All Chapters of Pasangan Kencan Butaku Ternyata Bos di Tempat Kerja: Chapter 161 - Chapter 170

323 Chapters

161

Part 161"Ibu, ada yang ingin Bram tanyakan, apa ibu tidak keberatan?" Bram sungguh tidak bisa menunda rasa penasaran yang sudah menumpuk di kelapanya."Apa? Kalau bisa jawab akan ibu jawab," ujar Paramitha dengan pelan "Apa benar Dhea itu anak kandung ibu?""Apa?!" Wajah Paramitha yang sudah pucat bertambah pucat pasi, wanita ini tidak menyangka pertanyaan menantunya seperti ini. "Ya, apa Dhea itu benar anak kandung Ibu?" ulang Bram dengan nada bicara yang lembut agar mertuanya tidak terkejut.Tetapi selembut apapun ucapan Bram, perkataan lelaki ini tetap membuat jantung Paramitha seperti dihantam palu. Wanita tua itu menatap Bram dengan mata membola, tiba-tiba perutnya melilit dan terasa sangat sakit, perempuan tua itu menahan kesakitan itu beberap detik hingga wajah pucatnya mengeluarkan butir keringat sebesar biji jagung."Ibu, Ibu kenapa?" Bram yang melihat itu menjadi sangat panik, kenapa tiba-tiba mertuanya ini meringis memegangi perutnya."Aduh, perut ibu sakit sekali," rint
Read more

162

Part 162Dhea sungguh tidak memahami hubungan Sania dan Lingga, mereka selalu tidak akur. Dhea sendiri tidak bisa memihak, pasalnya antara dia dan Lingga juga bisa dibilang berteman baik. Ketika dia diculik, dia juga memberi nomor telpon Lingga dan Bram kepada Alamsyah. ah, ingat dengan Alamsyah, syukurlah lelaki itu sudah Dhea tranfer uangnya, lelaki itu juga mengabarkan jika dia sudah kembali ke kampung halamannya dan berhasil mengambil alih tanah yang tergadai itu.Dhea dan Sania berjalan beriringan di lorong rumah sakit menuju ruangan ICU."Kalau melihat ibumu yang sakit begini, aku jadi ingat dengan ibuku," ujar Sania "Memangnya ibumu sakit apa? Abang tidak pernah mau menceritakan semua itu," tanya Dhea dengan nada prihatin."Ibu tiba-tiba pingsan, kata dokter tekanan darahnya tinggi sehingga pecah pembuluh darahnya. Dokter bilang itu karen ibu bnyak pikiran. Saat itu aku masih kecil, masih berumur sepuluh tahun, tapi Kak Bram sudah berumur delapan belas tahun, dia sudah tahu ap
Read more

163

Part 163 "Bu, ibu belum salat ashar. ini sudah jam lima lewat," bisik suster Halimah. Dhea yang masih memeluk tubuh ibunya dan menangis tersedu kini tersentak mendengar perkataan perawat ibunya itu. Suster Halimah tentu paham dengan kebiasaan Dhea yang selalu rajin melakukan kewajibannya kepada Tuhan itu, karena setiap menjenguk ibunya, wanita itu selalu tepat waktu menjalankan ibadah. "Biar Jenazah ibu saya yang menunggunya," ujar suster Halimah lagi. "Iya, Bik. Tolong hubungi lagi suami saya, kalau tidak, hubungi Om Muchtar. pakai saja ponsel saya, tidaj dikunci, kok." Dhea bergegas ke mushola. Ibadah kali ini benar-benar membuatnya sangat sedih, dia mengadukan semua kesedihannya pada sang pencipta, selama hidup dengan ibunya, hanya kenangan menyedihkan yang dia ingat. Ibunya tidak pernah memperhatikan dirinya seperti layaknya ibu normal lainnya, karena sebagian besar waktu Paramitha dihabiskan di pusat rehabilitasi. Dhea menyesalkan kepergian ibunya karena selama ini dia belum
Read more

164

Part 164Setelah adzan isya, mereka sudah bersiap-siap pergi. Suster Halimah ikut mobil Sania yang dikemudikan anak buah Lingga sementara Sania duduk di bangku depan, Dhea yang duduk sendirian membawa bantal agar bisa tidur selonjoran. Ketika semuanya sedang mempersiapkan mobil, jenazah Paramitha juga sudah masuk ambulance, seseorang datang terburu-buru menghampiri mereka."Dhea?! kamu mau berangkat malam ini?" tanya lelaki itu dengan terburu-buru.Dhea memandang Sania sebelum menjawab pertanyaan lelaki itu, sania hanya mengangguk mendukungnya."Iya, yah! agar jenazah ibu lekas di makamkan.""Besok saja, nanti ayah caterin helikopter biar cepat sampai. Lagian Bram juga belum datang, kan?""Tidak perlu, Yah. lagian pemakaman keluarga kami berda di pelosok, sangat mengundanh perhatian kalau ada helikopter parkir di sana, aku tidak suka dengan cara seperti itu," jawab Dhea."Lagian Kak Bram ke mana, sih? Dari tadi kicariin gak ketemu, ponselnya juga gak bisa dihubungi," ketus Sania."Dia
Read more

165

"Tunggu, ibunya Dhea sudah meninggal dunia tadi sore!"Duar! Bram spontan menghentikan langkahnya."APA?!"Bram terpaku mendengar perkataan ayahnya, baru sehari dia tinggal bekerja sudah kejadian seperti ini. Hari juga baru jam sembilan malam."Dari tadi siang dhea berusaha menghubungimu, sebelum meninggal ibunya sangat ingin bertemu denganmu, tetapi nomor telponmu sama sekali ridak aktif. Sania sampai menyusul ke kantor dan mencarimu ke tempat ayah, ayah juga baru tahu kalau kau menemui klien di Surabaya. Tapi kenapa ponselmu tidak aktif?"ujar Anggara dengan rait wajah yang geran dengan ank sulungnya ini."Ini kejadian yang tidak bisa terduga. Aku ke Surabaya menemui Mr Liang dari China. Ayah tahu sendiri, kan ... kalau dia akan menjadi menjadi investor besar kita, tetapi permintaannya sangat tidak masuk akal, dia meminta agar asistenku menemaninya beberapa hari keliling Surabaya," jawab Bram dengan wajah muram."Ya, apa salahnya asistenku menemaninya? itu malah bagus, kan? dia bisa
Read more

166

Part 166Ketika mereka sampai di desa kelahiran almarhumah Paramitha, Dhea langsung menghubungi Om Muchtar untuk menanyakan di mana ibunya harus disemayamkan terlebih dahulu sebelum dimakamkan."Langsung saja ke rumahmu," jawab om Muchtar"Ke mana, Om?" Tentu saja Dhea heran kenapa Muchtar berkata seperti itu. Bukankah mereka tahu jika rumah keluarga Dhea sudah hangus terbakar? Terakhir Dhea mengunjungi makam ayah dan adiknya itu ketika dia duduk di kelas dua SMA, saat itu saja rumah mereka sudah runtuh tinggal puing-puing. Ibunya sengaja membuat pemakaman keluarga saat kecelakaan itu, ayah dan kedua adiknya di makamkan di pekarangan belakang bekas rumah mereka, karena area tanah meraka cukup luas, hampir setengah hektar, jadi makam itu berada paling belakang dari tanah itu yang berbatasan dengan perkebunan karet warga."Ke rumah kalian, kami sudah menunggu di sini," jawab Muchtar dengan tegas."Om gila? Ini sudah tengah malam, masak jenazah ibu akan disemayamkan di tanah lapang? Ya
Read more

167

Part 167"Ini Dhea? Kok beda banget sama dulu? Dhea itu mirip banget sama Paramitha, kenapa ini cantik banget?" ujar seorang wanita yang sebaya dengan ibunya itu sambil mengernyitkan keningnya. "Iya, betul," jawab ibu-ibu yang lain membuat Dhea semakin bingung."Eh, kalian tahu, kan? Kalau Dhea ini juga ikut jadi korban kecelakaan ketika almarhum Rasyid dan kedua putranya meninggal itu?" tanya nenek Tirah membuat ibu-ibu itu menganggukkan kepala."Jadi luka Dhea ini sangat parah, sekujur tubuhnya mengalami luka bakar. Saat itu kata Mitha korban yang selamat ada tiga orang dan semuanya mengalami luka bakar, salah satu dari korban itu adalah anak seorang pengusaha yang tengah kabur dari rumah, ketika ayahnya tahu anak itu jadi korban kecelakaan, maka ayahnya itu mendatangkan ahli bedah plastik dari Korea dan mengoperasi mereka bertiga," terang nenek Tirah.Dhea hanya terbengong mendengar ucapan nenek Tirah, ibunya sama sekali tidak mengatakan apapun padanya, kenapa beliau begitu banyak
Read more

168

Part 168Semua orang tersenyum ketika lelaki itu sudah masuk ke dalam liang kubur, dia masih memakai pakaian kerja kemarin, kemeja putihnya sudah digulung sebatas siku, kakinya bahkan tanpa alas dengan kulit putih dan celana bahan mahalnya jelas menyita perhatian orang banyak.Jantung Dhea berdebar kencang menatap lelaki yang bajunya kini telah bernoda tanah liat, kapan suaminya itu datang? Kenapa sudah ada di sini? Mata Dhea mengedar,dia juga melihat ayah mertuanya berdiri di sebelah om Muhtar."Huh,akhirnya datang juga orang itu," dengus Sania yang terdengar jelas di telinga Dhea karena begitu dekatnya posisi mereka Ada keharuan yang membuncah ketika melihat lelaki itu meraih jenazah ibunya yang menurunkannya ke tanah, rasa sedih Dhea menjadi-jadi ketika tubuh ibunya mulai ditutupi oleh tanah, wanita itu tak kuasa untuk menangis. Sania sigap memeluk kakak iparnya agar tubuhnya tidak ambruk ke tanah.Setelah pemakaman selesai, beberapa orang pergi meninggalkan lokasi. Ada beberapa o
Read more

169

Bab 169"Iya, saya suaminya! Jadi anda tidak perlu merasa ada tanggung jawab."Kedua pasangan tua itu terpaku menatap Bram yang menurut mereka begitu sombong."Memangnya siapa kamu? Bicaramu sangat sombong anak muda," ujar sang kakek dengan mata mendelik."Saya sudah bilang, Kakek. Saya adalah suami wanita ini, dia tidak akan ke manapun tanpa seijin saya," ujar Bram dan langsung menggandeng tangan Dhea.Dhea hanya menurut saja, setelah mendengar bagaimana kedua kakek dan neneknya ini memperlakukan ibunya dulu, Dhea juga tidak respek pada kedua lansia tersebut. mereka juga tidak bisa berbuat apa-apa.Sesampainya didepan rumah, Dhea memandang bangunan rumah itu hingga mendongak menatap atap rumah itu."Ayo, Sayang. Kita masuk rumah, apa yang kau lihat?" tanya Bram yang melihat Dhea menghentikan langkah."Tidak ada, aku harus bertemu om Muchtar," jawab Dhea terburu-buru hingga pegangan tangan Bram juga terlepas."Dhea? Ada apa?" tanya lelaki itu dan mengejar Dhea.Dhea melihat Muchtar be
Read more

170

170 Dhea dan Bram sepanjang hari ini sibuk menyambut para tamu yang bertakziah atas kematian ibunya. Mereka tidak punya kesempatan untuk berduaan, berbincang ataupun berbicara dari hati ke hati. Hingga malam hari setelah yasinan yang selesai jam 10.00 malam mereka berkesempatan masuk ke dalam kamar untuk istirahat."Maafkan Abang ya, Sayang. Kemarin abang tidak bermaksud mengabaikan kamu. Kamu pasti mengalami hari yang berat kemarin," ujar Bram sambil memeluk istrinya yang berbaring di sampingnya. "Aku kemarin memang sangat sedih, karena tidak bisa menghubungi Abang. Sebenarnya merasa diabaikan, cinta orang sekelas Abang, tidak bisa dihubungi hanya gara-gara HP rusak, apa Abang sudah kehabisan uang? Sehingga tidak bisa membeli HP yang baru?" Sungut Dhea dengan kesal. "Iya, itu jangan kelalaian Abang. Memang benar-benar minta maaf, Abang tidak akan melakukan hal itu lagi. Maafkan Aku, ya?" Ujar Bram dengan tatapan penuh penyesalan. "Ya sudahlah, Bang. Semoga abang bisa melakukan a
Read more
PREV
1
...
1516171819
...
33
DMCA.com Protection Status