Semua Bab Aku Dilamar Di Depan Suamiku : Bab 101 - Bab 110

167 Bab

chapter 100

Saat jam istirahat kantor, Rumah Makan Family akan selalu dipenuhi pelanggan. Karena tempat yang strategis, juga rasa dan harga yang lebih terjangkau, ditambah pelayanannya memuaskan, tidak heran jika Rumah Makan ini semakin hari semakin ramai didatangi pelanggan.Seorang pria dengan setelah jas, masuk ke dalam. Dia melihat sekeliling, melihat ramainya pengunjung, pria tersebut yakin jika Rumah Makan ini pasti bukan Rumah Makan yang asal-asalan.Dia menemukan tempat duduk kosong di pojok ruangan. Dia pergi ke kursi yang masih kosong.Tak lama, seorang pelayan datang "Mau pesan makanan apa, Pak?" tanya pelayan ramah sambil menyerahkan buku daftar menu.Pria itu melihat sekilas, "Saya pesan nasi satu porsi, lauk dan sayur spesial dari Rumah Makan ini! Minumannya, teh manis aja!" ucap pria tersebut."Baik, Pak! Mohon ditunggu sebentar ya, Pak?" ucap pelayan sopan lalu pergi menyiapkan pesanan.***Nisa yang merasa
Baca selengkapnya

chapter 101

Nisa segera membawa nampan yang berisi pesanan pelanggan yang duduk di kursi, meja sebelah sudut. Karena tamu tersebut duduk menghadap ke luar, Nisa tidak bisa melihat siapa tamu yang duduk di kursi tersebut.Arman yang saat itu tengah asyik memainkan handphonenya, tak menyadari jika pesanannya telah berada di depannya.Dia kaget, saat mendengar suara dari pelayan yang menyajikan makanannya, Arman sontak menoleh."Silahkan dinikmati makanannya, Pak!" ucap Nisa pada si pelanggan.Arman tak berkedip saat melihat Nisa, seolah tak percaya jika wanita yang berada di depannya itu adalah mantan istrinya.Penampilan Nisa yang banyak berubah semenjak berpisah, ditambah kurangnya beban pikiran, menjadikan Nisa terlihat semakin muda dan segar. Walau pakaian yang ia gunakan juga adalah seragam yang digunakan para pelayan, dan terlihat biasa-biasa saja, tapi tetap mampu memancarkan kecantikan alaminya, sangat berbeda saat dia masih menyandan
Baca selengkapnya

chapter 102

Cukup Kak Arman...!" teriak Bella dari jauh.Setelah berhenti sebentar di Supermarket, Bella segera berangkat ke alamat Nisa, tapi dia sungguh tak menyangka, jika alamat yang dituju malah terjadi keributan, dan biang dari keributan adalah kakaknya sendiri."Bella..?" gumam Nisa tak percaya, melihat Bella membentak orang yang selama ini sangat ia hormati."Mbak Nisa..! Maafkan Kak Arman ya!" ucap Bella tak nyaman dengan kelakuan kakaknya.Rudy yang akhirnya mengetahui jika tebakannya benar, kaget. Dia sama sekali tak menyangka, jika Nisa adalah mantan istri dari kakak iparnya.Namun saat ini, Rudy merasa serba salah. Dia lebih memilih diam, demi menghindari masalah dengan kakak iparnya."Nggak apa-apa Bell, terimakasih sudah mau membelaku dari orang seperti itu!" ucap Nisa sambil memandang ke Arman"Bella..... ngapain kamu di sini! Lebih baik kamu pulang, dan jangan pernah berhubungan lagi dengan wanita sombong seperti di
Baca selengkapnya

chapter 103

Tidak ada yang menyadari, jika di saat Nisa dan Bella masuk ke dalam ruangannya, dua orang pria keluar dari Ruman Makan family. Satu orang bertubuh besar menggunakan masker dan bertopi, sementara satunya hanya menggunakan topi dengan jaket berwarna hitam.Sebelum keduanya meninggalkan rumah makan, keduanya tak sengaja saling pandang. Kedua pria bertopi dan bermasker saling terdiam, dan saling menatap dengan curiga. Entah apa maksud dari tatapan itu, tidak ada yang tau.Rudy yang duduk di kursi pojok, cuma melihat sekilas tanpa merasa curiga sedikitpun.Sambil menunggu Bella, Rudy memesan minuman sekedar pelepas dahaga.Sambil menunggu kedatangan pelayan, Nisa memandang Bella intens, dia kaget saat mendapati perubahan yang terjadi di diri Bella."Lho....kamu hamil, Bell?" tanya Nisa kaget. Nisa segera menyadari, jika kedatangan Bella sebelumnya bersama seorang pria, yang rasa tak asing bagi Nisa. Karena tadi dia sedang
Baca selengkapnya

chapter 104

"Apa aku harus mencium kaki, Mbak Nisa? Agar kata maaf itu, aku dapatkan, Mbak?" tanya Bella sambil terisak memandang Nisa."Aku bukan orang sesuci itu, Bell! Aku hanya wanita biasa, yang juga bisa marah dan membenci!" "Aku mohon Mbak! Mohon maafkan aku, apapun akan aku lakukan, asal Mbak mau memaafkan aku!" ulang Bella."Gak perlu...!" potong Nisa cepat."Jika kamu memang menyadari kesalahanmu, tolong katakan pada keluargamu, jangan ganggu kehidupan aku lagi!"Bella langsung memandang lekat wajah cantik di depannya, ia seakan tak percaya jika Nisa hanya memberikan syarat itu, untuk memaafkannya "Serius Mbak? Apa semudah itu?" tanya Bella dengan mata membola."Ya... dengan kalian tak mengusik kehidupanku, itu berarti, kalian telah memberi ketenangan dalam hidup aku, dan putraku!" "Terimakasih Mbak, mulai saat ini, aku janji akan menjauh dari kehidupan Mbak Nisa, dan tidak akan mengusik kehidupan kalian lagi!" jawab Bel
Baca selengkapnya

chapter 105

"Hehe...kalau Om kangen, kenapa nggak minta Sherly datang, sih! 'Kan Sherly paling bisa, membuat Om, melupakan semua masalah!" Sherly masih asyik ngobrol dengan seseorang di seberang sana, sama sekali tak menyadari keberadaan suaminya."Siapa yang menghubungi Sherly? Kok bisa terlihat akrab seperti itu?" monolog Arman."Ya udah, ntar malam Sherly ke sana, deh! Ingat ya, Om harus persiapkan segalanya! Sherly nggak mau gagal kayak tempo hari, lho!" ucap Sherly manja."Mau kemana kamu, Sher? Siapa yang kamu hubungi?" tanya Arman berdiri di samping Sherly."Eh..Mas Arman!" Wajah Sherly tiba-tiba memucat, melihat kehadiran suaminya yang tak ia sadari."Kenapa..? Kaget ya, siapa yang kamu hubungi?" tanya Arman sambil menatap tajam."Ehh, ini..cuma orang dari Agensi! Dia memintaku untuk menghadiri pertemuan sesama model, nanti malam!" ucap Sherly gugup."Jangan bohong kamu, Sherly!" "Siapa yang bohong, sih Mas! Lagipu
Baca selengkapnya

chapter 106

Gadis itu tersenyum malu saat ditatap intens oleh Rasya. Rona merah di pipinya, menambah kecantikan wajahnya."Owh iya ya, aku lupa deh ngenalin diri! Nama aku Annisa Hafizah kak, orang-orang manggil aku, Nisa!" jawab Nisa sambil memainkan ujung hijabnya."Nama kamu cantik, secantik wajah kamu!" ucap Rasya tak sadar.Nisa menunduk malu dengan pipi semakin merona. "Kamu masih sekolah, kelas berapa?" tanya Rasya."Aku kelas dua belas Kak!""Owh...gak lama lagi SMA donk!" "Iya, Kak!""Usia kamu berapa Nisa?" tanya Rasya antusias."Usia aku lima belas tahun, Kak! Kakak masih sekolah juga?" tanya Nisa balik, sambil memberanikan diri."Hehe..aku udah kuliah! Usia aku aja udah dua puluh tahun!" "Owh... berarti Kakak udah tua donk?" ucap Nisa serius."Hahaha....dasar anak kecil. Usia segitu ya masih muda donk, Nisa! Masa' udak tua, sih!" Sejenak Rasya melupakan rasa sakit pada luka
Baca selengkapnya

chapter 107

Indra keluar dari kamar perawatan Dinda, dia tidak dapat menghilangkan perasaan cemburunya, pada orang yang telah menolong Nisa, jika memanfaatkan kondisi nisa, malam itu."Akhhh....sial! Aku yang berusaha, dia yang menikmati!" ucap Indra sambil menendang-nendang ke segala arah."Aku harus cari tau, siapa dia sebenarnya? Mengapa seolah dia tau, kapan waktu yang tepat, untuk mencegah sesuatu terjadi pada Nisa!" gumam Indra.Indra termenung di kursi taman Rumah Sakit, sejenak ia lupa, jika keberadaannya di situ karena menemani istrinya."Jika aku mencari tau siapa laki-laki itu, apa sekiranya dia akan melaporkan aku, ya? Tapi, jika tidak bertanya padanya, apa aku harus bertanya pada Nisa, tentang peristiwa malam ini?" ucap Indra sendiri."Aakkhhhh....sialan! Jika aku bertanya pada Nisa, yang ada dia akan semakin membenciku." Indra begitu kacau memikirkan semuanya."Aku gak rela, jika Nisa dimanfaatkan oleh orang itu!" gumam Indra s
Baca selengkapnya

chapter 108

Setelah beberapa hari dirawat, Dinda akhirnya diijinkan untuk pulang, dengan catatan harus selalu menjaga emosi dan membatasi kegiatannya.Indra berniat mengantar Dinda sampai pulang ke rumahnya. Walau sesungguhnya Indra belum bisa menerima Dinda sepenuhnya, namun sebagai suami, Indra akan berusaha menjaga dan melindungi istrinya.Walau belum adanya penjelasan tentang kelanjutan hubungan mereka, tapi Indra tak mau dianggap sebagai laki-laki tidak bertanggung jawab.Setelah semuanya beres, Indra menutup kembali pintu sebelah Dinda. Indra segera menjalankan mobilnya, meninggalkan parkiran Rumah Sakit."Dinda...!" "Hmm.....!""Setelah sampai di rumah nanti, kamu kemaskan barang-barang kamu seperlunya, kamu ikut aku!Mulai sekarang, aku mau kamu tinggal di rumahku!"Dinda menoleh Indra sesaat, lalu menoleh ke depan kembali. "Huft...jika memang nggak bisa, jangan dipaksakan, In?" jawab Dinda pelan."Din...!" Indra me
Baca selengkapnya

chapter 109

Setelah menghabiskan makanannya, Ahmad memandang wajah ibunya, ragu.Nisa yang juga telah menghabiskan makanannya, menatap wajah putranya heran "Ada apa, nak?" tanya Nisa, sambil membersihkan sekitar mulut putranya dengan tisu."Bunda...ee! Boleh nggak, Ahmad main di tempat bermain, seperti saat Ahmad sama Ayah dan Tante Dinda, tempo hari?" pinta Ahmad takut-takut.Mendengar ucapan putranya, kembali mengingatkan Nisa pada kedua sahabatnya, yang sekarang telah menjadi pasangan suami-isteri. Ada rasa perih dalam hati Nisa, saat mengingat batalnya pernikahan mereka.Rasya yang melihat bagaimana wajah penuh harap dari Ahmad, merasa prihatin. Dia segera menjawab "Kamu mau main, boy?" "Mas....!" potong Nisa. Sebetulnya Nisa bukan tidak ingin mengabulkan keinginan putranya, karena dari awal memang dia telah menjanjikan untuk bermain bersama. Nisa menunggu Rasya pergi, baru dia akan membawa putranya pergi ke tempat bermain.Ni
Baca selengkapnya
Sebelumnya
1
...
910111213
...
17
DMCA.com Protection Status