Home / Romansa / Dalam Dekap Hangat Bos Dinginku / Chapter 121 - Chapter 130

All Chapters of Dalam Dekap Hangat Bos Dinginku: Chapter 121 - Chapter 130

200 Chapters

121. Pagi Hari Bersamamu

"Tuan Aubert, kemacetan adalah sahabat sehari-hari kami. Sebenarnya hotel yang akan Anda tempati sudah dekat, tapi menjadi terasa jauh karena kemacetan ini. Mohon maaf." Frederick tersenyum, "Ah, kemacetan adalah masalah universal, bukan? Meskipun tidak selalu menyenangkan, tapi ini bagian dari pengalaman. Jakarta memang kota yang penuh warna. Tidak perlu merasa tidak enak, Lisa. Kemacetan ini bukanlah kesalahan Anda," jawabnya penuh pengertian. Setelah cukup lama tertahan macet, akhirnya mobil mereka sampai juga di sebuah hotel bintang lima yang terletak di jantung kota Jakarta. Lisa mengantar tamu perusahaannya itu hingga ke lobi hotel. Cahaya senja yang memperindah langit Jakarta memberikan nuansa hangat saat mereka tiba. Lobi hotel yang megah dan penuh ornamen artistik menyambut kedatangan mereka. Mereka melangkah masuk ke dalam lobi yang megah, dihiasi dengan lampu gantung kristal yang memantulkan cahaya ke segala penjuru. Karpet merah mewah menghiasi lantai, dan bunga-bunga s
last updateLast Updated : 2024-01-23
Read more

122. Inisiatif

Pagi itu, Lisa tampak cantik dengan pakaian kerjanya yang modis. Vincent juga tampak gagah dengan setelan jas abu-abu gelapnya. Lisa membantu merapikan simpul dasinya. "Anda tampan sekali, Pak," pujinya sambil berjinjit mengecup singkat bibir Vincent. "Kamu juga cantik, Lisa," Vincent mengecup kening Lisa. “Omong-omong,” Lisa melingkarkan lengannya ke pinggang Vincent dengan manja, Vincent balas menahan punggung Lisa sambil menatapnya mesra. “Saya sudah menghubungi desainer yang mengurus pakaian Bapak, buat acara ulang tahun pernikahan Nyonya Rose dan Tuan Rain nanti. Pakaian Bapak sudah siap. Rencananya nanti sore saya akan mengambilnya ke sana.” Lisa berbicara sambil mempertahankan kontak fisik yang hangat. Vincent tersenyum, “Good job,” pujinya. “Biasanya dia lama sekali, tumben bisa jadi cepat?” dia kemudian menyipitkan matanya sambil pura-pura berpikir, “Kamu menerornya ya?” Lisa mengedikkan bahu. “Saya meneleponnya setiap hari, sehari tiga kali.” Vincent memutar bola mata
last updateLast Updated : 2024-01-23
Read more

123. Sang Arsitek

Frederick Aubert, seorang arsitek asal Perancis yang kharismatik, dikenal sebagai ahli di bidang perancangan resort. Dengan kepakaran dan visinya yang unik, ia telah menandatangani beberapa proyek terkenal di dunia perhotelan. Sosok Frederick Aubert memiliki aura yang menawan, dengan mata yang penuh gairah terhadap dunia desain arsitektur yang menciptakan pengalaman tak terlupakan bagi setiap penghuni resortnya. Frederick terkenal karena gaya desainnya yang menciptakan harmoni antara keindahan alam dan estetika arsitektur modern. Setiap proyeknya diwarnai dengan sentuhan kreativitasnya yang khas, menghasilkan struktur bangunan yang tidak hanya indah secara visual, tetapi juga menyatu dengan lingkungan sekitarnya. Gaya Frederick mencerminkan kecintaannya pada keindahan alam dan budaya setempat, membuat setiap resortnya menjadi manifestasi elegan dari keunikan tempat itu. Vincent Alessio tertarik pada karya-karya Frederick Aubert dan memutuskan untuk menggunakan jasanya dalam merancang
last updateLast Updated : 2024-01-23
Read more

124. Caraku Memaafkan Dia

Lisa melangkah dengan jantung berdebar-debar di koridor rumah sakit. Wajahnya penuh harap dan cemas saat menuju ruang dokter bedah yang merawat Ardi. Suster menyambut Lisa dan segera memintanya agar segera masuk, “Silakan. Dokter sudah menunggu Anda, Bu.” Si suster membuka pintu ruangan untuk Lisa dan Lisa berterima kasih disertai senyuman. "Selamat siang, Bu Lisa," sapa dokter dengan senyum ramahnya, mengangkat pandangan dari berkas medis Ardi yang ada di mejanya. "Selamat siang, Dok.” Lisa tersenyum dan duduk di sebuah kursi kosong di hadapan sang dokter. Dokter memandang Lisa dengan simpati, sedangkan Lisa duduk dengan tegang, menunggu penjelasan dari dokter. Setelah menilai bahwa keluarga pasiennya ini sudah siap untuk diajak berbicara, si dokter mulai membuka pembicaraan. "Bu Lisa, sejauh ini proses pemulihan Pak Ardi berjalan cukup baik, namun Pak Ardi masih membutuhkan perawatan lanjutan, terutama fisioterapi, untuk memastikan pemulihannya berlangsung secara optimalnya,” dia
last updateLast Updated : 2024-01-24
Read more

125. Sudah Ingat

Selesai mengurus administrasi, Lisa menuju kamar perawatan Ardi. Dia terkejut melihat Mina ada di dalam kamar, tapi yang lebih mengejutkan lagi karena Ardi masih mengingat Mina. Bahkan Ardi masih ingat juga tentang Chika, anak si janda itu!Lisa berdiri di luar kamar perawatan Ardi, tak bisa menahan rasa kaget dan cemburunya. Matanya terpaku pada pemandangan di dalam ruangan yang seakan-akan membuka lembaran masa lalu.Lisa urung membuka pintu, dia menepi di dinding dan mendengarkan percakapan yang terjadi di dalam lewat celah pintu yang terbuka sedikit. Ardi dan Mina masih bercakap-cakap dengan hangat, seperti dulu. "Bagaimana sekolahnya Chika? Apa Chika masih sedih gara-gara guru kesayangannya pindah sekolah?" tanya Ardi pada Mina yang sedang menyuapinya makan. Lisa, bersembunyi di balik dinding, jantungnya berdenyut kencang. Pertanyaan Ardi itu menyentuh luka batinnya. Ardi tampaknya masih begitu dekat dengan Mina, bahkan pria itu masih mengingat detail kehidupan mereka, sementa
last updateLast Updated : 2024-01-24
Read more

126. Wanita Simpanan

Lisa menghentikan langkahnya di koridor rumah sakit. Jantungnya masih berdegup kencang, tapi dia mencoba meredakan perasaannya. Suara langkahnya terdengar cepat dan buru-buru. Dia merasa perlu fokus pada pekerjaannya saat ini dan mencoba melupakan pemandangan di kamar Ardi.“Tidak ada waktu untuk hal-hal seperti ini,” gumam Lisa pada dirinya sendiri. Meski hatinya terasa berat, dia memutuskan untuk menjalankan tugasnya dengan profesional. Mengambil pakaian Vincent ke butik adalah prioritasnya sekarang.Lisa melangkah menuju mobilnya di tempat parkir rumah sakit. Dia segera memasuki mobil dan melajukannya secara perlahan. Lisa memijat kepalanya yang pening saat mobilnya terhadang di sebuah lampu merah. Adegan Mina menyuapi Ardi tadi terlintas kembali di benaknya. “Sialan,” gumamnya sambil menertawakan dirinya sendiri. Lisa menggelengkan kepalanya. “Sepertinya aku memang harus kembali pada niat awalku saja, tidak usah menikah lagi! Sama seperti Pak Vincent,” ucapnya sambil menghela nap
last updateLast Updated : 2024-01-24
Read more

127. Putra yang Selalu Dicinta

Lisa terbangun oleh suara dering ponselnya, dia menyibak selimut dan bangkit dari ranjang dengan tergesa-gesa. Matanya langsung memandang jam dinding digital di atas nakas, di sisi tempat tidurnya. “Mati aku!” matanya mendelik kaget. Lisa meraih ponselnya, nama “Bona” tertulis di layar. "Halo, Mas Bona? M-maaf, Mas. S-saya … kesiangan. Baru bangun tidur.” Lisa berbicara sambil beranjak dari ranjang. “APA?” Lisa bisa merasakan kemarahan dalam suara Bona di ujung telepon. “Duh, gimana ya?” Lisa menggigit bibir sambil menjitak kepalanya sendiri. “Mmmh. Saya nanti nyusul deh pakai pesawat komersil?” usulnya. “Heh! Kok malah jadinya kamu yang ngatur?” omel Bona. “Habis gimana, Mas Bona? Saya belum mandi ini. Aduh!---" Lisa tersandung di depan kamar mandi karena terburu-buru, dia meringis kesakitan memegangi dengkulnya yang terantuk lantai. Bona yang mendengar suara gaduh di dalam teleponnya segera menegur, “Kamu kenapa, Lisa?” Lisa meringis. "Saya kesandung, Mas." Bona menghela
last updateLast Updated : 2024-01-25
Read more

128. Hubungan yang Rumit

Lisa merentangkan tubuhnya di kursi sofa lounge yang empuk, rasa lelah melandanya. Matanya memandang langit-langit lounge dengan tatapan kosong, mencoba melepaskan diri dari keramaian pikiran yang memenuhi benaknya. Rambutnya yang tergerai berjatuhan di bahu. “Capek banget gila … ngejar jadwal pesawat paling cepat ke Bali, ujung-ujungnya sampai sini malah diminta jadi baby sitternya Dennis. Hadeh, males banget ketemu sama bocah manja yang hobinya drama itu,” keluhnya sambil membaca ulang pesan Vincent di ponselnya. [Lisa, kamu nyusul saya ke Lombok bareng Dennis. Tunggu saja dia di lounge bandara. Dia sedang diantar sama Pak Jaka ke sana. Saya sudah siapkan jet pribadi untuk menuju Lombok buat kalian.] Di sekitarnya, cahaya lembut lampu-lampu hiasan menyinari ruangan, menciptakan nuansa hangat yang mengundang ketenangan. Lisa menghela napas panjang, membiarkan suasana santai menyelimuti dirinya. Dengan gerakan ringan, dia meraih segelas minuman dingin yang diletakkan di atas meja
last updateLast Updated : 2024-01-25
Read more

129. Andai Saja

Di bawah sinar matahari sore, Vincent duduk di atas pasir, membiarkan deburan ombak menyapu kesunyian pantai. Ia menggenggam pasir lembut di tangannya, mengamati butiran-butiran kecil yang meluncur di antara jemarinya. Perasaannya campur aduk, ia mencoba meresapi setiap momen dalam hidupnya. Vincent merasa senang mendengar kabar kehamilan Nuning. Dalam hatinya, doa keselamatan dan kesehatan selalu menyertai mantan istrinya, terutama mengingat Nuning sebelumnya pernah mengalami keguguran yang membuat Vincent merasa cemas. Meskipun usia Nuning sudah tergolong riskan, Vincent tetap optimis bahwa segala sesuatunya akan baik-baik saja. "Andai aku juga bisa memiliki anak kandungku sendiri," desahnya penuh harap. Kata-kata seorang androlog yang pernah dikunjunginya pada beberapa tahun yang lalu rasanya masih terus terngiang di kepalanya. “Pak Vincent, berdasarkan hasil pemeriksaan lab, Anda mengalami apa yang disebut dengan “asthenozoospermia”, ini merujuk pada kondisi di mana sperma memil
last updateLast Updated : 2024-01-26
Read more

130. Senang Melihatmu Lagi

Di tepi pantai yang mempesona, Vincent membimbing Dennis dan Lisa ke sebuah kafe. Senja yang merambat di ufuk barat menciptakan spektrum warna merah memukau di langit. "Dennis Cafe" terpampang megah di pintu masuk, mengejutkan Dennis saat melihat namanya diabadikan di tempat ini. Dengan senyum kecil, Dennis memasuki kafe itu, berdampingan dengan Vincent yang merangkulnya. Deretan lampu-lampu hias yang gemerlap menambah kehangatan suasana di dalam. Terdengar musik ringan yang mengalun, memberikan sentuhan riang yang menggembirakan. Manager kafe menyambut kedatangan Vincent dengan senyuman termanisnya. "Selamat datang, Pak Vincent dan keluarga," ucapnya, mengalihkan senyumnya dari Vincent menuju Dennis dan Lisa. Dennis tersenyum sinis mendengar kata "keluarga" yang terlontar, padahal Lisa bukan bagian dari keluarganya. "Dia cuma asisten kami," tegasnya, ingin menunjukkan kedudukan Lisa yang seharusnya. "Oh, ma-maaf," sang manager yang berpakaian kasual cepat tersenyum pada Dennis yan
last updateLast Updated : 2024-01-29
Read more
PREV
1
...
1112131415
...
20
DMCA.com Protection Status