“Loh, Mas. Bukannya yang tadi pagi nikah ya? Nikah lagi?”“Aduh, Pak Penghulu. Udah nggak usah banyak tanya, langsung saja nikahkan saya sama dia. Saya nggak ada banyak waktu nih.” Awan melirik Jingga yang duduk di sampingnya tanpa ekspresi, sorot matanya kosong seolah tidak memiliki gairah hidup.Matanya sudah sembab karena air mata yang terus keluar tanpa henti.“Hebat. Satu hari nikah dua kali, untung nggak kayak minum obat sampai tiga kali.” Penghulu itu geleng-geleng kepala.“Tidak apa nikah dibawah tangan dulu, soal surat-surat menyusul, akan kami urus,” bisik Pak Dandi, ayahnya Jingga.“Yah ….” Jingga merengek pada sang ayah dengan air mata yang kembali berderai.“Sudah cukup kamu bikin Ayah malu, Jingga. Sekarang kamu harus terima apapun keputusan Ayah, ini untuk kebaikan kamu juga, untuk nama baik keluarga kita.”Pernikahan yang sudah direncanakan dengan matang itu akhirnya terjadi dengan mempelai pria yang tidak seharusnya menjabat tangan ayahnya Jingga. Dalam satu hari Awan
Read more