Semua Bab My Cassanova Husband: Bab 101 - Bab 110

174 Bab

99. Terciduk

Intensitas pertemuan Lavina dan Auriga yang semakin menurun membuat komunikasi di antara mereka menjadi semakin sulit.Jika biasanya Auriga akan pulang tanpa diduga-duga dalam waktu dua minggu, kini pria itu kembali ke kebiasaan sebelumnya; pulang ke rumah setelah hampir satu bulan terbang ke berbagai destinasi di seluruh dunia.Ketika Auriga pulang, Lavina sering merasa seperti dia tidak lagi benar-benar mengenal pria itu.Mereka menjadi seperti orang asing satu sama lain. Kedua belah pihak merasa kehilangan rasa kedekatan yang dulu mereka miliki—sebelum hadirnya Flora di tengah-tengah mereka.Tak hanya Auriga, Aurora pun demikian. Anak itu semakin lengket pada Flora dan hanya menyapa Lavina sesekali.Karena merasa tidak dibutuhkan lagi di rumah itu, Lavina menjadi semakin sering menginap di indekos Karin, atau menghabiskan waktu sampai hampir tengah malam di kampus untuk menyelesaikan laporan skripsinya. Kemudian ia baru akan pulang ke rumah dua atau tiga hari kemudian, itupun hampi
Baca selengkapnya

100. Haruskah?

Suara Lavina yang nyaring terdengar sampai ke seluruh ruangan lobi yang hening.“Kamu terlalu blak-blakan, Lavina. Orang lain yang mendengarnya bisa salah paham,” timpal Flora sambil melihat ke kiri dan kanan, seolah-olah malu dengan sikap Lavina barusan.“Nggak apa-apa. Apa yang orang lain pikirkan tentang aku, itu bukan urusan aku, kok.” Lavina tersenyum manis yang dibuat-buat kendati hatinya sedang berdarah-darah. Ia penasaran kenapa Flora terlihat pucat? Akan tetapi ia tidak mau bertanya.“Kalau gitu aku pergi dulu. Teman aku udah nunggu di dalam. Daag!”Detik itu juga Lavina bergegas pergi meninggalkan mereka berdua. Berlama-lama ada di hadapan keduanya, membuat Lavina merasa tersiksa.“Tunggu, Lavina!” seru Auriga dengan suara beratnya. “Kita bicara dulu!”Lavina terhenyak mendengar derap langkah kaki Auriga yang menyusulnya. Namun….“Auriga,” panggil Flora dengan suara lirih. “Aku mau pulang sekarang.”“Flora, aku mau bicara sebentar sama—”“Please… aku sudah nggak tahan lagi.”
Baca selengkapnya

101. Tugasku Sudah Selesai Di Rumah Ini

Kunci dari sebuah hubungan adalah komunikasi yang baik. Komunikasi itu proses dua arah, jadi pastikan untuk mendengarkan dengan baik dan memberikan kesempatan pada pasangan untuk berbicara. Dengan komunikasi yang baik, hubunganmu dengan pasangan akan menjadi lebih harmonis dan kuat.Lavina mendengus pelan ketika mendengar suara penyiar radio yang terdengar lembut di seisi kabin mobil. Sang sopir taksi online tengah mendengarkan acara bincang malam, suara penyiar radio itu menjadi pemecah keheningan di antara mereka berdua.Saat ini sudah pukul sebelas malam. Dan hujan gerimis mengguyur kota. Lavina memperhatikan buliran air hujan yang menyentuh kaca di sampingnya.Komunikasinya dengan Auriga cukup buruk akhir-akhir ini. Sudah lah jarang komunikasi, jarang pula bertemu, ditambah lagi dengan kehadiran orang dari masa lalu. Ada rasa rindu di hati Lavina yang tak tersampaikan. Dan ada rasa sakit yang mungkin akan sulit terobati.Lavina menarik napas dalam-dalam untuk melonggarkan dadanya
Baca selengkapnya

102. Terima Kasih Bantuannya

Lavina membersihkan tubuhnya di kamar mandi. Tiga puluh menit kemudian ia turun ke lantai bawah untuk mengambil air minum.Namun, langkahnya seketika terhenti di anak tangga terbawah begitu ia mendengar Flora mengobrol dengan seorang wanita melalui telepon.Awalnya Lavina akan menghiraukannya, tapi begitu nama Auriga dibawa-bawa, seketika itu juga Lavina mendekati pintu dan mengintip Flora yang sedang mengecat kuku jari tangannya.“Oh? Benarkah? Kamu dan Auriga akan menikah?” tanya wanita di seberang telepon.Mode loudspeaker-nya aktif sehingga Lavina bisa mendengarnya dengan jelas.“Hm-hm,” jawab Flora seraya mengangkat jari tangannya yang tengah dicat itu. “Kamu tahu, Anne? Sesuai dugaanku, ternyata dia memang belum bisa melupakanku. Sama seperti aku yang belum bisa melupakan dia.”Seketika Lavina tercenung.Auriga dan Flora akan menikah?Rasa nyeri itu kembali menyerang dada Lavina, hingga ia sulit untuk bernapas.“Ah, pantas saja kemarin aku dengar dari Keny, kamu dan Auriga datan
Baca selengkapnya

103. Sebelum Benar-Benar Pergi

Beberapa hari kemudian Lavina mendapat informasi bahwa ia diterima sebagai calon mahasiswa salah satu universitas ternama di Korea, melalui jalur beasiswa yang ia lamar sebelumnya.Saat membaca email tersebut, Lavina seketika berteriak senang dan nyaris tak percaya dengan apa yang ia alami. Rasanya ini benar-benar seperti mimpi. Lavina mencubit pipinya berkali-kali. Sakit. Ini memang bukan mimpi.Lavina menghela napas lega dan tersenyum lebar. Hanya tinggal selangkah lagi impiannya akan tercapai.Saat pandangannya tertuju pada sarung laptop miliknya, perlahan senyumannya lenyap. Benda tersebut mengingatkannya akan sosok yang memberinya. Auriga. Pria itu membeli sarung laptop ini di Korea untuknya, beberapa bulan yang lalu.Apa yang harus aku katakan sama dia tentang beasiswa ini? batin Lavina.Lalu ia menggeleng cepat. Tidak. Lavina tidak boleh memikirkan pria itu lagi. Sebentar lagi Auriga akan menceraikannya, mungkin saat Auriga pulang nanti? Entahlah. Namun, Lavina harus selalu sia
Baca selengkapnya

104. Sepenggal Kalimat

Lavina menatap dengan lekat wajah Gendarly yang meneduhkan itu, ia berusaha merekam setiap inci wajah sang ibu mertua dalam ingatan.“Kamu sudah makan siang?”Lavina menggeleng. “Belum, Mom.”“Oke.” Gendarly mengangguk, lalu berdiri. “Kita makan siang bareng, ya.” Kemudian ia memanggil pelayan rumah tangganya, hingga tak lama kemudian seorang wanita paruh baya menghampirinya. “Bik, hari ini kita masak agak banyakan ya. Saya lagi kedatangan tamu nih.”Lavina tersenyum lebar kala Gendarly mengerling ke arahnya.“Mommy!” panggil Lavina dengan cepat begitu ia teringat sesuatu.“Iya, Sayang? Kenapa?”“Em… kalau aku yang masak, boleh?”“Kamu pasti lelah, biar Bibik saja ya.”Lavina menggeleng, buru-buru ia mendekati ibu mertuanya yang berdiri di dekat pintu. Dalam momen-momen terakhir ini Lavina ingin melakukan sesuatu untuknya.“Nggak kok, Mom, aku nggak capek. Boleh ya? Please….”Melihat tatapan polos Lavina yang penuh permohonan itu, akhirnya Gendarly menghela napas pasrah. “Ya sudah. Ka
Baca selengkapnya

105. Pulang

Setelah hampir satu bulan terbang berkeliling dunia, Auriga akhirnya tiba di tanah air siang ini. Ia menarik dua koper kabin di kedua tangannya. Melangkah lebar-lebar menuju pintu keluar kedatangan internasional. Ia berpakaian kasual. Barusan ia berstatus sebagai penumpang pesawat komersil dari Sydney ke Jakarta.“Daddy…!”Seruan riang Aurora membuat tatapan Auriga beralih ke arah anak yang memakai kaos putih dan celana denim, sedang berlari ke arahnya sembari tersenyum lebar. Auriga ikut mengulas senyum. Lelah yang ia rasakan setelah perjalanan panjang seketika lenyap kala melihat putrinya ada di depan mata.“Halo, Sayang.” Auriga kemudian berjongkok dan memeluk anak itu dengan penuh kerinduan. “Gimana kabar kamu, hm?”“Baik, Dad. Daddy baik-baik saja, ‘kan?”“Hm. Daddy akan selalu baik-baik saja demi kamu.” Auriga melepaskan pelukannya dan kembali tersenyum seraya menatap Aurora. “Ke sini bareng Lavina?”Aurora menggeleng. “Nggak, Dad, tapi—”“Hai,” sela Flora dengan suara lembut, y
Baca selengkapnya

106. POV Auriga

“Kamu sudah melupakanku, Auriga?”Seketika itu juga Auriga bangkit duduk, rahangnya mendadak berubah mengeras kala mendengar suara lelaki yang ia kenali di seberang sana.“Billy,” desis Auriga, tajam. “Bukankah sudah kubilang untuk tidak menghubungiku lagi?”Terdengar kekehan ringan Billy di seberang telepon. “Ayolah, aku nggak akan mengganggumu lagi, kalau kamu menyerahkan Flora padaku. Aku tahu, dia ada di rumahmu, bukan?”Auriga mendengus kasar. “Jangan pernah mengganggu dia! Aku tidak akan menyerahkan dia padamu,” tegas Auriga. Sungguh, ia tidak akan menyerahkan Flora jika yang akan Billy lakukan hanya menyakitinya.“Sayang sekali, aku nggak akan menyerah, Auriga. Aku akan mendapatkannya kembali.”“Coba saja kalau kamu bisa,” desis Auriga, sebelum akhirnya ia menutup sambungan itu secara sepihak. Lalu melemparkan ponsel ke atas kasur dan ia kembali merebahkan dirinya di sana.Ia mencoba memejamkan mata, akan tetapi kejadian-kejadian yang telah ia lewati selama beberapa bulan ke be
Baca selengkapnya

107. Obrolan Di Meja Makan

Auriga hanya mengembuskan napas dengan berat. Kemudian ia menurunkan kedua kaki ke lantai. “Aurora di mana?”“Dia lagi nonton televisi,” jawab Flora, “oh ya, aku sudah masak buat makan malam kita. Harusnya kita makan tadi, tapi aku nggak tega bangunin kamu. Kelihatannya kamu lelah, Auriga.”“Sedikit,” gumam Auriga lagi.Seketika, Auriga terhenyak ketika Flora tiba-tiba berdiri di hadapannya, hingga wajah Auriga sejajar dengan perutnya. Kemudian Flora memeluknya.“Aku masih sangat ingat, dulu kamu paling senang dipeluk seperti ini kalau lagi lelah setelah pulang dari penerbangan.” Flora terkekeh pelan. “Aku akan selalu ingat semuanya tentang kita. Dan… aku rindu saat-saat kita bersama, Auriga.”Auriga terdiam. Tentu saja ia ingat. Bahkan bayangan demi bayangan kemesraannya dengan Flora di masa lalu kembali berkelebat di dalam kepala.Namun, saat ini, pelukan Flora sama sekali tidak membuatnya merasa tenang. Hatinya malah semakin resah dan merasa bersalah pada Lavina karena ia ada dalam
Baca selengkapnya

108. Surat

“Kalau gitu, sekarang aku mau Daddy sama Mommy Flora menikah lagi!”Seketika Auriga terhenyak mendengarnya. Bahkan, ia nyaris tersedak makanan yang tengah ia kunyah. Kemudian ia menatap Flora yang juga tampak terkejut. Keduanya saling tatap sesaat.Semenjak Aurora lahir ke dunia, Auriga hampir tidak pernah menolak keinginan putrinya apapun itu. Ia akan selalu berusaha mengabulkannya dan membahagiakannya. Meski Auriga berkali-kali ditegur orang tuanya karena terlalu memanjakan anak.Sejauh ini, keinginan Aurora yang cukup sulit dihadapi Auriga adalah ketika anak itu memintanya menjadikan Lavina sebagai ibunya.Namun, ketika kini Aurora meminta ia menikahi lagi Flora, kenapa rasanya begitu berat?Bukankah seharusnya Auriga senang karena dengan begitu ia bisa kembali bersama Flora? Seperti apa yang selama ini ia inginkan.“Sayang….” Auriga akhirnya bersuara setelah cukup lama terdiam.“Iya, Dad? Daddy setuju, ‘kan?”Melihat sorot mata Aurora yang penuh harap, membuat lidah Auriga mendada
Baca selengkapnya
Sebelumnya
1
...
910111213
...
18
DMCA.com Protection Status