“Genta? Kok ada di sini? Tadi katanya Adrian mau ke rumah Garda sama ke rumah Kamu.” Aku menautkan alis. Genta tampak celingukkan dan menggaruk kepala. “Ahm itu, Kak … ini, aku juga mau ke rumah Garda, iya, ke rumah Garda. Ayo, naik, Kak!” tukasnya salah tingkah.Tak enak menolak ajakan Genta. Aku berniat naik, tapi rasanya masih ragu. Apalagi wajah Genta tampak seperti gugup begitu.“Kamu kayak gugup gitu, Kak Icha takut jatuhlah!” “Enggak, kok, Kak! Genta udah biasa mah naik sepeda.” “Yakin?” “Seribu persen yakin! Ayolah naik, biar Genta dapat pahala.” Akhirnya aku naik walau ragu. “Oke, kita jalan!” tukasnya seraya menggowes sepedanya dengan semangat. “Hati-hati, Ta! Awas, ya! Jangan sampai jatuh!” tekanku padanya. “Asiap Kak Icha!” Namun, baru saja bibirnya terkatup, tiba-tiba saja sepeda Genta membentur sesuatu dan menjadi oleng. Gubrak!“Aduh, Gentaaaa!” Nadaku naik satu oktaf. Kami kini terjerembab di sekokan. Genta kehilangan keseimbangan karena menabrak batu. Satu ka
Read more