All Chapters of Pasangan Kencan Butaku Ternyata Bos di Tempat Kerja: Chapter 221 - Chapter 230

322 Chapters

221

"Kamu hanya seorang penipu, berani benar membuat anakku sedih!" Melihat Dhea yang diam saja dihadapannya, sikap Sovia lebih berani. Bahkan gadis remaja di sebelahnya ikut-ikutan menganggukkan kepala dan berusaha mengintimidasinya. "Bahkan seujung rambutmu itu tidak bisa dibandingkan dengan kedudukan anakku di sini, beraninya kamu mau merebut kasih sayang ayahnya! sebaiknya kau segera enyah dari rumah ini!" perintah Sovia to the poin. "Baik, Saya memang akan pergi dari sini besok pagi. Saya hanya akan menginap malam ini saja," jawab Dhea. "Hei, mentang-mentang wajah kamu mirip Kamelia, kamu itu tetaplah bukan Kamelia. Jadi jangan sok cari perhatian sama ayah aku!" bentak Novita sambil menunjuk-nunjuk wajah Dhea. "Iya, aku akan melakukannya," jawab Dhea dengan kalem. Dhea tidak takut sama sekali dengan intimidasi seperti ini, dia bahkan pernah mendapat intimidasi yang lebih kejam lagi, jadi dia menanggapinya biasa saja. Jika seseorang melakukan kekerasan fisik dia juga sang
Read more

222

Pagi menjelang, Dhea sudah bersiap-siap untuk pindah. Semua barangnya sudah dia kemasi dalam satu koper, Dhea memakai celana kulot ibu hamil dipadukan blus khusus ibu hamil dan jilbab instan pendek, namun menutupi dada. Dengan langkah pasti, dia keluar dari kamar dan menyeret kopernya, tiba-tiba seorang muncul di hadapannya, seorang lelaki dengan tatapan dingin menghujam. "Kamu jadi pergi?" tanya lelaki itu "Iya, Kak." "Baguslah kalau begitu! kamu mau pergi ke mana?" Dhea hanya tersenyum mendengar kata-kata ketus lelaki itu. Dia memang merasa dari awal Viyatan memang tidak menyukainya. "Aku akan kembali ke rumahku sendiri, rumah yang ada di dekat pantai." "Apa? rumahmu sendiri?! itu bukankah rumah adikku Kamelia?" "Iya, tapi ayah dan kak Fathan sudah memberikan rumah itu untukku, mereka bilang rumah itu harua tetap di rawat, makanya aku yang disuruh merawatnya." "Mereka memberikannya? berani benar mereka memberikan milik Kamelia pada orang lain!" gigi Viyatan tampak g
Read more

223

Perjalanan ke rumah tepi pantai, terbilang sangat lancar, lalu lintas di pagi hari sama sekali tidak macet. Dhea duduk di samping pengemudi, di sebelahnya Viyatan dengan lincah memegang setir dan menarik perseling. "Kamu selama ini tinggal di mana?" tanya lelaki bersuara berat tersebut. "Aku besar di kota Palembang. Sekolah dan kuliah di sana." "Ayah ibumu tinggal di sana?" "Ayahku sudah meninggal delapan tahun yang lalu, hampir sembilan tahun. ibuku baru meninggal beberapa bulan yang lalu." "Saudaramu?" "Mereka turut meninggal kecelakaan bersama ayah, dua orang adik laki-laki." Viyatan menoleh menatap Dhea, tetapi tatapannya masih sama, acuh dan sedikit curiga, membuat Dhea sebenarnya tidak terlalu nyaman bersama lelaki ini "Kak Viyatan sendiri selama ini tinggal di mana?" tanya Dhea lagi. "Aku tidak menetap. Kemarin aku tinggal di Singapura dan akan kembali ke sana, pekerjaanku ya mengajar, mengajar dan mengajar. Mengajar di luar negeri gajinya lebih besar daripa
Read more

224

Setelah dua hari Dhea tinggal di rumah tepi pantai, Ibrahim sudah mengunjunginya sebanyak tiga kali. Lelaki paruh itu sepertinya tidak rela jauh dari putrinya. Fathan sendiri malah begitu sibuk mengurusi perusahaannya, hingga pulang hingga larut malam dan pergi pagi-pagi sekali. Kejutannya justru Viyatan yang banyak menemani Dhea di rumah tepi pantai itu. "Kak Viyatan, apa kakak tidak pulang? ini sudah sangat malam," ujar Dhea ketika melihat lelaki itu tengah asyik mengetik di iPad-nya dengan santai duduk di ruang tamu. Viyatan mendongak dan menatap jam dinding sudah menunjukkan pukul sepuluh lewat tiga puluh menit, lelaki itu justru menatap Dhea dengan tatapan tajam. "Ini sudah malam, kenapa kau tidak istirahat? wanita hamil tidak boleh terlalu banyak begadang!" "Hanya saja, aku tidak enak tidur duluan sementara masih ada tamu di rumah ini." "Kenapa kamu menganggap aku ini tamu? aku di kota ini tidak punya rumah, bahkan aku hanya menumpang di rumah adik sendiri sudah kena u
Read more

225

Ibrahim hanya terpaku mendengar pertanyaan anak sulungnya, sementara Viyatan sendiri masih setia menunggu jawaban dari ayahnya. "Ayah?" tanya Viyatan lagi tidak sabaran. Lelaki muda itu langsung masuk ke ruangan ayahnya dan menutup pintu dengan cepat. Dia duduk di hadapan ayahnya dengan tatapan serius. "Ayah begitu perhatian dan sayang pada perempuan itu bukan hanya karena dia mirip Kamelia, kan? katakan padaku! apa yang ayah sembunyikan!" Ibrahim ingin mengatakan sejujurnya pada anak sulungnya ini, tetapi sekali lagi dia ingat pesan Dhea. Fathan yang dari awal begitu sayang pada Dhea saja tidak dia kasih tahu, apalagi anak sulungnya yang jelas-jelas anak pembangkang ini. "Iya, karena dia begitu mirip Kamelia, makanya ayah merasa Kamelia hidup kembali. Ayah menyayanginya, tidak ingin dia pergi seperti Kamelia. Apalagi Dhea juga sudah yatim piatu, hubungan kami seperti simbiosis mutualisme." Akhirnya Ibrahim tidak berani untuk jujur. Sepertinya memang bukan waktu yang tepat
Read more

226

"Sebenarnya apa yang kau kuatirkan, Fathan? apa kamu juga menyukai Dhea?" "Apa?" Roti isi yang akan masuk ke mulut Fathan, tertunda begitu mendengar perkataan kakak sulungnya. Fathan jelas tidak menyangka perkataan seperti itu keluar dari mulut lelaki itu, bahkan senyum lelaki itu tampak begitu meremehkan Fathan, jelas saja Fathan menjadi tidak terima. "Kakak, apa yang kau katakan? bagaimana aku bisa menyukai adik sendiri? Dhea bahkan sudah seperti Kamelia bagiku." "Tapi, dia bukan Kamelia, kan?" "Memang bukan, tetapi selama ini aku tidak pernah kepikiran seperti itu. Aku tulus menyayanginya seperti aku menyayangi Kamelia, bahkan aku juga sangat menghormati suaminya." Viyatan yang mendengar perkataan adiknya itu hanya mencebik tidak percaya. Ketika Kamelia hidup dulu, Viyatan memang menyayangi adiknya itu, bahkan tidak ada yang menyayangi Kamelia seperti Viyatan menyayanginya. Jika Ibrahim menyayangi putrinya hanya di hati saja tanpa tindakan nyata, tetapi Viyatan menyayan
Read more

227

"Tidak ada yang berselingkuh, mereka berpisah karena keadaan. Tetapi suaminya itu juga seorang pengecut, hanya memikirkan diri sendiri daripada membela istrinya." "Maksudnya? jelaskan, sejelas-jelasnya!" Fathan tidak tahu harus memulai bicara dari mana, waktu yang sedikit itu sangat tidak efektif untuk bercerita kisah hidup Dhea yang cukup panjang dan rumit itu. "Kisahnya panjang, tidak cukup waktu untuk menceritakannya." "Poin pentingnya saja!" "Begini, intinya ... Mereka berpisah karena keadaan. Ada yang berniat jahat pada mereka sehingga Dhea dituduh membunuh mertuanya dan berakhir di penjara." "Apa?!" Tentu saja kabar tersebut membuat Viyatan terkejut, dia pikir kisah hidup Dhea hanya seputar kisah hidup biasa, hamil dan diselingkuhi suaminya, akhirnya berpisah hingga wanita itu terdampar di sini. "Ssssttt, jangan keras-keras, nanti Dhea dengar!" Tatapan mata Fathan tertuju pada tangga, dia jelas kuatir Dhea mendengar pembicaraannya ini. Telunjuknya menempel di
Read more

228

Perjalanan ke Palembang kali ini benar-benar menguras tenaga. Mungkin karena kehamilan Dhea yang sudah memasuki trimester terakhir. Tetapi keberadaan Viyatan di sebelahnya cukup membantu, tanpa Dhea sangka, lelaki itu terus saja bertindak seperti suami siaga. Hingga pesawat mendarat di bandara Mahmud, Viyatan yang menyeret dua koper miliknya dan milik Dhea, sementara Dhea juga dipaksa untuk memegang lengan atasnya ketika berjalan. "Kita sudah sampai, langsung ke mana?" tanya Viyatan. "Langsung ke rumah Om Muhtar saja. Aku sudah kangen dengan keluarga mereka. Kita naik taksi nanti di depan." Viyatan berjalan santai, bahkan cenderung pelan-pelan, takut jika Dhea terjatuh. Setelah melalui pintu kedatangan, mereka berjalan ke lobi bandara untuk mencari taksi, tanpa diduga Dhea langsung menghentikan langkahnya, tubuh wanita itu bereaksi keras dan terkejut, bahkan tampak gugup. Viyatan yang menyadari perubahan Dhea, mengikuti arah pandang wanita itu, ternyata Dhea tengah memandang ke
Read more

229

Taksi terus melaju membelah jalanan, namun ketika mereka akan melewati the Arista hotel Palembang, Dhea langsung berubah pikiran. "Pak, kita berhenti di hotel itu saja!" perintah Mutia. "Loh, kita ke hotel? gak jadi ke rumah Om kamu?" tanya Viyatan dengan mimik penasaran. "Baik, Bu," jawab supir taksi. "Sebaiknya kita menginap di hotel saja, setelah check in baru kita mengunjungi keluarga Om Muhtar. Aku tidak mau merepotkan mereka dengan tinggal di sana." Sebenarnya jika Dhea sendirian, fine-fine saja tinggal di sana, lah ini dia membawa seorang lelaki yang tidak jelas statusnya apa. Walaupun dia kemungkinan besar adalah kakak kandungnya, keluarga Om Muhtar tahunya kalau Dhea ini adalah anak sepupu mereka Paramitha. Taksi langsung berhenti di lobi hotel, Dhea dan Viyatan langsung turun dari taksi setelah membayar argo, sementara supir taksi berlari ke arah bagasi untuk mengeluarkan dua buah koper sedang yang mereka bawa. Di lobi mereka sudah di sambut oleh pelayan hotel ya
Read more

230

"DHEA?! INI KAMU, DHE?!" Langkah Dhea berhenti mendengar suara panggilan yang cukup keras itu, ketika menoleh ke belakang, mata wanita itu membulat, tidak menyangka saja akan bertemu dengannya di sini. Dhea tidak tahu musti berkata apa, tetapi tangannya yang memegang dan pegangannya yang semakin erat di lengan Viyatan cukup menunjukkan bagaimana wanita ini memiliki kisah yang tak biasa dengan pria di hadapannya. "Aku pikir hanya halusinasi saja melihatmu di bandara, tenyata memang kamu. Ini benar-benar surprise buat Abang." Lelaki itu melangkah dengan pelan, mata berkaca-kaca tetapi pandangannya terus menelusuri tubuh Dhea dari kaki hingga kepala.Lelaki itu masih memakai pakaian yang dilihat Dhea di bandara, tetapi jaket kulit yang dipakainya diganti dengan jas dengan warna coklat muda sesuai dengan celana gunung yang dia kenakan. "Berhenti! Tetapi di situ!" ujar Dhea dengan suara bergetar. Refleks Bram berhenti melangkah, baru dia memindai lengan Dhea yang bertaut ke len
Read more
PREV
1
...
2122232425
...
33
DMCA.com Protection Status