Semua Bab JANDA MENAWAN DIKEJAR CINTA BRONDONG SULTAN: Bab 61 - Bab 70

137 Bab

61. Jealous Detected

Usai menunaikan salat Zuhur di masjid kampus, Abib dan Arsyil mampir dulu di kantin untuk mengisi nutrisi sebelum menghadapi kelas terakhir. Kampus Tunas Muda sedang disibukkan dengan pemilihan anggota dan ketua BEM terbaru. Nasya yang memang sudah menjadi anggota dari Badan Eksekutif Mahasiswa itu terlihat sibuk, karena kabarnya dia akan maju menjadi wakil BEM saat si wakil terdahulu akan didapuk menjadi ketua. Wanita cantik yang semakin cantik saat mengubah penampilan tomboinya itu sempat mengajak Abib untuk ikut serta menjadi anggota BEM yang baru. Namun, Abib menolak dengan alasan enggak bisa ninggalin kafe, kasihan kakaknya. “Bib, serius elu enggak mau nyalonin diri buat jadi anak BEM? Mayan, kan, bisa berduaan terus sama si Nasya.” “Kagak minat gue. Males ribet. Lu mau emang?” “Enggak, deh, makasih,” sahut Arsyil yang mulai menyantap baksonya. Seperti sebuah aplikasi chat LINE, yang line di mulut line di hati. Mulut Abib memang bilang enggak minat menjadi anak BEM, tetapi h
Baca selengkapnya

62. Skenario Tuhan

Amira mengerutkan kening melihat adiknya yang terlihat tak seperti biasanya. Apa iya jomlo baik hati itu sudah mulai terkontaminasi dengan kealayan Arsyil dalam menggombali kakaknya? Abib memejamkan mata dengan tiduran di sofa panjang. Dipijatnya pangkal hidung hingga merambat di keningnya. “Kening kamu sakit juga, Bib?” tanya Amira. “Hm!” jawab Abib dengan masih memejam. “Mau dicium juga?” Arsyil tergelak. Meledek temannya yang terlihat sangat begok ketika cemburu, tetapi gengsi untuk mengaku. Ya, terkadang jatuh cinta memang selucu itu. “Beda, Yang. Dia mau dicium, tapi sama–“ “Heh, anak jurig kemasan saset! Diem gak lu!” potong Abib dengan mata melirik tajam. “Amboi ... tak kuase aku.” Arsyil sangat suka menjaili sang calon adik ipar. Ami
Baca selengkapnya

63. Skenario Tuhan 'Part Two'

“Gue kira bakalan sulit ketemu lagi sama sang komisaris Grand Adiwilaga Hotel and Resort.” Alan tergelak dan memeluk tubuh Eka, lalu menepuk-nepuk punggung salah satu sahabatnya itu. “Gue juga enggak nyangka bisa ketemu lagi sama pangeran Daewoon Corporation. Bisa juga lu curi-curi waktu,” jawab Alan. “Adipati sama prajurit enggak ikut?” Keduanya tergelak dan duduk di sebuah sudut kafe yang sengaja di-reservasi oleh Adam.
Baca selengkapnya

64. Kebaikan Eka

“Mau lari ke mana lu?” tanya salah satu dari mereka. “Badan doang teger. Apa nggak bisa kerja sampai harus nyuri susu bayi?” Mata Eka terbelalak dan menatap kotak susu yang berada di tangannya. “Ny-nyuri?” Ia tak mengerti apa-apa. Semuanya terjadi dengan begitu cepat. Eka segera membuka topi dan juga maskernya. “S-saya bukan pencuri!” elak Eka. “Tadi ada orang yang tiba-tiba ngasih kotak susu ini ke saya.” “Halah ... gak usah berkelit. Lu cukup meresahkan. Tidak hanya sekali dua kali kedapatan mencuri di toko kami. Mana baju lu enggak pernah ganti. Kreatif dikit jadi maling. Minimal ganti baju,” ucap seseorang yang bisa jadi pemilik atau mungkin pramuniaga toko yang barangnya dicuri. Eka menggeleng dengan tangan masih memegang kotak susu tersebut. Tiba-tiba ia menyesali kenapa Adam dan Alan harus pulang lebih
Baca selengkapnya

65. Makhluk Kecil Pemegang Takhta

Lima menit sebelum kejadian .... Mobil yang dikendarai Kim Yoora dan sang asisten yang tak lain adalah anak dari mantan ART-nya berhenti sebentar di sebuah kafe. Katanya, gadis asli Indonesia itu mau mengambil sesuatu pada temannya yang bekerja sebagai waitress. Namun, belum berhenti di area parkir, keributan tampak terjadi di sana. “Non, tunggu di mobil saja, ya. Di luar kayaknya terjadi sesuatu. Saya ke dalam cuma sebentar, kok.” Yoora hanya mengangguk. Namun, rasa bodoh amatnya mulai terusik kala banyak para wanita yang mulai berbondong-bondong ikut meramaikan keramaian di sana. Yoora penasaran dan mulai menurunkan kaca mobil. Seseorang yang sedang melintas pun ia panggil. “Mbak, maaf, ada ribut-ribut apa, ya, di depan?” “Oh, itu. Pencuri susu bayi ketangkap.” Alis rapi Yoora bertaut. “Seheboh itu?”&n
Baca selengkapnya

66. Negosiasi

“Iya, Mas. Saya janji akan mengganti semuanya dengan cara dicicil,” ucap Ibnu dengan mengusap air mata dengan ujung lengan hoodi-nya. “Bukan itu,” jawab Eka. “Semua ini enggak gratis. Kamu harus mau menuruti semua ucapan saya. Bagaimana?” Tanpa mau menimbang-nimbang, kepala Ibnu langsung mengangguk tanda setuju. Tak dibawa dan dijebloskan ke penjara saja sudah membuat Ibnu harus benar-benar bersyukur untuk saat ini. “Pertama, besok saya akan nunggu kamu di minimarket tempat di mana kamu menguntit susu bayi itu. Kamu harus meminta maaf dan berjanji, bahwa malam ini adalah malam terakhir kamu mencuri. Paham?” Ibni mengangguk. “Kedua, saya akan meminta kepada pihak minimarket untuk memperkerjakan kamu di sana atau di cabang minimarket lainnya, dengan syarat, kamu tidak akan menerima gaji di bulan pertama kamu bekerja. Apa kamu be
Baca selengkapnya

67. Rencana dan Firasat

“Sayang, gimana keadaan kamu?” tanya seseorang di seberang telepon. “Oma baru dapat kabar kalau mobil kamu ditabrak dari belakang. Apa itu benar?” Ivana mengulas senyum. “Iya, Oma. Benar.” “Ya ampun, Sayang ... tapi kamu enggak kenapa-kenapa, kan?” “Aku sempat dirawat, Oma. Tapi, sekarang udah mendingan.” “Arsyil jengukin kamu, kan? Dia tahu kalau kamu kena musibah, kan?” Ivana mulai akting dengan suara dibuat semelas mungkin. “Kayaknya Arsyil udah kena pelet sama janda itu, Oma. Dia bahkan enggak mau jengukin Ivan.” Bu Rima mencoba menahan dadanya dengan sebelah tangan. “Tapi, Arsyil tahu, kan, kalau kamu kena musibah?” “Tahu, Oma. Arsyil tahu. Tapi, sampai Ivan pulang ke apartemen pun, Arsyil enggak jengukin Ivan, O
Baca selengkapnya

68. Macan Ternak

"Gimana? Betah kan?” Ibnu tersenyum dan mengangguk. “Alhamdulillah. Beta, Mas.” “Syukurlah.” “Mas Eka benar, perbaiki shalat, maka Tuhan akan memperbaiki hidup kita. Saya merasa hidup saya lebih semangat dan berarti, Mas. Bening makin pintar dan enggak pernah rewel. Saya baru sadar, mungkin memang susu haram hasi
Baca selengkapnya

69. Receh tapi Nagih

Berkali-kali Dewo mengembuskan napas dengan kasar. Uang lima puluh juta sebagai DP untuk menculik Gala beserta ibunya sudah ia pakai walau tak semuanya habis. Namun, pria itu belum berani bertindak. Tentu saja hal itu membuat Bu Rima marah.Belum lagi Eka yang menurut Bu Rima hanya diam di tempat. Katanya mau mendekati Amira, nyatanya si janda itu semakin lengket dengan cucu tampannya, Arsyil Miftah. Semakin pening saja kepala wanita licik itu.“Heh, Dewo! Kamu jangan bikin waktu saya habis hanya untuk nunggu kamu nyulik mereka. Kembalikan uang saya kalau kamu memang enggak becus!” ancam Bu Rima beberapa hari yang lalu melalui telepon.“Iya, Bu, iya. Saya akan bawa anak dan juga mantan istri saya menjauh dari cucu Ibu. Tapi semuanya butuh taktik. Apalagi saya enggak ada bakat jadi penculik,” sanggah Dewo.“Halah ... timbang bawa anak sendiri saja ribet!”Ya, yang akan Dewo bawa memanglah darah dagingnya sendiri. Namun, pria itu masih ingat jika hak asuh Gala jatuh kepada Amira. Apalag
Baca selengkapnya

70. Aksi Dewo

Amira mengernyit. Jika Eka masih bersikap tenang menunggu jawaban Amira yang setuju atau tidak, berbeda dengan Amira yang mulai bertanya-tanya pada dirinya sendiri.   ‘Apa pekerjaan Eka di Korea hingga ia membutuhkan seorang ahli gizi pribadi?’ “Mas Eka kayak sultan, sampai pakai ahli gizi segala,” ucap Amira datar, tetapi berhasil membuat Eka tersedak. “Hik! Hik!” Eka segera menyeruput es cekeknya sampai habis dan hanya tersisa es batunya saja. Amira terkekeh melihat tingkah Eka. Tanpa persetujuan, si sultan yang tengah menyamar jadi rakyat biasa itu langsung merebut es cekek milik Amira dan menyedot isinya. Amira melongo. Eka memakai sedotan yang sudah Amira pakai. Itu artinya mereka telah berciuman secara tidak langsung. “Masih kurang, Mas? Aku pesenin lagi, ya?” Eka menggeleng. Ia yang terbiasa memakan
Baca selengkapnya
Sebelumnya
1
...
56789
...
14
DMCA.com Protection Status