Home / Romansa / Dalam Dekap Hangat Bos Dinginku / Chapter 141 - Chapter 150

All Chapters of Dalam Dekap Hangat Bos Dinginku: Chapter 141 - Chapter 150

200 Chapters

141. Dua Pria yang Penuh Cinta

Jaka menyambut kedatangan Vincent dan Dennis di bandara dengan senyuman hangat. Kebahagiaan terpancar jelas di wajahnya yang tampan. “Halo, jagoannya Uncle!” Jaka memeluk Dennis dengan penuh kerinduan. “Kau pasti punya banyak cerita, Uncle tak sabar ingin mendengarnya,” katanya dengan mata berbinar-binar memandang Dennis yang tersenyum cerah.“Bagaimana festival layangannya? Apakah tim Uncle menang lagi?” tanya Dennis dengan suaranya yang ceria.Jaka mencebik, pura-pura menyombong. “Apakah pertanyaan itu betul-betul perlu Uncle jawab? Kau pasti sudah tahu jawabannya, bukan?” sahutnya seraya mengedipkan sebelah matanya pada Dennis. Keduanya lalu tergelak dan saling merangkul sekali lagi.“Aku bangga padamu, Uncle Jack!” kata Dennis saat tenggelam dalam pelukan hangat Jaka. Bocah remaja itu tak menyadari betapa pujian kecilnya itu sanggup membuat kebahagiaan Jaka terbang hingga ke awan. Dia senang bisa membuat Dennis merasa bangga terhadapnya. Ucapan itu terdengar seperti sebuah ungkapa
last updateLast Updated : 2024-02-03
Read more

142. Sudahlah, Itu Cuma Sup!

“Makananmu sudah siap, sayang. Tada …, sup ayam by chef Vincent Alessio!” seru Jaka sambil membawa semangkuk sup yang sudah dicampur nasi.“Selamat menikmati, Ning.” Vincent tersenyum di belakang Jaka, dia kemudian duduk di sebelah Lisa yang segera menggeser bokongnya untuk menjauh. Nuning yang tadinya rebahan di sofa segera bangkit dan tersenyum menyambut Jaka yang segera duduk di sebelahnya. Jaka pun dengan penuh kelembutan menyuapi Nuning. Pria itu tersenyum senang melihat istrinya begitu menikmati sup kaldu buatan Vincent tanpa mual lagi. Setiap sendok yang diangkat ke bibir Nuning diiringi dengan senyum kecil dan tatapan penuh kasih dari Jaka.“Enak?” tanya Jaka dengan sorot lega di matanya. Ini kali pertama Nuning menghabiskan makanannya. “Mau nambah?” tanya Jaka sambil menyingkirkan nasi yang menempel di sudut bibir Nuning.Nuning menggeleng, “Nanti saja,” jawabnya sambil tersenyum.“Baiknya memang makan sedikit-sedikit tapi sering, Ning.” Vincent menimpali sambil ikut terseny
last updateLast Updated : 2024-02-03
Read more

143. Tamu Merepotkan

Lisa menatap meja makan yang dipenuhi oleh aneka hidangan khas Bali. Ia merasa lapar, dan melupakan sup kaldu ayam yang ia inginkan. Lisa pun mulai menyendok satu centong nasi ke dalam piringnya. Ia menambahkan sate lilit, lawar, dan suwiran daging, menciptakan kombinasi hidangan yang menggugah selera. Namun, anehnya, ketika Lisa mencicipi makanannya, ia tiba-tiba merasa mual. Rasa yang seharusnya nikmat malah menyiksa lidahnya, dan Lisa merasa kesulitan menelan setiap suapan. Lisa dengan cepat meneguk segelas minuman untuk menetralkan rasa mualnya sendiri. Dia menghela napas dalam-dalam, heran dengan reaksi aneh perut dan lidahnya. Makanan yang seharusnya enak malah menjadi sumber ketidaknyamanan. "Astaga, ada masalah apa sih dengan lidah dan perutku? Padahal aku kan lapar, tapi kenapa malah mual tiap kali mau makan?" batin Lisa, bingung atas sensasi yang tidak biasa ini. Jaka, yang memperhatikan Lisa, menyadari ketidaknyamanannya. "Lisa, kamu minum melulu sejak tadi, nanti perutmu
last updateLast Updated : 2024-02-04
Read more

144. Asisten Payah

Lisa merasakan sensasi pedas yang meresap di setiap sudut lidahnya saat menghirup kuah sup yang disajikan oleh Dennis. Kuah sup itu terasa panas di mulutnya, rasa panas dan pedas yang begitu kuat. Meskipun rasanya begitu menantang, Lisa tidak tetap menikmatinya sesendok demi sesendok. “Sup yang tadi tidak sepedas ini, jangan-jangan bocah tengil itu mengerjaiku dengan menambahkan banyak lada, sialan … untung saja rasanya malah tambah enak, daripada nggak ada pedas-pedasnya sama sekali kayak yang tadi,” pikir Lisa dalam hati.Lisa menambahkan secentong nasi ke dalam mangkuk supnya, mungkin makan nasi bisa membantunya meredakan sensasi pedas yang terus membakar lidahnya. Namun, dia tak menyangkal bahwa rasa pedas itu malah memberikan kenikmatan tersendiri. Meski keningnya mulai berkeringat, itu hanyalah tanda kelezatan yang makin mendalam.Lisa tahu, Dennis mungkin sedang mengerjainya, namun dia tetap menghabiskan setiap suapan dengan penuh hasrat. Pedas bukanlah rintangan baginya; itu
last updateLast Updated : 2024-02-05
Read more

145. Butuh Dukungan

Lisa berdiri mematung. Ia menunduk, menyembunyikan air matanya yang seketika meleleh hangat di pipinya yang mulus. Dia merasa bak seorang murid yang sedang disetrap dan diomeli oleh seorang guru killer.“Lisa. Apa kamu pikir menangis akan menyelesaikan masalah?” tegur Vincent dengan suara baritonnya yang tetap tegas dan berwibawa.Lisa menggeleng pelan sambil terisak lirih.“Nah, berhentilah menangis. Jangan bikin saya malu di depan Dennis karena sikapmu yang suka ceroboh seperti ini,” tegur Vincent dengan suaranya yang sedikit melembut. “Tolong bantu saya menunjukkan pada Dennis, bahwa keputusan saya menjadikan kamu sebagai asisten pribadi saya itu memang tepat,” lanjutnya.Lisa pun buru-buru menyeka air matanya dengan punggung tangan. “Baik, Pak. Saya minta maaf.”Vincent tidak bicara apa-apa lagi, pria itu segera meninggalkan dapur untuk bergabung bersama Nuning, Dennis, dan Jaka di ruang keluarga.Sepeninggalan Vincent, Lisa memegangi dadanya yang mendadak sesak. “Aku harus profes
last updateLast Updated : 2024-02-05
Read more

146. Canggung

"Kita akan pulang bersama," tegas Vincent setelah menguasai keterkejutannya. Meskipun ucapan Lisa tentang 'calon suami' telah mengguncang hatinya, namun pria itu berusaha bersikap baik-baik saja. "Kita akan pulang nanti sore, menunggu Tuan Aubert selesai mensurvei lokasi bersama Bona. Lagipula, tanggung kalau kamu pulang sekarang dengan pesawat komersil, waktu sampainya di Jakarta bisa jadi sama dengan jet pribadi kami nanti," kata Vincent menyampaikan alasannya. Nuning menghampiri Lisa dan memeluknya, menyampaikan perasaan simpatinya terhadap kesedihan apapun yang sedang Lisa rasakan saat ini. "Tenanglah, Lisa. Kamu istirahat saja dulu di sini. Vincent benar, lebih baik kalian pulang bersama-sama dengan jet pribadi saja," ucapnya sambil tersenyum keibuan. Lisa menggigit bibir, sebenarnya dia tak peduli bakal tiba lebih cepat atau tidak di Jakarta, yang ia inginkan sekarang hanyalah ingin pergi sejauhnya dari Vincent. Dia kesal dengan pria itu. Namun, alasannya untuk segera pergi t
last updateLast Updated : 2024-02-06
Read more

147. Asal Bukan Tante Lisa

“Mas Dennis, kenapa tidak mengizinkan ayah menikah lagi?” Lisa bicara dengan hati-hati.Dennis mendengus. “Ck! Jangan ikut campur.” “Kan yang penting, bukan sama saya?” goda Lisa sambil terkekeh pelan, mencoba memecah ketegangan di wajah Dennis. “Mas Dennis,” panggil Lisa dengan nada keibuan, hingga Dennis bisa merasakan getaran yang sama seperti saat sang bunda memanggil dirinya, “Bagaimanapun ayah Vincent berhak bahagia meskipun itu bukan lagi dengan Bunda Nuning. Tidak adil bila Mas Dennis memaksa ayah Vincent untuk terus sendirian, sedangkan Bunda Nuning sendiri sudah berbahagia bersama Uncle Jack. Berdamailah dengan kenyataan, bahwa ayah dan bunda Mas Dennis sudah tidak bisa bersatu lagi.” Lisa meraih tangan Dennis dan menggenggamnya dengan lembut. Dennis awalnya menunjukkan wajah yang tegang dan sulit ditembus, tetapi perlahan, kata-kata dan kelembutan Lisa mulai meresap ke dalam hatinya. Saat Lisa meraih tangannya dan menggenggamnya dengan hangat, Dennis merasakan getaran em
last updateLast Updated : 2024-02-06
Read more

148. Mulai Lelah

Di dalam mobil menuju bandara, keheningan menyelimuti Vincent dan Lisa. Vincent yang duduk bersebelahan dengan Lisa, melirik asisten pribadinya itu. Lisa menjadi banyak diam sejak dia menegurnya dengan sedikit keras di momen mengepel lantai. Vincent mencoba memecah keheningan dengan bertanya, "Sesampainya di bandara Soetta, kamu mau langsung ke rumah sakit?" katanya sambil menggeser bokongnya agar lebih dekat dengan Lisa. "Iya, Pak," jawab Lisa dengan suara yang seakan meredup, seraya menggeser posisinya agar sedikit menjauhi Vincent. Lisa menutup hidungnya dengan sapu tangan, entah mengapa aroma tubuh Vincent yang enak dan harum, yang biasanya tak mengganggu, kini membuatnya merasa tidak nyaman dan mual. Lisa memalingkan wajahnya dan memandang keluar jendela, menghindari aroma tubuh Vincent sebisa mungkin. Vincent menghela napas, merasa bahwa Lisa masih marah kepadanya. Ia ingin menjelaskan kenapa dia sharus membentaknya tadi, namun ia memilih untuk tidak membahasnya lebih lanjut ag
last updateLast Updated : 2024-02-06
Read more

149. Sebuah Keputusan

Lisa mendengus kesal, membiarkan napasnya keluar dalam-dalam untuk mencoba meredakan amarah yang melonjak di dalam dirinya. Lisa mengambil ponselnya dan dengan setengah hati menekan nomor Vincent. Beberapa kali deringan terdengar sebelum akhirnya diangkat. "Selamat pagi, Pak Vin?" sapanya, menyembunyikan kejengkelan di dalam suaranya. "Ya?" jawab Vincent dengan suaranya yang berwibawa seperti biasa. Tanpa banyak basa-basi, Lisa langsung menyampaikan maksudnya, "Saya minta izin tidak masuk kerja hari ini, Pak. Saya masih di rumah sakit. Kondisi Ardi masih belum stabil," jelasnya dengan nada sopan. Namun, di luar dugaan, Vincent menjawabnya dengan dingin, "Tidak bisa, Lisa. Kamu harus tetap masuk kerja. Kamu sudah terlalu banyak izin. Saya tahu kamu tidak bohong, tapi saya ingin kamu tetap profesional bekerja. Ardi masih punya keluarga yang bisa mengurusnya, bukan?" sahutnya tegas, tanpa kompromi. Lisa tercekat, tidak mengira Vincent bakal setegas ini memberikan jawaban. "Tapi, Pak?
last updateLast Updated : 2024-02-06
Read more

150. Meskipun Hanya Pelukan

Vincent mendengus pelan, seakan tidak percaya dengan apa yang baru saja didengarnya. Dunianya seolah runtuh dalam sekejap. Segala harapan dan impian yang sempat menyelimuti pikirannya terasa hancur berkeping-keping."Sudah memutuskan untuk menyudahi hubungan kita?" ulangnya dengan suara parau, mencoba mencerna kenyataan yang begitu pahit.Lisa menatapnya dengan tatapan mantap, walaupun dalam dadanya terasa berdebar-debar. "Ya, Pak. Saya sudah memutuskan," jawabnya tegas, tanpa ada keraguan sedikit pun dalam suaranya.Vincent terdiam, mencoba mengatur napasnya yang terasa sesak. Dia tak bisa mengatakan apa-apa. Hanya diam, dengan perasaan yang berkecamuk di dalam hatinya. “Bapak pernah bilang, keputusan putus atau terus ada di saya, saya tak harus melanjutkan kontrak itu kalau tidak nyaman. Dan sekarang saya sudah tidak nyaman.”“Apa yang membuatmu tak lagi merasa nyaman, Lisa? Apa karena Ardi?”“Bukan, Pak.” Lisa menggeleng, Ardi memang sama sekali bukan alasannya. Namun, kata-kata D
last updateLast Updated : 2024-02-07
Read more
PREV
1
...
1314151617
...
20
DMCA.com Protection Status