Tidak ada yang menyadari, jika di saat Nisa dan Bella masuk ke dalam ruangannya, dua orang pria keluar dari Ruman Makan family.
Satu orang bertubuh besar menggunakan masker dan bertopi, sementara satunya hanya menggunakan topi dengan jaket berwarna hitam.Sebelum keduanya meninggalkan rumah makan, keduanya tak sengaja saling pandang. Kedua pria bertopi dan bermasker saling terdiam, dan saling menatap dengan curiga. Entah apa maksud dari tatapan itu, tidak ada yang tau.Rudy yang duduk di kursi pojok, cuma melihat sekilas tanpa merasa curiga sedikitpun.Sambil menunggu Bella, Rudy memesan minuman sekedar pelepas dahaga.Sambil menunggu kedatangan pelayan, Nisa memandang Bella intens, dia kaget saat mendapati perubahan yang terjadi di diri Bella."Lho....kamu hamil, Bell?" tanya Nisa kaget. Nisa segera menyadari, jika kedatangan Bella sebelumnya bersama seorang pria, yang rasa tak asing bagi Nisa.Karena tadi dia sedang"Apa aku harus mencium kaki, Mbak Nisa? Agar kata maaf itu, aku dapatkan, Mbak?" tanya Bella sambil terisak memandang Nisa."Aku bukan orang sesuci itu, Bell! Aku hanya wanita biasa, yang juga bisa marah dan membenci!" "Aku mohon Mbak! Mohon maafkan aku, apapun akan aku lakukan, asal Mbak mau memaafkan aku!" ulang Bella."Gak perlu...!" potong Nisa cepat."Jika kamu memang menyadari kesalahanmu, tolong katakan pada keluargamu, jangan ganggu kehidupan aku lagi!"Bella langsung memandang lekat wajah cantik di depannya, ia seakan tak percaya jika Nisa hanya memberikan syarat itu, untuk memaafkannya "Serius Mbak? Apa semudah itu?" tanya Bella dengan mata membola."Ya... dengan kalian tak mengusik kehidupanku, itu berarti, kalian telah memberi ketenangan dalam hidup aku, dan putraku!" "Terimakasih Mbak, mulai saat ini, aku janji akan menjauh dari kehidupan Mbak Nisa, dan tidak akan mengusik kehidupan kalian lagi!" jawab Bel
"Hehe...kalau Om kangen, kenapa nggak minta Sherly datang, sih! 'Kan Sherly paling bisa, membuat Om, melupakan semua masalah!" Sherly masih asyik ngobrol dengan seseorang di seberang sana, sama sekali tak menyadari keberadaan suaminya."Siapa yang menghubungi Sherly? Kok bisa terlihat akrab seperti itu?" monolog Arman."Ya udah, ntar malam Sherly ke sana, deh! Ingat ya, Om harus persiapkan segalanya! Sherly nggak mau gagal kayak tempo hari, lho!" ucap Sherly manja."Mau kemana kamu, Sher? Siapa yang kamu hubungi?" tanya Arman berdiri di samping Sherly."Eh..Mas Arman!" Wajah Sherly tiba-tiba memucat, melihat kehadiran suaminya yang tak ia sadari."Kenapa..? Kaget ya, siapa yang kamu hubungi?" tanya Arman sambil menatap tajam."Ehh, ini..cuma orang dari Agensi! Dia memintaku untuk menghadiri pertemuan sesama model, nanti malam!" ucap Sherly gugup."Jangan bohong kamu, Sherly!" "Siapa yang bohong, sih Mas! Lagipu
Gadis itu tersenyum malu saat ditatap intens oleh Rasya. Rona merah di pipinya, menambah kecantikan wajahnya."Owh iya ya, aku lupa deh ngenalin diri! Nama aku Annisa Hafizah kak, orang-orang manggil aku, Nisa!" jawab Nisa sambil memainkan ujung hijabnya."Nama kamu cantik, secantik wajah kamu!" ucap Rasya tak sadar.Nisa menunduk malu dengan pipi semakin merona. "Kamu masih sekolah, kelas berapa?" tanya Rasya."Aku kelas dua belas Kak!""Owh...gak lama lagi SMA donk!" "Iya, Kak!""Usia kamu berapa Nisa?" tanya Rasya antusias."Usia aku lima belas tahun, Kak! Kakak masih sekolah juga?" tanya Nisa balik, sambil memberanikan diri."Hehe..aku udah kuliah! Usia aku aja udah dua puluh tahun!" "Owh... berarti Kakak udah tua donk?" ucap Nisa serius."Hahaha....dasar anak kecil. Usia segitu ya masih muda donk, Nisa! Masa' udak tua, sih!" Sejenak Rasya melupakan rasa sakit pada luka
Indra keluar dari kamar perawatan Dinda, dia tidak dapat menghilangkan perasaan cemburunya, pada orang yang telah menolong Nisa, jika memanfaatkan kondisi nisa, malam itu."Akhhh....sial! Aku yang berusaha, dia yang menikmati!" ucap Indra sambil menendang-nendang ke segala arah."Aku harus cari tau, siapa dia sebenarnya? Mengapa seolah dia tau, kapan waktu yang tepat, untuk mencegah sesuatu terjadi pada Nisa!" gumam Indra.Indra termenung di kursi taman Rumah Sakit, sejenak ia lupa, jika keberadaannya di situ karena menemani istrinya."Jika aku mencari tau siapa laki-laki itu, apa sekiranya dia akan melaporkan aku, ya? Tapi, jika tidak bertanya padanya, apa aku harus bertanya pada Nisa, tentang peristiwa malam ini?" ucap Indra sendiri."Aakkhhhh....sialan! Jika aku bertanya pada Nisa, yang ada dia akan semakin membenciku." Indra begitu kacau memikirkan semuanya."Aku gak rela, jika Nisa dimanfaatkan oleh orang itu!" gumam Indra s
Setelah beberapa hari dirawat, Dinda akhirnya diijinkan untuk pulang, dengan catatan harus selalu menjaga emosi dan membatasi kegiatannya.Indra berniat mengantar Dinda sampai pulang ke rumahnya. Walau sesungguhnya Indra belum bisa menerima Dinda sepenuhnya, namun sebagai suami, Indra akan berusaha menjaga dan melindungi istrinya.Walau belum adanya penjelasan tentang kelanjutan hubungan mereka, tapi Indra tak mau dianggap sebagai laki-laki tidak bertanggung jawab.Setelah semuanya beres, Indra menutup kembali pintu sebelah Dinda. Indra segera menjalankan mobilnya, meninggalkan parkiran Rumah Sakit."Dinda...!" "Hmm.....!""Setelah sampai di rumah nanti, kamu kemaskan barang-barang kamu seperlunya, kamu ikut aku!Mulai sekarang, aku mau kamu tinggal di rumahku!"Dinda menoleh Indra sesaat, lalu menoleh ke depan kembali. "Huft...jika memang nggak bisa, jangan dipaksakan, In?" jawab Dinda pelan."Din...!" Indra me
Setelah menghabiskan makanannya, Ahmad memandang wajah ibunya, ragu.Nisa yang juga telah menghabiskan makanannya, menatap wajah putranya heran "Ada apa, nak?" tanya Nisa, sambil membersihkan sekitar mulut putranya dengan tisu."Bunda...ee! Boleh nggak, Ahmad main di tempat bermain, seperti saat Ahmad sama Ayah dan Tante Dinda, tempo hari?" pinta Ahmad takut-takut.Mendengar ucapan putranya, kembali mengingatkan Nisa pada kedua sahabatnya, yang sekarang telah menjadi pasangan suami-isteri. Ada rasa perih dalam hati Nisa, saat mengingat batalnya pernikahan mereka.Rasya yang melihat bagaimana wajah penuh harap dari Ahmad, merasa prihatin. Dia segera menjawab "Kamu mau main, boy?" "Mas....!" potong Nisa. Sebetulnya Nisa bukan tidak ingin mengabulkan keinginan putranya, karena dari awal memang dia telah menjanjikan untuk bermain bersama. Nisa menunggu Rasya pergi, baru dia akan membawa putranya pergi ke tempat bermain.Ni
Nisa tak menjawab pertanyaan Rasya, dia masih dilema dengan semua.Kenangannya bersama Indra, dan juga saat menjalani pernikahan bersama Arman, seolah menjelaskan satu kesimpulan, bahwa berumahtangga tidak menjamin sebuah kebahagiaan.Jika dia harus jujur, karena kekecewaannya pada Indra dan Arman, membuat rasa yang pernah ada, itu telah sirna.Peristiwa malam panas bersama Rasya, telah memberi kesan berbeda dalam hatinya. Entah mengapa, dia seakan merasa jika dirinya adalah milik Rasya.Namun status Rasya yang begitu tinggi, menyadarkan Nisa, jika dirinya bukanlah wanita yang pantas untuk mendampingi Rasya.Melihat Nisa termenung, Rasya segera meraih tangan Nisa "Nisa....ijinkan aku, untuk menjadi bagian dari dirimu dan Ahmad!" ucap Rasya tulus.Nisa bergeming, namun ucapan Rasya terdengar jelas di telinganya."Jika kamu menilai aku tinggi, kamu salah Nis!" Rasya melepaskan tangan Nisa.Nisa menoleh Rasya denga
Setelah menghabiskan waktu bersama seharian, mereka akhirnya memutuskan pulang.Nisa segera membawa Ahmad ke motornya."Lho...mau kemana?" tanya Rasya saat melihat Nisa dan Ahmad berjalan ke sisi lain."Ya pulang donk, Mas!" "Kalau mau pulang, kenapa ke sana, Nisa!""Ya kan, kendaraan aku sebelah sana!" Nisa menunjukkan tempat motornya berada.Rasya menoleh ke arah telunjuk Nisa, "Hehe..maaf! Aku lupa kalau kamu naik kendaraan sendiri!""Gak apa-apa kok! Ya udah, terimakasih atas semua waktu, dan kebahagiaan yang Mas Rasya berikan, pada kami!" "Gak perlu berterima kasih. Aku ikhlas kok, justru kehadiran kalian, memberi kebahagiaan pada diriku!""oh ya Nis, biar aku aja yang mengantarkan kalian pulang, gimana?" "Nggak usah Mas, terimakasih! Kita bisa pulang sendiri, kok!""Gak apa-apa, sekalian aja aku antar. Ahmad, ayo ikut Om!" Rasya segera menggandeng tangan Ahmad."Lho M