Home / Romansa / Dalam Dekap Hangat Bos Dinginku / Chapter 161 - Chapter 170

All Chapters of Dalam Dekap Hangat Bos Dinginku: Chapter 161 - Chapter 170

200 Chapters

161. Pria Baik-Baik

Di tengah hiruk pikuk pesta, Lisa menari dengan lincah dan penuh semangat meskipun tanpa seorang partner. Dia membiarkan irama musik yang ceria mengalir ke dalam dirinya. Langkah-langkahnya terlihat ringan, seolah-olah ia menari di atas awan kebahagiaan yang mengapung di lantai ballroom megah itu."Aku tidak sendiri kok, aku sedang menari bersama bayiku," pikirnya sambil meliukkan badan, menari bersama irama musik rock ‘n roll yang menghentak-hentak energik.Lisa terlihat cantik sekali malam itu dalam balutan gaun bergaya retro dengan motif floral lembut dan warna pastel yang manis. Anting-anting gantung berwarna cerah dan rambut bergelombang dalam gaya vintage menambah pesonanya. Sepatu berhak sedang berwarna pastel menyempurnakan penampilannya.Bona yang berada di sekitar Lisa mengerjapkan matanya. “Dih! Apa sih yang kupikirkan?” gumamnya pada diri sendiri seraya memalingkan pandangannya dari sosok Lisa yang sempat mengunci perhatiannya. Ya, dia akui bahwa rekan sesama asistennya it
last updateLast Updated : 2024-02-11
Read more

162. Berhasil Menyimpan Baik

Ketika sedang berada di sebuah bilik, ia mendengar para wanita di luar bilik yang sedang membicarakan tentang Vincent Alessio. “Penampilan Vincent mengejutkan sekali malam ini, siapa sangka dibalik sikap seriusnya selama ini dia bisa juga bernyanyi sebagus itu?” Suara itu terdengar di antara percikan air kran yang sedang mengucur. “Iya, dia seperti seorang artis. Visualnya tak main-main dan entertaint banget. Sudah punya pacar belum sih dia?” sahut suara lainnya. “Sepertinya belum. Sudah jadi rahasia umum kalau dia masih mencintai mantan istrinya yang sekarang tinggal di Bali itu. Dia masih sering ke Bali buat bertemu dengan anak dan mantan istrinya.” Suara orang pertama tadi kembali terdengar. “Kalian sepertinya ketinggalan gosip, Vincent kan sudah pacaran dengan Tamara, makanya mereka berduet secara khusus untuk acara ini.” Kali ini ada suara baru yang menyahut. “Serius?” “Wow. Akhirnya ada juga wanita yang berhasil membuka pagar tinggi seorang Vincent Alessio yang selama ini m
last updateLast Updated : 2024-02-11
Read more

163. Rasa Kehilangan

"Dok, saya permisi mau pulang duluan. Sepertinya saya sudah nggak kuat," kata Lisa sambil beranjak dari kursinya. Dia memang sudah tidak kuat lagi berada di pesta ini dengan hati yang ingin menjerit dan menangis. Dia menyembunyikan perasaan sebenarnya di balik senyuman tipis. "Baiklah Lisa, lagipula ini juga sudah malam. Kamu memang perlu istirahat," ucap dokter Viona dengan penuh pengertian. Setelah saling peluk dengan dokter Viona dan berjabat tangan dengan dokter Jinot, Lisa bergerak pergi. Dengan langkah gontai, ia melangkah meninggalkan meja, membiarkan bayangan Vincent dan Tamara di lantai dansa menjauh darinya. Di lantai dansa, Vincent memandang sosok Lisa yang semakin bergerak menjauh. Dia menelan ludah, rasanya dia ingin memanggil wanita itu agar jangan pergi. Vincent ingin mengajaknya berdansa meskipun untuk sekali ini saja. Saat musik berakhir, Vincent segera mengajak Tamara untuk meninggalkan lantai dansa. "Sudah empat lagu, kurasa ini sudah lebih dari cukup, bukan? Se
last updateLast Updated : 2024-02-11
Read more

164. Mungkinkah?

Kalimat dokter Viona singkat, padat, dan jelas. Namun justru memberikan kebingungan yang mendalam di hati Vincent. CEO perusahaan real estate ternama itu mencoba mencerna kata-kata itu dengan seksama. "Hamil?" ulangnya, dengan suara yang terdengar ragu. Pikiran Vincent berputar cepat, mencoba memahami makna dari kata itu. Antara kacau dan bingung, pikirannya meloncat antara dua kemungkinan: apakah Lisa sakit atau benar-benar hamil, dan jawaban bahwa “Lisa hamil” benar-benar jawaban yang tak pernah terbayangkan olehnya. Vincent mencoba menyingkirkan kekacauan dalam pikirannya, namun fakta bahwa “Lisa hamil” seperti sebuah pukulan di dada yang tak terduga. "Mungkinkah?" gumamnya, mencoba mencari kepastian dalam dirinya sendiri. Jujur saja, di antara dua pertanyaan yang membelah pikirannya—apakah Lisa hamil atau sakit—rasanya Vincent lebih mempercayai yang kedua. Tapi, pikirannya segera terpotong oleh pemikiran lain: Dokter Viona tidak mungkin berbohong. Seketika tubuhnya terasa geme
last updateLast Updated : 2024-02-12
Read more

165. Tidak Tahu Apa Nama Perasaan Ini

Dengan langkah yang lelah namun hati yang penuh kelegaan, Lisa melangkah masuk ke dalam apartemennya tepat pukul 11 malam. Cahaya remang-remang dari lampu di ruang tamu menyambut kedatangannya, memberikan sedikit kehangatan di tengah kesunyian malam. Ia melepas sepatunya dan membiarkannya terlempar di sudut ruang tamu. Tasnya pun digeletakkan begitu saja di sofa. “Gila, capek banget aku hari ini,” gumamnya sambil menguap panjang sambil melepas anting-anting dan aksesori lainnya, meletakkannya di meja rias. “Kalau aku nggak buru-buru menyelinap pulang tadi, bisa-bisa jam 2 pagi aku baru sampai rumah. Biarin deh Dennis dan anak-anak Bu Yuna jadi urusannya Mas Bona dan Mbak Rea,” gumamnya sambil membersihkan wajahnya dari riasan dengan milk cleanser.Baru juga dia berhenti bergumam, Bona menelepon. “Lisa? Kamu pulang duluan? Kok nggak ngomong-ngomong sama saya?” omel Bona begitu Lisa mengangkat telepon.“Saya tadi pusing banget, Mas Bona. Lagipula saya tadi sudah bilang sama Mbak Rea, a
last updateLast Updated : 2024-02-12
Read more

166. Selamat Pagi

Vincent mengerjap kaget, memeriksa waktu pada arloji di pergelangan tangannya. "Jam setengah lima pagi," gumamnya dengan gusar. "Ck, aku kesiangan!" Dia segera bangkit dari sofa dan mengintip kamar Lisa terlebih dahulu. Senyum terukir di wajahnya saat melihat Lisa masih bergelung di bawah selimut, ibu dari calon anaknya itu terlihat masih begitu nyenyak. Vincent mendekat dengan langkah pelan dan hati-hati, ia menunduk untuk mencium lembut perut Lisa yang masih tertutup selimut. "Selamat pagi, sayang," bisiknya pada anak yang masih berada dalam kandungan Lisa. Dia kemudian menatap wajah Lisa yang damai dalam tidurnya. Vincent ingin mencuri ciuman di bibir Lisa, tapi ragu, takut membangunkannya, terutama setelah Dokter Viona memperingatkannya agar menjaga jarak karena aroma tubuhnya bisa membuat Lisa mual. "Aroma tubuhku membuatmu mual, karena bawaan bayi, katanya? Ck. Sepertinya anak kita sudah pandai mengusili kita sejak dalam kandungan ya, sayang?" bisiknya sambil tersenyum pad
last updateLast Updated : 2024-02-13
Read more

167. Bayi Kita

Lisa terpana, tak mengira akan melihat Vincent lagi di dalam apartemennya. Keningnya berkerut, bingung dan juga heran. "Bapak ngapain ada di sini?" tanyanya dengan suara sedikit tercekat. Vincent tersenyum, menyadari betapa kejutannya bisa membingungkan Lisa. "Maaf mengagetkanmu, Lisa. Aku datang untuk menyelesaikan beberapa hal," jawabnya dengan tenang, tatapannya tetap lembut memandang Lisa seperti biasa. Lisa mencoba merapikan pikirannya yang kacau. Ini bukanlah pertemuan yang diharapkannya, terutama setelah keputusannya untuk meninggalkan Vincent dan mengakhiri hubungan mereka. "Duduklah, Lisa. Ada beberapa hal yang perlu kita bicarakan," ajak Vincent sambil menepuk tempat di sebelahnya di sofa bed, memberikan kesan bahwa dia tak berniat pergi begitu saja. Vincent mengulum senyum memperhatikan ekspresi Lisa yang terlihat jengkel, bibir merahnya mengerucut padanya tapi malah membuat Vincent merasa gemas. Andai saja tak memikirkan “bawaan bayi” yang sedang dialami oleh Lisa, mun
last updateLast Updated : 2024-02-13
Read more

168. Bimbang

“Minum dulu obatmu, setelah itu kita bicara.” Vincent menunjuk obat-obatan Lisa lewat isyarat matanya. Dan Lisa pun menurut tanpa banyak bicara. Setelah Lisa meletakkan gelasnya yang isinya sudah tandas, Vincent melanjutkan pembicaraan. “Sebelum aku menjawab pertanyaanmu, aku mau tanya juga sama kamu. Kenapa kamu menyembunyikan kehamilanmu dariku? Itu anakku, aku ayahnya. Aku berhak tahu, Lisa.” “Saya tidak bermaksud menyembunyikannya dari Bapak. Saya hanya sedang menunggu waktu yang tepat.” “Oya? Menurutmu, kapan waktu yang tepat itu?” Vincent menatap Lisa lekat-lekat. “Jangan bilang setelah bayi kita lahir,” desis Vincent yang diam-diam merasa ngeri meskipun hanya membayangkannya saja. Padahal dia begitu menantikan momen seperti ini datang dalam hidupnya, momen-momen merawat anak kandungnya sendiri sejak masih berada dalam kandungan. Lisa menggigit bibir. Memang seperti itulah rencananya, tapi dia tak berani mengucapkannya ketika melihat sorot kecewa dan kilatan marah di mata V
last updateLast Updated : 2024-02-13
Read more

169. Sebuah Ancaman

“Bapak belum jawab pertanyaan saya, dari mana Bapak tahu saya hamil?” Vincent mendengus jengkel karena Lisa malah menanyakan hal itu, merusak momen romantis yang sedang dibangunnya saja. “Apa itu penting sekarang ini, Lisa?” “Tentu saja penting, setidaknya bagi saya.” Lisa ingin menarik tangannya dari genggaman Vincent, tapi pria itu tetap menahannya. Vincent menghela napas untuk sejenak. “Saat aku balik ke mejamu semalam, aku menemukan pouch warna ungu. Aku tahu itu punyamu. Aku iseng membukanya, ternyata ada obat-obat itu di dalamnya. Aku tentu tahu itu obat apa, karena istriku dulu juga pernah hamil dan minum obat yang serupa.” Vincent sengaja menjelaskan seperti itu agar Lisa tak berpikir bahwa sebenarnya Dokter Vionalah yang memberitahu dirinya. “Terus, kenapa Bapak ingin menikahi saya?” “Kamu hamil anakku, Lisa. Maksudku, anak kita. Kamu mau anak kita lahir tanpa nama ayah di akta kelahirannya?" Vincent menggeleng. "Aku nggak mau seperti itu. Anak kita berhak mendapatkan
last updateLast Updated : 2024-02-14
Read more

170. Perdebatan Sepele yang Terasa Penting

Lisa tersentak ketika bibir Vincent mendarat halus di bibirnya, pria itu kemudian melumat bibirnya dengan lembut. Lisa merasakan kebingungan di dalam dirinya. Pikirannya berteriak untuk menolak tindakan Vincent, namun tubuhnya malah memberikan respons yang berbeda. Lisa justru terhanyut dalam sensasinya yang memabukkan. “Aroma bayi ini, nyaman sekali,” gumam Lisa dalam hatinya. Dia menyukai aroma wangi yang menguar dari diri Vincent. Dia tidak merasakan mual lagi meskipun tubuh mereka sedekat ini, hanya terhalangi oleh pakaian yang mereka kenakan. Ada getaran yang mengalir di sepanjang tubuh Lisa, kehangatan menyelimuti hatinya. Meskipun awalnya ragu dan khawatir, tetapi saat ini, dalam lumatan ciuman Vincent, Lisa merasakan kedamaian yang ia butuhkan. Dia merasakan getaran emosi yang berubah, dari keraguan menjadi keinginan yang mendalam. Dengan perlahan, Lisa merespons ciuman Vincent. Bibirnya bergerak dengan lembut, merespons sentuhan Vincent dengan sama aktifnya. Lisa memejamkan
last updateLast Updated : 2024-02-14
Read more
PREV
1
...
151617181920
DMCA.com Protection Status