengan tangan kanan Mas Danta mendorong pintu kaca berwarna gelap itu, di dalam nya terlihat sebuah ruangan yang lumayan luas. Ada set meja berwarna coklat yang berjajar rapi dan sebuah meja konter kafe bar berukuran sedang di ujung ruangan. Pencahayaan sedikit remang-remang yang berasal dari beberapa lampu hias yang mengantung. Di beberapa meja terlihat beberapa orang duduk, ada yang berpasangan, sendirian, dan ada yang penuh empa
Baca selengkapnya

DIMP 65

“Permisi silahkan pesanannya.” Obrolanku dengan Mas Danta terjeda oleh kedatangan pelayan yang membawakan makanan dan minuman yang tadi aku pesan.Pelayan pria itu menurunkan dua cangkir coffe latte, seporsi kentang goreng lengkap dengan saos yang disajikan di wadah kecil. Ada saus sambal dan saus mayones yang di tempatkan di dua buah wadah kecil yang berbeda. Satu porsi waffle juga disajikan denga saus coklat sebagai topingnya. “Sudah lengkap semua ya, terima kasih dan selamat menikmati.” Aku dan Mas Danta amengangguk dan tersenyum secara bersamaan.“Makasih, Mas,” ucapku sebelum pelayan itu beranjak yang disambut dengan kalimat ‘sama-sama, permisi’.Aku menarik mendekat cangkir yang berisi minuman hangat yang berada di depanku, aroma harumnya menguar terhidu oleh indra penciumanku. Cangkir berwarna putih itu diletakkan diatas sebuah tatakan kecil berwarna serupa, di samping cangkir ada sendok kecil dan satu saset gula. Mas Danta juga terlihat menggeser mendekat cangkir yang beri
Baca selengkapnya

DIMP 66

Ada apa dengan Mas Satria? kenapa sering sekali membuatku merasa kesal, atau perasaanku saja yang sedang tidak nyaman, tapi, tidak lah. Aku merasa kalau aku baik-baik saja dan sedang tidak memiliki masalah apapun sebelum ini. Fix, semua ini memang karena ulah Mas Satria yang sulit untuk dihubunggi. Dari tadi menelponnya tidak ada respon, saat tersambung sama juga dia berada di panggilan lain dan kenapa itu lama sekali nelponnya. Sedang bicara dengan siapa pria itu, ap aini ada hubungannya dengan Aleya lagi?Pikiranku jadi kemana-mana saat aku mencoba kembali menghubunggi Mas Satria dan dia masih berada di panggilan lain. Aku meletakkan kembali ponsel di atas meja dan menarik gelas minumanku yang masih tersisa meski sudah dingin. Sebelum minum aku mencoba menarik napas dan mengembuskannya berlahan untuk menguranggi tekanan emosi di dalam dadaku. Setidaknya bisa sedikit rileks meski masih saja diriku diselimuti rasa kesal yang teramat sangat.‘Drrrtt … drrt
Baca selengkapnya

DIMP 67

Langkahku gontai menyusuri lorong yang tidak terlalu panjang untuk menuju ke kamar tempat Arya di rawat. Semua hal yang terjadi membuat hatiku begitu lelah, atau hanya aku saja yang merasa egois atas perasaanku. Mas Satria sedang berbuat baik mengurus keluarga Aleya, tapi, aku tidak suka. Mungkin aku yang keterlaluan sebagai manusia, hanya saja aku tidak bisa membohonggi perasaanku sendiri.“Kak,” panggil Arya saat aku masuk ke dalam kamar.“Iya, kenapa?” tanyaku kemudian pada adik bungsuku itu.“Livy tadi ….” Arya seoperti sengaja tidak meneruskan kalimatnya.“Iya, Kakak ketemu mereka di bawah.” Aku menjawab sambil mendekat ke arah Arya.“Mas Satria?” tanya Arya kemudian.“Huum … dia ngurusin itu,” jelasku kemudian. Arya hanya mengangguk pelan dan tidak bicara apa- apa lagi setelahnya. “Kamu rehat, sudah malam.” Aku membetulkan selimut yang berada di ujung kaki Arya.“Kakak juga,” ucap
Baca selengkapnya

DIMP 68

Selepas beristirahat siang aku mulai melanjutkan aktifitasku seperti biasa, berkutat dengan pekerjaan. Beberapa laporan menunggu bergiliran untuk aku kerjakan, kembali fokus pada pekerjaan akan mengalihkan pikiranku dari segala hal yang merisaukan, itu harapanku. Apalagi dengan batas waktu yang diberikan membuatku harus cepat -cepat menyelesaikan setiap laporannya.“Aku tadi kirim data ke WA kamu, tolong buatin proposalnya yah.” Fokusku teralihkan pada sosok yang baru datang. Roni sudah berdiri di depan mejaku, saking fokusnya pada layar monitor aku sampai tidak mengetahui kedatangannya.“Entertaint?” tanyaku sambil meraih ponsel yang aku letakkan di samping printer.“He em, eh ini buat kamu.” Roni menjawab sambil menyerahkan minuman dingin dengan gelas plastik berukuran jumbo.“Buat aku? Makasih … tau aja lagi pengen yang manis-manis.” Aku tersenyum dan mengambil alih minuman dari tangan Roni.“Pak Agus nggak ada, ya?” tanya Roni lagi s
Baca selengkapnya

DIMP 69

Kak Sisil tidak serta merta menyetujui apa yang menjadi pilihan Kak Regina. Dia juga sesaat terdiam dan terlihat berpikir sebelum akhirnya menyetujui pilihan Kak Regina. Dengan kuas kecil Kak Sisil kemudian mengaplikasikan warna pilahan Kak Regina ke area kelopak mataku. Aku hanya terdiam dan menurut saja, menyerahkan semuanya kepada kedua kakak perempuanku itu.Aku menatap wajahku di cermin, kemudian bergerak setengah putaran untuk mengepas kebaya yang baru saja aku kenakan. Terlihat sedikit berbeda karena memang aku terbiasa dengan riasan yang sangat sederhana. Warna navy membuat kulitku terlihat lebih putih dan bersih, sejenak aku mengagumi hasil riasan dari kakak perempuanku itu. Sebenarnya juga kagum dengan penampilanku yang terlihat berbeda dan lebih manis dari biasanya.“Sumpah … cantik banget,” puji Kak Regina sambil membenahi kain batik yang aku jadikan sebagai bawahan. “Ambil gambar habis ini, foto-foto.”“Siapa dulu dong yang make over , Sisi
Baca selengkapnya

DIMP 70

Karena ada beberapa karyawan yang sedang cuti melahirkan di kantor, perusahaan memintaku untuk tetap berada di posisi yang sama sementara waktu meski nanti aku sudah menikah. Cabang sudah menyiapkan proposal penyimpangan sehingga aku harus menunggu admin marketing yang aku gantikan selesai cuti. Bu Nia divisi HR menyampaikan hal itu padaku siang ini.“Sebulan lewat dikitlah palingan, soalnya nggak mungkin kita mau rekrut baru juga.” Bu Nia menambahkan penjelasannya.“Berarti saya pengajuan pindahnya nanti saja ya, Bu?” tanyaku kemudian. Kalau secara lisan memang aku sudah sampaikan akan tetapi secara resmi aku memang belum mengajukan, karena menunggu pengarahan. Ada posisi di Cabang Kepanjen, cabang yang paling dekat meski harus menempuh perjalanan hampir satu jam dari rumah.“Iya nanti saja, aku kabari nanti.” Bu Nia menjawab, aku mengangguk paham.Setelah diberikan penjelasan lebih lanjut aku berpamitan kepada Bu Nia kepala divisi HR-k
Baca selengkapnya
Sebelumnya
1
...
56789
...
11
DMCA.com Protection Status