All Chapters of Pasangan Kencan Butaku Ternyata Bos di Tempat Kerja: Chapter 151 - Chapter 160

323 Chapters

151

Part 151"Abang, Abang begitu hapal tempat ini."Dhea mendekati suaminya yang masih berdiri memegang pagar balkon, wanita itu terkejut tatkala melihat wajah suaminya sudah basah oleh air mata."Abang? Kenapa Abang menangis? Apa ada sesuatu?""Ah, tidak! Abang hanya teringat sesuatu. Ayo, kita salat dulu," jawab Bram sambil menyusut air matanya dengan ibu jarinya."Ayo kita salat magrib dulu. Waktu salat sangat mepet," ujar lelaki itu sambil mendekati Dhea "Ayo, kita ke kamarku. Kamarku ada di sebelah sana."Bram tidak menjawab ucapan istrinya, dia hanya mengikuti dari belakang. Namun langkah lelaki itu begitu berhati-hati, seolah-olah tengah memikirkan sesuatu."Masuk, Bang. Di sana kamar mandinya, Abang bisa mengambil wudhu di sana. Aku akan mengambil wudhu di kamar sebelah saja.""Oh, ternyata seperti ini suasana di dalam kamar ini? Masih bernuansa pink," gumam Bram, mata lelaki itu menelisik ke semua ruangan."Apa?" tanya Dhea yang tidak jelas mendengar perkataan suaminya."Ah, ti
Read more

152

Part 152"Iya, Abang kenal kan sama pak Ibrahim?""Kenal, kalau menurut pandangan Abang, Pak Ibrahim itu orang yang sangat teliti. Dia pasti tidak mudah percaya sama orang, baru ketemu denganmu kok sudah menganggapnya sebagai anak?""Yah, mungkin dia orang yang begitu. Tapi sepertinya ada alasannya, dan alasannya itu putrinya yang sudah meninggal.""Apa maksudmu?""Sejak pertama ketemu sama Fathan, lelaki itu memperhatikan diriku dengan seksama, aku risih kan? Tetapi ketika dia bilang aku sangat mirip dengan adiknya yang sudah meninggal dunia, aku jadi luluh. Maaf aku tidak memberi tahu Abang dulu kalau keluarga mereka sudah mengangkat ku jadi anak. Seharusnya sebelum mengambil keputusan itu aku ijin dulu sama Abang, cuma ya, saat itu aku terdesak, jadi ya mengiyakan saja. Apalagi pak Ibrahim begitu sedih ketika bertemu denganku, aku gak tega melihatnya.""Ya, itu terserah dengan keputusanmu, Sayang. Yang membuatku penasaran, apa benar yang mereka katakan, jika kamu itu mirip putri me
Read more

153

Part 153Tin ... Tin ...Kedua suami istri ini terkejut mana kala sebuah mobil menepi dan membunyikan klakson. Kaca jendela mobil terbuka menampilkan seorang lelaki tampan di balik kemudi."Hei, Pak Bram? Anda mau ke mana?""Pak Fathan? Anda sendiri mau ke mana?""Saya sebenarnya mau berkunjung ke kediaman Dek Dhea, tapi sepertinya kalian akan pergi, ya?""Iya, kami akan ke lantai, biasa ... Berburu kuliner," jawab Dhea dengan riang tanpa menyadari raut wajah suaminya sudah lain tatkala Fathan memanggil dek Dhea."Kalau begitu naik, akan saya antar ke tempat kuliner yang enak.""Oh ya? Ayo, Bang ... Kita numpang sama bang Fathan saja," ujar Dhea yang langsung mengamit dan menyeret tangan suaminya.Bram tak bisa mengelak walau rasa jengkel masih menggelayuti perasaannya apalagi ketiga Dhea memanggil Fathan dengan panggilan Abang. Dhea menempati tempat duduk di belakang, sementara Bram memilih duduk di sebelah Fathan, agar tidak terlihat tidak sopan jika dibelakang semua rasanya Fathan
Read more

154

Part 154"Itu sebenarnya bukan karena aku, dulu Kamelia sering berkunjung ke sini semasa hidupnya. Abang sudah beritahu, kan? Kalau Kamelia katanya mirip denganku. Lagian ada menu favorit Kamelia yang juga sangat aku sukai di sini. Walaupun baru sekali makan, aku juga sangat suka.""Apa?""Nama makanannya Sop kerang.""Sop Kerang?!""Iya, Abang tahu makanan itu?"Bram bukannya menjawab pertanyaan Dhea, lelaki itu malah tersenyum tidak jelas, ketika Dhea mau protes, Fathan datang membawa tiga gelas teh tarik yang dibawanya dengan baki."Eh, juragan sudah alih profesi jadi pelayan?" canda Dhea "Buat adik kecil apa yang nggak, sih?" Kedua insan itu tertawa dengan kelakar masing-masing, di belakang Fathan sudah berdiri dua orang pelayan yang membawakan makanan laut beraneka macam."Wuah,banyak sekali menu makanan di sini?" sambut Bram dengan tatapan mata lapar."Lah, mana makanan favorite ku?" protes Dhea setelah tidak melihat ada makanan yang kini menjadi favoritnya."Sabar, Pakcik se
Read more

155

Part 155Part 155Terus, jika Lia sudah meninggal, siapa Adelia? Tangan Bram mengepal dengan erat. Dia jadi tidak sabaran untuk menyelidiki hal yang sebenarnya terjadi. Setelah makan, dia akan membujuk Fathan mengantarkan mereka ke makam Kamelia.Setelah sarapan yang sudah cukup kesiangan itu, ternyata Dhea sudah berinisiatif pada Fathan untuk mengunjungi makam Kamelia, Bram sedikit lega karena dia tidak perlu mengatakannya. Bagaimanapun, dia sungguh ingin menjaga perasaan istrinya, seandainya memang Kamelia adalah Lia yang sebenarnya, dia harus cukup mengikhlaskan kepergiannya. Mungkin ini bentuk kasih sayang Allah, disaat gadis cinta pertamanya kembali ke sisi-Nya, Allah memberikan istri yang katanya wajahnya mirip wanita itu.Jika benar Lia mirip dengan Dhea, ah ... alangkah cantiknya gadis itu. Suaranya yang ceria dan penuh tawa, dipadukan dengan wajah cantik dengan mata bulat Dhea, tentu akan sangat membuatnya hangat dan bahagia. Bram kembali mengusap wajahnya, sudah berapa kali
Read more

156

part 156"Kita mau ke mana dulu?" tanya Fathan ketika mereka dalam perjalanan setelah mengunjungi makam Kamelia."Terserah Kak Fathan saja," ujar Dhea dengan lesu. Wanita dari tadi hanya memandang bukit pemakaman, walaupun tempat itu kini tidak terlihat lagi, tetapi pandangannya masih mengarah ke sana."Pak Bram? kita mau ke mana?""Terserah anda saja, Pak Fathan.""Eh? kalian suami istri kompak sekali. kenapa kalian jadi lesu seperti ini setalah dari pemakaman, apa kalian lapar? kita cari restoran dulu, ya?""Terserah saja," jawab Dhea dan Bram kompak tanpa disengaja.Menyadari semua itu, Bram dan Dhea saling berpandangan, keduanya akhirnya tersenyum simpul."Apa kau lapar, Sayang?""Tidak begitu, aku justru ngantuk.""Kita makan dulu, baru kita ke pantai, snorkeling, berenang ... sudah itu baru cari hotel buat menginap," ujar Bram.Sebenarnya kalau dituruti Bram juga tidak bergairah, dia sedang dilanda kesedihan yang hanya dia sendiri yang tahu rasanya. Tetapi bagaimanapun istriny
Read more

157

Part 157Semua orang sudah berkumpul di ruang keluarga, ternyata bukan hanya keluarga inti, tetapi para sepupu juga diundang ke sana. Bram yang datang terakhir berjalan mengambil tempat yang memang sudah disediakan oleh para pelayan di rumah ini. Arjuna yang datang duluan tersenyum sumringah melihat Dhea yang sudah lama tak terlihat."Dhea, duduk di sini," ujar Arjuna sambil menunjuk sofa yang masih kosong di sebelahnya. sebelum Dhea duduk di sebelah lelaki itu, Bram yang sangat tidak senang melihat kelakuan adiknya ini menyerobot duduk di sebelah Arjuna, membuat pemuda itu menampilkan raut cemberut kepadanya."Sayang, duduk di sini," ujar Bram sambil meraih tangan istrinya secara posesif."Dhea, bagaimana kabarmu? kenapa lama sekali di Batam?" tanya Arjuna."Disana langsung mengerjakan proyek, Kak. jadi cukup lama.""Aku dengar ada yang nggak sabar sampai menyusul ke sana," sindir Arjuna."Kamu kenapa? ya wajar lah namanya kangen sama istri sendiri," jawab Bram sambil menatap pemuda
Read more

158

Dhea menatap air mancur yang berada di halaman belakang rumah besar nenek Hartina. Sang Nenek sudah memintanya untuk tinggal di rumah ini selagi berada di Jakarta, sebenarnya Bram ingin tinggal di rumahnya sendiri, tetapi mengingat neneknya yang sudah tua, sakit-sakitan dan kesepian paska kematian kakeknya membuat Bram tidak tega meninggalkan nenek Hartina. "Ikan mas koi, dalam legenda China, ini menjadi ikan keberuntungan."Dhea yang sedang melamun terkejut mendengar suara yang ternyata begitu dekat di sampingnya. Mata wanita ini mengernyit mana kala melihat seseorang yang berada di kursi roda tengah serius memperhatikan ikan berwarna orange, hitam dan putih ini berenang ke sana kemari."Apa yang kamu pikirkan? Aku perhatikan dari tadi kamu melamun terus," ujar lelaki itu sambil menoleh kearah Dhea, senyum manis lelaki itu berikan pada wanita ini. "Emm, maaf ...." Dhea yang diperhatikan sedemikian dengan lelaki asing membuatnya sedikit gugup dan tidak nyaman."Aku Abimanyu. Biasa
Read more

159

Part 159 "Pendapat? Bukankah aku sudah bilang pada Abang jika dulu, aku pernah mengalami kecelakaan hebat yang merenggut nyawa ayahdan kedua adikku?" "Ya." "Bukan hanya adik dan ayahku saja yang terengut nyawanya, ingatanku juga terenggut." "Apa? Jadi kau amnesia?" "Iya." Bram cukup terkejut mendengar pengakuan istrinya, wajahnya bahkan sudah pias, tentu saja dia tahu apa yang tengah dipikirkannya, mungkinkah? "Kapan kamu mengalami kecelakaan itu, Sayang?" "Yah, sekitar delapan tahun yang lalu. Saat aku bangun dari koma, selama dua bulan komanya. aku hanya mendapati ibu yang duduk di sampingku sambil menanagis. Perawat di sana mengatakan jika ibu selama dua bulan ini hanya menangis dan terus menunggui di depan ruang ICU. ternyata, setelah aku pulih, kesedihan ibu tidak juga berkurang, sepertinya beliau sangat shock kehilangan dua anak lelaki dan juga suaminya. sekarang tinggal aku keluarganya." Bram hanya termangu mendengar penuturan istrinya, ada nada kesedihan di dalam perka
Read more

160

Part 160"Apa? Dhea pernah memainkan piano itu?" Asep sungguh bingung melihat raut wajah majikannya ini, bagaimana sebagai suami Pak Bram tidak tahu bakat terpendam istrinya ini.Dengan tidak sabaran Bram menerobos pagar yang baru saja dibuka oleh mang Asep, dengan terburu-buru lelaki memasuki rumah dan berlari ke arah kamar atas, kamar yang selama ini tidak sembarangan dimasuki orang selain dirinya.sampai depan pintu kamar, ruangan itu terbuka, terlihat masih mengenakan gaun tidur istrinya tengah duduk di depan piano, jari jemarinya dengan lincah bermain diatas tuts. Bram berjalan perlahan menghampiri wanita yang duduk membelakanginya. "Hmmm ... Hmmmm." Sesekali wanita itu bergumam mengikuti irama piano. Bram hanya terperangah, dadanya berdegup dengan kuat, tanpa dia sadari, lelaki itu memejamkan matanya, pikirannya sepenuhnya tertuju pada irama piano yang begitu akrab di telinganya.Druammm!!Suara di nada terakhir itu tampak sembarangan, Bram segera membuka matanya. Ketika mata
Read more
PREV
1
...
1415161718
...
33
DMCA.com Protection Status