Home / Romansa / Istri Pengganti Untuk Suamiku / Chapter 71 - Chapter 80

All Chapters of Istri Pengganti Untuk Suamiku: Chapter 71 - Chapter 80

89 Chapters

Chapter 71 - Debaran Tak Berarah

"Bagas …"Bagas terbelalak kaget saat kedua lengan Aileen memeluk lehernya. Sentuhan itu terasa familiar, setiap gerakan seolah telah lama ia rindukan."Kamu?" Bagas menarik diri—melepaskan tautan lengan itu dari tubuhnya seraya menangkup kedua belah pipi yang merah dan hangat. Rahangnya mengetat dengan tatapan yang terarah. "Aileen?" Ucap Bagas ragu. Ia berusaha menepis kerinduan dan harapan yang bergejolak dalam hatinya.Pemilik wajah itu terdiam dengan tatapan bergetar. "I-iya …" Suara yang keluar dari balik bibir tipis itu terdengar bergetar."Tapi …" Setiap kata yang akan keluar dari bibir Bagas tertahan oleh ego. Ia dapat merasakan kehadiran Aira dalam diri Aileen, namun ia tak bisa menepis sosok Aileen dari pandangannya."Bagas, a-aku …" Jemari Aileen terkepal, Aira merematnya erat. Bimbang diantara pilihan yang sulit. Apakah ia harus jujur atau terus berlakon sebagai Aileen."Kenapa? Kepala mu pusing lagi? Atau kakimu nyeri?" Buru Bagas khawatir.Aira menggelengkan kepala de
Read more

Chapter 72 - Ketahuan

"Gila si Vincent! Dia kira kita ini kancil apa! Disuruh kesana-kemari, bawa ini-itu. Di kiranya hantu nggak perlu istirahat.""Kalo nggak cakep udah ku selepet pake kolor ijo," cerocos Rachel yang muncul dari balik tembok dengan wajah jutek dan mulut yang tak berhenti mengerutu."Huahhh … capek." Rachel melempar tubuhnya ke atas ranjang. Tak lama ia terdiam lalu melirik bingung, karena tak mendapat respon yang berarti dari orang yang duduk di sisi yang berbeda."Tumben banget si Aileen nggak ngomel," ungkapnya sambil mengerling pada Mardiana yang baru saja menembus tembok dan duduk di sofa panjang. "Apa dia sakit lagi?"Mardiana menatap cemas dan segera beralih untuk mendekati Aileen yang masih menekuk wajahnya menatap ubin marmer berwarna gelap."Aileen, kamu baik-baik saja?" Mardiana menepuk perlahan pundak wanita muda itu."Eh …" Aileen mengerjab mata beberapa kali sebelum akhinya mengembangkan senyum manis di bibirnya. "Bu Mar, udah pulang?"Mardiana dan Rachel kompak mengerutkan
Read more

Chapter 73 - Lebih Dari Sekedar Penjelasan

'Sejak kapan kamu suka makan bakso … Aira.'Aira susah payah menelan potongan bakso melewati tenggorokannya. Dalam benaknya kembali terngiang kalimat yang dilontarkan Bagas dengan raut wajah datar dan dingin, kalimat yang mampu membuat tubuhnya seketika membeku.Beruntung, saat itu Daren kembali muncul dan buru-buru menyeret tangan Aileen untuk segera pergi.Dan kini, ketiganya duduk dalam satu meja dimana tubuh Aileen dan Daren bersisian sedangkan Bagas duduk di hadapan mereka dengan tangan terlipat di depan dada. Pria itu sama sekali tak menyentuh mangkuknya. Matanya hanya lurus pada Aileen, seolah menuntut penjelasan."Bukankah aku sudah bilang, kamu pasti tak akan bisa makan disini," kata Daren.Sindiran bernada ringan itu berhasil memecah kesunyian yang kian terasa mencekam."Makan'lah. Rasanya enak kok," tutur Aira. Ia ingin sedikit menurunkan kerasnya intensitas tegang diantara mereka.Bagas melengos pelan lalu menurunkan tangannya dan bergerak canggung. Ia menatap boja pejal y
Read more

Chapter 74 - Sentuhan Yang Tak Seharusnya

"Bagas, sejak kapan kamu tahu kalau aku bukan'lah Aileen?"Aira merebahkan kepala di pundak Bagas. Keduanya duduk bersisian di bangku taman belakang, menatap bintang sambil menikmati seduhan teh hangat—seperti yang dulu selalu mereka lakukan saat menghabiskan waktu bersama."Ku rasa dari awal," balas Bagas tenang, ia meletakkan cangkirnya kembali ke meja dan beralih pada wajah yang menatapnya dengan sorot mata lembut."Bagaimana kamu bisa tahu? Aku berusaha keras menjadi seperti Aileen?" Aira berdecak sebal. Ia ingat jelas betapa susah payahnya ia saat meniru sosok Aileen yang setiap harinya bicara dengan nada ketus.Bagas terkekeh geli. "Aileen tidak melihatku dengan tatapan lembut seperti ini," ucapnya seraya mengusapkan ibu jari di sudut mata Aileen. "Dia selalu melengos dan mengerutkan kening setiap kali berhadapan dengan ku." Bagas menurunkan tangannya seraya mengulum senyum."Ah, benar juga. Aku lupa kalau Aileen selalu kembali dengan wajah kesal dan mengumpat kasar setelah bert
Read more

Chapter 75 - Takut Kehilangan

Aileen bergelung dalam tidurnya. Ia mengeram pelan saat sengatan tajam terasa menusuk, menembus otaknya. Perlahan ia membuka mata, mengerjab beberapa kali saat mendapati suasana yang berbeda. Ini seringkali terjadi, namun ia tetap saja belum terbiasa bila tiba-tiba terbangun di tempat yang lain. Aileen memijat pelipisnya dan menyusuri pemandangan yang mampu dijangkau oleh matanya.'Ini kamar Bagas?' seru hatinya panik. Aileen berpaling saat mendengar suara dengkuran halus disertai terpaan hangat yang membelai wajahnya. Matanya melebar saat bertatapan langsung dengan wajah tampan yang masih tertidur pulas. Aileen mengalihkan pandangannya, lurus menatap langit-langit kamar sembari menebak-nebak apa yang telah terjadi selama dia tiada.Ia menahan napas saat rangkulan di pinggangnya mengetat dan menarik tubuhnya agar lebih dekat dengan pemilik tangan. 'Apa yang harus ku lakukan sekarang?' Teriaknya dalam hati. "Aku harus segera keluar dari sini," gumamnya.Perlahan Aileen mengangkat ta
Read more

Chapter 76 - Poros

'Kini aku takut kehilanganmu seperti aku kehilangan Aira.'Aileen menghela napas dalam untuk kesekian kalinya saat kalimat yang sama terus saja berulang dalam benaknya."Hei, Aileen! Sampai kapan kamu mau melamun disitu?" Vincent menopang kedua tangannya di pinggang dengan wajah cemberut. Sejak satu jam yang lalu, wanita yang datang dengan wujud asli itu hanya duduk di pojokan dengan ekspresi kosong."Apa yang terjadi padanya? Roh nya belum balik?" tanya Rachel sambil menggoyangkan dagu pada Aira yang ikut membantunya mengangkut kardus untuk dinaikkan ke lantai dua gedung cafe."Entahlah," sahut Aira tanpa bergeming. Matanya menatap lurus pada wajah yang mengasingkan diri sejak pagi tadi."Kalau kau cuma mau melamun, pulang saja sana!" Vincent mendekati posisi dimana Aileen duduk dan langsung melayangkan telapak tangannya, mengeplak puncak ubun-ubun."Akh … sakit," jerit Aileen, mengaduh kesakitan sambil mengosok kepalanya. "Kenapa dari tadi kamu terus saja mengomel, sih?"Vincent me
Read more

Chapter 77 - Rela

Peti mati perlahan diturunkan ke dalam tempat peristirahatan terakhir dari raga yang tak lagi berjiwa. Satu demi satu serukan, tanah merah perlahan menutupi atas peti. Menghantarkan kematian menuju alam kekal abadi. Taburan kelopak bunga menutupi permukaan gundukan, menandakan bahwa prosesi pemakaman telah berakhir.Mardiana menatap pusara putranya dengan mata sayu. Tak ada tangis, apalagi ratapan pilu. Sejak dokter mengusulkan pelepasan alat bantu pernapasan, ia telah memasrahkan diri. Menerima keadaan ini dengan lapang dada."Bu Mar, kita pulang ya," ajak Rachel. Ia menyentuh lengan Mardiana dengan tangan bergetar.Sedari tadi kesedihannya berpadu dengan rasa takut dimana puluhan mahkluk berwajah gelap mengintip dari kejauhan. Jiwa-jiwa gelap yang muncul dari segala arah, tampak antusias oleh kedatangan Aileen dan Vincent, dua jiwa yang memendarkan cahaya menyilaukan, mengaburkan sinar jingga sang senja. Mardiana berbalik, menatap Aileen, Vincent dan Aira yang hanya berjarak beb
Read more

Chapter 78 - Pengakuan

Nani melirik takut-takut pada Aileen yang sedari tadi hanya duduk menopang tangan di depan dada. Wanita itu enggan untuk sekedar bertegur sapa ataupun balas menatapnya.Selama beberapa hari di rawat di rumah sakit, Nani banyak merenungi apa yang telah dilakukannya di masa lalu. Ia terlalu abai, tidak memperdulikan perasaan putri yang dilahirkannya di usia muda.Jadi, wajar saja bila kini Aileen bersikap dingin padanya. Nani yakin, bila bukan karena Bagas dan Denis, putrinya itu tak akan sudi menjenguknya."Ai, apa kabarmu?" tanya Nani demi memecah kesunyian. Dua puluh menit terasa amat lama baginya, berdiam diri dalam keheningan sementara Bagas dan Denis mengurus administrasi untuk kepulangannya.Aileen mengangkat wajah untuk menatap sang ibu. Tak lama ia kembali mengalihkan pandangannya. "Baik," sahutnya singkat."Dokter Daren banyak bercerita tentangmu. Ibu baru tahu kalau dokter itu calon saudara iparmu." Nani melanjutkan celotehannya untuk memancing reaksi putrinya.Namun, ia ha
Read more

Chapter 79 - Kasih Sayang Tak Berbatas

Sepuluh menit telah berlalu dalam kesunyian, bahkan suara deru mobil tak lagi terdengar sejak Bagas memutar kunci—mematikan mesin mobil.Namun, tak satupun dari mereka yang beranjak atau sekedar berinisiatif untuk membuka suara. Keduanya larut dengan pikiran masing-masing hingga sebuah ketukan di jendela samping menyadarkan Bagas."Maaf, Tuan Bagas. Nyonya memanggil anda dan nona Aileen untuk masuk," usik pria tua yang bertugas merawat seluruh tanaman di halaman dan area kebun belakang. "Baik," angguk Bagas singkat dan kembali menaikkan kaca jendela. Ia berbalik untuk menatap Aileen yang tampak canggung, duduk sembari meremat jemarinya resah."Ayo, masuk," ajak Bagas. "Mama sudah meminta kita pulang dari tadi. Mama memasak chicken katsu kesukaan mu."Aileen mengangguk patuh. "Tunggu," tahan Bagas saat Aileen hendak menarik kenop pintu. Ia buru-buru keluar dari mobil dan berbalik arah untuk membuka pintu dari sisi yang berbeda.Aileen mengerjabkan matanya saat Bagas mengulurkan tanga
Read more

Chapter 80 - Cubitan Maut

"Kamu mau kemana, Ai?"Aileen yang sedang menunduk untuk mengikat tali sepatunya, mengangkat kepalanya begitu mendengar suara Daren yang baru saja melewati pintu utama."Mau ke kafe, ada panggilan darurat dari bos," balasnya sambil bercanda."Salah, Ai! Harusnya kamu menarik dari arah yang berbeda," ujar Aira yang berjongkok di depan Aileen.Keduanya telah menghabiskan lima menit hanya untuk berdebat perihal arah simpul sepatu yang harus di tarik. "Bos? Paranormal, pemilik kafe itu?" Urai Daren untuk mengambarkan sosok Vincent."Ya." Aileen menepuk kedua kakinya dan tersenyum puas dengan simpul yang dibuatnya di atas sepatu butut kesayangan.Daren melirik sekilas namun tak berniat untuk mengeluarkan komentar yang berkaitan dengan sepatu usang itu. Aileen bukanlah tipikal orang yang senang membahas kekurangannya di depan orang lain."Aku antar, ya?" tawarnya. Aileen cepat-cepat menggelengkan kepalanya. "Nggak usah. Kamu baru pulang setelah sekian lama, jadi lebih baik dokter masuk ke
Read more
PREV
1
...
456789
DMCA.com Protection Status