“Mutia, kita sudah sampai.”Ada apa dengan istrinya ini yang terlihat melamun? "Mutia...," panggilnya sekali lagi. Tangan Firheith ingin menyentuh bahu atau menggenggam tangan Mutia, tapi ia urungkan teringat janjinya malam itu.Lebih baik Firheith memutuskan keluar dan membukakan pintu untuknya. Berkat derit pintu, lamunan Mutia yang memikirkan soal Celine buyar. “Sudah sampai, ya?”Bibir Firheith mengulas senyum, namun tatapan hangat Mutia itu menjadikannya kikuk. “Sejak tadi, Mutia.”“Kenapa kau tidak memberitahuku?” tanya Mutia seraya keluar dari mobil. Firheith pun menggeser tubuhnya memberi jalan agar Mutia leluasa keluar. “Aku sudah memanggilmu, tapi kau tidak mendengar.”“Kau ‘kan bisa mengguncang bahuku supaya aku dengar,” kata Mutia sambil menatap pada Firheith yang kini menyandarkan dagunya ke atas pintu yang terbuka. “Aku sudah berjanji tak akan menyentuhmu, bukan?” Ah, iya. Mutia lupa, gara-gara ini dia sendiri yang malu dengan rona di pipinya. “A-aku masuk ke dal
Huling Na-update : 2024-04-30 Magbasa pa