Home / Pernikahan / My Cassanova Husband / Chapter 111 - Chapter 120

All Chapters of My Cassanova Husband: Chapter 111 - Chapter 120

174 Chapters

109. Lavina

Jantung Auriga seketika berdebar-debar dan wajahnya menegang. Dengan tak sabaran Auriga segera membaca isi surat tersebut.Jakarta, 05 NopemberDear, Om Auriga.Om, aku harap surat ini menemukanmu dalam keadaan sehat dan bahagia. Ada begitu banyak hal yang ingin aku sampaikan, tapi aku merasa bahwa surat ini adalah cara terbaik untuk mengungkapkannya dengan sepenuh hati.Pertama-tama aku ingin mengucapkan terima kasih atas segala yang telah Om lakukan ke aku selama kita menikah. Meski aku tahu, pernikahan ini sama sekali nggak nyata. Terima kasih atas perhatian dan dukungan Om, sehingga aku bisa menyelesaikan kuliah. Percayalah, aku nggak akan pernah melupakan kebaikan Om Auriga.Om, mulai hari ini aku akan pergi. Please, jangan pernah mencariku lagi. Aku akan pergi sejauh-jauhnya dari kehidupan Om dan aku berharap kita nggak pernah ketemu lagi untuk selamanya.Aku ingin jujur mengenai satu hal. Bahwa sebenarnya, aku sama sekali nggak memiliki perasaan apapun untuk Om Auriga. Pernikah
Read more

110. Aurora

[“Tadi aku ngintip laptop kakak aku dan ternyata ada gambar ini, Vin.”][“Kak Keny punya wedding organizer. Dia ngurusin pernikahannya mantan suami kamu sama wanita itu.”]Seketika, Lavina tercenung. Luka hati yang belum mengering kini kembali terasa perih seperti ditaburi garam di atas luka itu.Ia tahu, Lina tidak bermaksud mengungkit rasa sakitnya. Sebab Lina tidak tahu apa yang sesungguhnya terjadi kepada rumah tangga Lavina. Lina hanya tahu Lavina sudah bercerai dengan Auriga. Itu saja.Dan mendengar kabar pernikahan Auriga dan Flora, dada Lavina kembali terasa begitu sesak dan nyeri. Tanpa sadar, setetes air matanya terjatuh. Entah akan sampai kapan luka ini akan terus mengungkungnya….***Di dalam sebuah mobil sport putih yang melaju dengan kecepatan sedang di jalan raya, Flora tampak bersemangat berbincang-bincang dengan Keny—pemilik Wedding Organizer yang bekerjasama dengannya untuk menyiapkan pernikahannya dengan Auriga.Flora sedang memastikan bahwa semuanya harus berjalan
Read more

111. Undangan

“Om itu cuma mesin ATM berjalan buat aku.” Lavina tertawa. “Jadi jangan merindukan aku, Om. Percuma. Aku sama sekali nggak pernah merindukan Om, yang aku rindukan cuma uang Om aja, kok.”Auriga seketika terlonjak. Matanya terbelalak. Napasnya sedikit tersengal seraya menatap langit-langit ruangan berwarna putih. Kemudian ia memejamkan matanya lagi sambil berusaha mengatur napas.Ia bertemu Lavina di dalam mimpinya. Dan barusan entah mimpi ke berapa kali yang Auriga alami setelah perempuan itu pergi. Ucapan Lavina di mimpinya barusan membuat Auriga merasa kesal. Rahangnya berkedut jengkel.Mesin ATM berjalan? Auriga benci dengan tiga kata itu.Setelah napasnya kembali normal, ia kemudian bangkit dari tempat tidur Lavina—yang sudah dikembalikan ke posisi semula dari gudang oleh pekerja di rumahnya.Kemudian Auriga keluar dari kamar tersebut dan tanpa sengaja tatapannya tertuju pada rumah Shopie yang kosong sejak ia melihatnya semalam.“Bik, kucingnya Aurora ke mana, ya?” Auriga sengaja
Read more

112. Terbongkar

Auriga terdiam. Mendengar kata pernikahan, nyatanya sama sekali tidak membuatnya senang. Justru ia merasa ada yang mengganjal di hati.“Nanti saja, ya. Sekarang aku ada urusan dulu.”“Mau ke mana? Apa nggak bisa hari ini meluangkan waktu untukku?” protes Flora dengan suara lembut. Pasalnya, meski ada di Indonesia, kenyataannya Auriga jarang sekali memberi waktu untuknya.“Mau ketemu teman. Nanti saja kalau urusanku sudah selesai, baru kita ngobrol.”Setelah mengatakan kalimat tersebut, Auriga bergegas pergi meninggalkan Flora yang tampak terperangah dan merasa kesal karena diabaikan begitu saja.Auriga mengendarai mobilnya sendiri. Dan tak sampai tiga puluh menit kemudian, ia tiba di TK tempat Aurora sekolah.Ya, ia memenuhi undangan dari Ibu Intan, dan entah mengapa ia merasa harus menyembunyikan kenyataan ini dari Flora bahwa ia akan datang ke tempat ini.Memasuki area TK, Auriga menyempatkan diri mengintip kelas Aurora melalui kaca jendela. Lalu detik itu juga ia terhenyak begitu m
Read more

113. Merindukanmu

Auriga heran melihat perubahan ekspresi di wajah wanita itu. “Dia….” Auriga menggantungkan kalimatnya, emosinya kembali menggelegak ketika teringat dengan percakapannya bersama Bu Intan tadi. “Dia nggak baik-baik saja. Andai dulu Bibik nggak mengundurkan diri, mungkin dia nggak akan seperti ini.”Bik Nimah terhenyak. “Maksud Bapak?”Auriga tersenyum dan menggeleng. “Nggak, saya sama sekali nggak menyalahkan Bibik. Hanya saja… rasanya sulit sekali mendapat pekerja orang baik seperti Bibik.” Ia memainkan ponsel sejenak lalu menunjukkan sebuah foto yang tadi dikirimkan Bu Intan, kepada Bik Nimah. “Bibik lihat ini? Pekerja baru di rumah saya sudah berani melakukan ini pada Aurora. Kurang ajar sekali dia. Saya nggak tahu kesalahan apa yang Aurora buat sampai-sampai dia berani seperti ini pada anak saya."Kelopak mata Bik Nimah seketika turun dengan lesu. Ia menggeleng pelan dan berkata, “Bapak mengira Bik Reni yang melakukannya?”Auriga mengernyit. “Kenapa Bibik nggak terkejut mendengar ka
Read more

114. Amarah

Tak ada ibu yang tidak menyayangi anaknya. Begitu pun Flora. Ketika ia pergi meninggalkan Aurora beberapa tahun yang lalu, ia merasakan sakit yang tidak akan dirasakan orang lain selain seorang ibu ketika harus meninggalkan darah dagingnya.Namun, meski begitu, Flora tidak bisa membawa Aurora pergi bersamanya. Billy tidak mau menerima anak itu. Flora yang mendambakan perhatian dari seorang lelaki seperti Billy, akhirnya lebih memilih kebahagiaannya bersama Billy ketimbang bersama putrinya dan Auriga.Tidak. Bukannya Flora tidak mencintai Auriga. Auriga adalah sosok lelaki yang didambakan para wanita. Dia tampan, bahkan ketampanan Billy berada jauh di bawah Auriga. Tak hanya itu, sosok Auriga yang mempesona dan berkarisma membuat wanita manapun mudah tergila-gila kepadanya, termasuk Flora.Hanya saja, di mata Flora, Auriga memiliki satu kekurangan. Pekerjaannya.Profesinya sebagai pilot membuat pria itu jarang berada di rumah, sehingga Flora terbiasa melakukan segala hal sendirian sela
Read more

115. Harga Yang Harus Dibayar

“Apa begini harusnya sikap seorang ibu?” desis Auriga, “Kamu memang orang yang melahirkan dia, tapi kamu sendiri yang sudah membuang anakmu Flora. Kamu lebih memilih lelaki itu daripada anakmu sendiri. Apa kamu masih pantas untuk disebut seorang ibu?”Flora menutupi mulutnya saat melihat video tersebut. Auriga menunjukkan beberapa video, yang Flora sendiri pun tidak tahu bahwa kejadian itu ada yang merekam.“Nggak! Kamu jangan percaya itu, Auriga. Itu fitnah! Aku nggak pernah—Auriga!” Seketika itu juga Flora menyusul Auriga yang tiba-tiba berlalu pergi dari hadapannya dengan langkah cepat.“Auriga, please… dengarkan aku dulu! Video itu fitnah! Itu cuma potongan video aja, ‘kan? Kamu nggak—”“Bik Reni!” seru Auriga hingga suaranya yang dingin menggema di seisi rumah.“I-iya, pak?” Reni menghampirinya dengan tergopoh-gopoh.“Keluarkan semua barang-barang Flora dari kamarnya. Dia akan segera pergi dari rumah ini!”“Ba-baik, pak.” Reni sempat menatap Flora dengan tatapan iba, sejenak, seb
Read more

116. Penguntit

“Kamsahamnida….” Lavina mengucapkan terima kasih dengan ramah setelah menyerahkan sejumlah uang kembalian kepada pelanggan. Lalu terdengar derit pintu ditutup ketika pelanggan itu keluar.Sudah pukul tujuh malam, tapi energi Lavina seakan tidak ada habisnya. Ia tampak bersemangat dan enerjik, energinya selalu positif, meski sejak pagi hingga sore jadwal kuliahnya penuh yang membuat pikirannya terkuras.Lavina merasa, rasa lelahnya adalah suatu anugerah, sebuah bentuk penghargaan atas usahanya yang tak pernah ia keluhkan. Dengan tidur hanya 3-5 jam sehari, ia menjadikan rutinitas itu sebagai bagian dari hidupnya.Sambil menatap hujan salju di luar jendela, Lavina merenung, memikirkan perjalanan hidupnya atau sekadar menikmati momen ketenangan di tengah cuaca yang berubah. Orang-orang dengan payung transparan atau coat yang melindungi mereka dari salju tampak sibuk berjalan di luar, menciptakan pemandangan yang tenang namun penuh kehidupan.Suara berderit pintu membuyarkan lamunan Lavin
Read more

117. Kebetulan

Lavina menarik napas berat seraya melangkahkan kakinya keluar dari mini market. Pertemuannya dengan Auriga beberapa saat yang lalu membuat perasaannya menjadi kacau, ketenangannya terusik, dan lukanya kembali menganga.Itu pasti kebetulan, batin Lavina.Ya, pasti kebetulan. Bisa jadi Auriga sedang transit di Korea dan menginap di sekitar daerah ini. Lalu pergi ke mini market karena lapar. Pria itu pasti tidak punya niat datang ke sini untuk mencarinya.Lavina tersenyum miris sambil menunduk menatap jalanan. Memangnya siapa dirinya sampai Auriga harus mencarinya jauh-jauh ke Korea?Ya, Lavina yakin pertemuan tadi hanya kebetulan saja.“Oh?” gumam Lavina, terkejut, langkahnya seketika terhenti saat ia menatap sepasang kaki yang memakai sepatu musim dingin di hadapannya. Ia nyaris menabrak orang tersebut.Belum sempat Lavina melihat wajah pria itu, tiba-tiba saja tubuhnya ditarik ke depan. Hingga ia berakhir dalam pelukan pria itu dan wajah Lavina terbenam di dadanya yang bidang. Lavina
Read more

118. Muncul Tiba-Tiba

Pernikahannya batal? Benarkah? Tapi kenapa? Memangnya kenapa kalau pernikahan mereka batal? Apa Lavina harus merasa senang?Sederet pertanyaan itu memenuhi seisi kepala Lavina sejak tadi malam ia mendengar kabar itu dari Leni. Lavina mengacak rambut sambil berjalan sempoyongan menuju kamar mandi. Ia kemudian menggosok gigi di depan wastafel dengan pikiran yang terasa begitu penuh.Ia bahkan tidak bisa tertidur nyenyak akibat pertemuannya dengan Auriga. Lavina menghela napas panjang, menatap pantulan wajahnya yang kacau di depan cermin.“Benar-benar pria jahat,” gumamnya dengan kesal. Lalu mencuci muka, dan memutuskan untuk membersihkan tubuhnya dengan air hangat. Pagi ini Lavina tampak tidak bersemangat dan bergerak persis seperti zombie.Hampir tiga puluh menit kemudian Lavina sudah selesai bersiap-siap pergi ke kampus. Ia mengenakan coat berwarna coklat dan memasukkan beberapa buku ke dalam tas dengan terburu-buru. Bahkan Lavina belum sempat membuat sarapan dan ia memutuskan untuk m
Read more
PREV
1
...
1011121314
...
18
DMCA.com Protection Status