"Buka! Buka! Siapa saja, tolong bukakan pintu ini! Buka!"Suara Selena nyaris habis, bahkan tenggorokannya sampai terasa sangat sakit, karena sejak tadi dia terus saja berteriak—memanggil siapa pun yang berkenan dan berbaik hati membukakan pintu untuknya. Namun, tak seorang pun mengindahkan teriakannya. Tak ada seorang pun yang tersentuh hatinya mendengar tangisan permohonannya. "Buka ... Aku mohon ... Aku gak mau ada di sini ...." Kedua tangannya pun mulai terasa pegal dan nyeri, akibat memukuli benda keras di hadapan yang tak kunjung dibuka. Merasa jika usahanya hanya sia-sia saja, Selena lantas menyudahinya. Tubuh kecilnya luruh ke lantai marmer yang dingin, beserta tangisan yang kian menjadi. "Daddy ... tolong aku, Daddy. Tolong aku. Aku takut, Dad." Selena menekuk kedua lutut, lalu memeluknya erat. Dia menundukkan kepala, dan menumpahkan tangisan. "Selena takut ...." Di ruangan minim cahaya itu, Selena berada saat ini. Sejak terakhir kali dia dibawa paksa oleh sekelompok ora
Read more