Bab 169"Iya, saya suaminya! Jadi anda tidak perlu merasa ada tanggung jawab."Kedua pasangan tua itu terpaku menatap Bram yang menurut mereka begitu sombong."Memangnya siapa kamu? Bicaramu sangat sombong anak muda," ujar sang kakek dengan mata mendelik."Saya sudah bilang, Kakek. Saya adalah suami wanita ini, dia tidak akan ke manapun tanpa seijin saya," ujar Bram dan langsung menggandeng tangan Dhea.Dhea hanya menurut saja, setelah mendengar bagaimana kedua kakek dan neneknya ini memperlakukan ibunya dulu, Dhea juga tidak respek pada kedua lansia tersebut. mereka juga tidak bisa berbuat apa-apa.Sesampainya didepan rumah, Dhea memandang bangunan rumah itu hingga mendongak menatap atap rumah itu."Ayo, Sayang. Kita masuk rumah, apa yang kau lihat?" tanya Bram yang melihat Dhea menghentikan langkah."Tidak ada, aku harus bertemu om Muchtar," jawab Dhea terburu-buru hingga pegangan tangan Bram juga terlepas."Dhea? Ada apa?" tanya lelaki itu dan mengejar Dhea.Dhea melihat Muchtar be
170 Dhea dan Bram sepanjang hari ini sibuk menyambut para tamu yang bertakziah atas kematian ibunya. Mereka tidak punya kesempatan untuk berduaan, berbincang ataupun berbicara dari hati ke hati. Hingga malam hari setelah yasinan yang selesai jam 10.00 malam mereka berkesempatan masuk ke dalam kamar untuk istirahat."Maafkan Abang ya, Sayang. Kemarin abang tidak bermaksud mengabaikan kamu. Kamu pasti mengalami hari yang berat kemarin," ujar Bram sambil memeluk istrinya yang berbaring di sampingnya. "Aku kemarin memang sangat sedih, karena tidak bisa menghubungi Abang. Sebenarnya merasa diabaikan, cinta orang sekelas Abang, tidak bisa dihubungi hanya gara-gara HP rusak, apa Abang sudah kehabisan uang? Sehingga tidak bisa membeli HP yang baru?" Sungut Dhea dengan kesal. "Iya, itu jangan kelalaian Abang. Memang benar-benar minta maaf, Abang tidak akan melakukan hal itu lagi. Maafkan Aku, ya?" Ujar Bram dengan tatapan penuh penyesalan. "Ya sudahlah, Bang. Semoga abang bisa melakukan a
Part 171Dia sama sekali tidak pernah melakukan operasi plastik untuk mengubah wajahnya karena memang dia bukan Dhea Annisa Putri, Putri kandung Paramita. Lantas siapa dia? Apakah Bram boleh mengacu, pada satu nama? Tetapi Bram belum berani menebak sejauh itu. Tetapi feeling-nya sangat kuat saat ini, apalagi mendengar pesan dari mendiang ibu mertuanya itu, dia benar ... yah, dugaannya jika Dhea bukan anak kandung mertuanya adalah benar. apalagi sekarang? tinggal mencari tahu siapa sebenarnya Dhea, benarkah Dhea adalah Kamelia? benarkah Kamelia adalah Lia yang selama ini dia cari? jika demikian, berarti selama ini dia menikahi wanita yang selama ini dia tunggu, dia menikahi wanita yang tepat, belahan jiwanya yang sangat dia rindukan.Memikirkan itu semua membuat tubuh Bram gemetar menahan perasaan, dengan antusias dia peluk wanita di sampingnya erat-erat, seolah-olah dia tidak akan melepaskan pelukan itu selama-lamanya."Sayang, tahukah kau? betapa aku sangat mencintaimu?" gumam lelaki
Part 172Dengan lesu Bram akhirnya mengabarkan agar Dhea ke Batam bersama Adi. Dia sendiri sedang sibuk-sibuknya dengan pekerjaan di Jakarta. Dhea sempat protes, apa nggak ada orang lain yang bisa menggantikannya? tetapi ketika mendengar itu permintaan khusus dari Pak Ibrahim, dia bisa apa? lagipula sekarang statusnya adalah anak angkat walikota tersebut, jadi dia juga harus menghormatinya, walaupun sebenarnya dia sendiri tidak menginginkan menjadi anak walikota itu. Semua dia lakukan demi Kamelia, entah kenapa, mendengar seorang ayah yang kehilangan anak gadis dan berharap bisa melihat sosok gadis itu pada dirinya membuatnya sedikit terenyuh.Ketika mendarat di bandara Batam, Fathan sudah menjemput Dhea dengan mengendarai mobil mewahnya, kali ini jenis mobil Buggati. Dhea sudah tidak heran lagi kalau lelaki ini selalu gonta-ganti mobil mewah, secara di rumah ayah lelaki ini terparkir beberapa jenis mobil mewah."Kita langsung ke rumahmu, ya?" ujar Fathan yang mengendarai mobil.Seben
part 173Adi yang sudah turun segera mengambil koper Dhea di bagasi. Mereka melangkah masuk ke rumah, entah kenapa, setiap memasuki rumah ini, perasaan Dhea seperti tersedot ke dalam kesedihan, air mata tak kuasa menitik ke pipinya. Dhea buru-buru menghapus air matanya agar tidak terlihat oleh orang-orang disekitarnya.Mereka langsung menuju meja makan, sementara koper Dhea dibawa oleh Bik Siti ke kamarnya dan langsung dirapikan."Wah, ini baru namanya makan enak," ujar Adi."Ayo, dimakan. Dhea, kau mau makan ini? ini sayur nangka kesukaanku. Apa kau pernah memakan sayur ini?" ujar Fathan."Oh, nangka muda? tentu saja aku pernah memakannya. ini digulai, kan? kalau digulai akan enak kalau makannya pakai nasi lontong," jawab Dhea yang begitu antusias.Ingat nangka muda, Dhea jadi ingat Aryan. Dulu dia sering meminta buah nangka muda di halaman belakang rumah Aryan untuk dibuat sayuran karena memang kadang kala dia kehabisan uang untuk membeli sayuran dan lauk pauk. Tetapi setelahnya Ar
Part 174Dhea tidur cukup nyenyak malam ini, itu juga karena Bram sudah menelponnya setiap tiga jam sekali. Lelaki itu memang perhatiannya begitu over akhir-akhir ini. Ketika jam menunjukan pukul delapan pagi, Khaidir sudah menjemputnya, di dalam mobil juga sudah ada Adi yang akan mendampinginya ke pertemuan.Pertemuan kali ini tidak di kantor wali kota, pertemuan akan diadakan di hotel bintang empat di kota ini. Adi mengatakan jika Ilham dan dua staf lainnya sudah menunggu di sana. Dhea mengambil sebuah tas map dan membuka isinya, di sana ada draf data yang sudah dikerjakan jauh-jauh hari setelah ke Batam tempo hari, draf itu dikerjakannya dengan teliti."Bahan presentasinya sudah siap, Bu?" tanya Adi memastikan."Sudah, Pak. Ada di laptop. Kira-kira siapa yang akan hadir dari pihak klien?""Sepertinya Pak Ibrahim yang akan datang sendiri, beserta Penanggung jawab dari PU dan pihak pelabuhan.""Apa ada investor yang mendanai proyek ini?""Sepertinya tidak, dana ini sepenuhnya dibiaya
Sudah dua Minggu Dhea berada di kota ini, setiap dua hari sekali, Pak Ibrahim selalu mengundangnya makan. kalau tidak makan siang, ya kadang makan malam. Suasana yang terbangun diantara mereka benar-benar membuat Dhea takjub, dia menjadi akrab dan tidak canggung lagi dengan Ibrahim maupun Fathan putranya. Hanya saja dengan Sovia Veronika istri Ibrahim masih belum bisa mengakrabkan diri. Bukan karena Dhea tidak berusaha, tetapi Sovia memang selalu menjaga jarak dan terkesan tidak menyukainya.Siang itu Dhea kembali dijemput Fathan untuk mengunjungi rumah mereka. Ibrahim sudah memasak makanan kesukaan Dhea, dia bahkan memesan SOP kerang khusus dari kedai Pakcik Ali."Pekerjaanku sudah selesai di sini, Pak. Lusa aku ijin akan kembali ke Jakarta," ujar Dhea di tengah acara makan siang itu."Sudah berapa kali aku bilang jangan panggil Pak. Panggil aku ayah!" sela Ibrahim dengan nada tidak suka "Oh iya, Ayah. maaf ....""Tidak bisakah kau menetap di kota ini saja?aku bisa memberimu pekerja
Part 176 Ketika sampai perusahaan itu, mereka disambut oleh Raditya. Lelaki ini memiliki kepribadian yang luwes dan pandai bicara, penampilannya yang perlente memperlihatkan jika dia pandai bergaya. Penampilan seperti itu mengesankan bahwa lelaki ini baru saja memiliki sedikit kekayaan dan membuatnya berdandan habis-habisan. Dari segi wajah, Raditya terlihat biasa-biasa saja, tetapi karena ditunjang dengan penampilannya ini, membuat lelaki itu sedikit berkelas. Raditya mencerikatan sedikit latar belakang perusahaan mereka, dia sudah serius untuk menjual sahamnya. Karena perusahaan ini didirikan berdua dengan Tommy, jadi saham mereka juga Fifty-Fifty. Persoalannya sekarang Tommy justru tidak mau menjual sahamnya, semntara Bram akan mengakuisisi perusahaan itu total, bukan hanya membeli separuh saham saja. Tidak berapa lama Tommy juga datang ke ruangan direktur, yang saat ini diduduki oleh Raditya, sekali lagi dengan tegas lelaki itu menolak menjual sahamnya. "Saya tidak bersedia me
Menjelang waktu yang direncanakan, para anggota organisasi Gir sudah berdatangan ke Indonesia memakai paspor turis, dengan penerbangan berbeda. mereka sudah memesan hotel yang sama dengan rekomendasi Adi melalui online. Sampai pukul satu delapan malam, semua sudah berdatangan. Adi sendiri menyewa aula diskotik untuk party umum yang pesertanya hanya diundang tamu-tamu hotel yang memiliki tiket masuk, dan mereka yang masuk hanya anggota Gir. Sehingga party ini tidak dicurigai sebagai pertemuan rahasia yang berpotensi membahayakan keamanan, karena party diadakan secara natural untuk menyambut turis asing. Adi tersenyum lega melihat orang-orang yang dulu menjadi rekan kerjanya, mereka berpelukan seperti layaknya teman sudah lama tidak bertemu. "Kami datang semua untuk mendukungmu, Di," ujar Michael dengan bahasa Inggris. Michael kini menjadi ketua organisasi, mantan tentara Amerika itu masih aktif di organisasi tersebut. "Aku juga membawa semua anggota baru, perkenalkan ...." Mich
Bram menghela napas berat, dibelainya rambut istrinya yang kusut karena lama hanya melakukan aktifitas berbaring. "Sayang, Abang akan secepatnya datang menjemputmu. Sekarang masih belum bisa, Abang hanya menjengukmu, kuatir dengan keadaanmu. Apa kamu baik-baik saja?" tanya Bram dengan hati-hati. Dhea hanya diam menatap wajah suaminya dengan kecewa, matanya bahkan sudah berkaca-kaca. Apanya yang baik-baik saja? situasinya bahkan lebih kejam dari ketika dia dipenjara dulu. Rasa kangennya yang tidak tertahan pada putranya membuatnya sulit memejamkan matanya setiap malam. Perasaan ditinggalkan oleh suaminya mengikis rasa kepercayaannya sedikit demi sedikit, sudah seminggu lebih, tetapi apakah Bram tidak bisa mengatasi masalah di perusahan? apakah pria di depannya ini sengaja memilih kekuasaan dan hartanya daripada dia? Dhea menggeleng pelan untuk menghilangkan prasangkanya. "Percayalah pada Abang, doakan Abang agar cepat membawa Dhea dari tempat ini. Abang sangat merindukan Dhea, b
Dhea hanya bisa berbaring di tempat tidur yang cukup besar dan mewah, kasurnya empuk, kamarnya luas dengan kamar mandi yang juga cukup mewah. Tidak kalah dengan kondisi di rumah Bram dulu. Dia hanya bisa berbaring dan tidak banyak melakukan aktifitas sepanjang hari untuk menghemat tenaga. Dua butir telur rebus dan setengah liter air mineral yang dijatah kepadanya sekarang sungguh benar-benar tidak akan cukup untuk melakukan aktivitas yang lebih dari itu. Apalagi awal-awal dia hanya mengkonsumsi tiga butir telur, rasanya hampir tiga malam dia tidak bisa tidur karena kelaparan. Semakin ke sini, tubuhnya sudah terbiasa, tetapi dia juga harus menghemat energi. Sedang hari ini, dia hanya menerima jatah dua butir telur. Ini baru hari ke tujuh, tetapi rasanya sudah sangat menyiksa. Lebih tersiksa dari kondisinya di penjara dulu, padahal dulu dia sama sekali menempati kamar yang tidak layak sama sekali. Dulu dalam satu ruangan hanya ada satu buah kasur singel, yang dihuni oleh enam orang
Niko dengan serius memantau dua komputer sekaligus, rute pelacak yang ada pada Bram, serta navigasi robot kecilnya yang terus terbang di udara. Dalam dua puluh menit, robot itu sudah menyusul mobil yang membawa Bram ke arah barat daerah Banten."Cepat sekali dia menyusul," ujar Fikri i yang juga ikut memantau gerakan robot itu."Dia terbang, bukan jalan. dalam waktu satu menit sudah mencapai belasan kilometer," ujar Adi mengkomentari omongan Fikri, sementara Niko tetap serius menggerakkan kursor mouse untuk mengendalikan robot kecilnya."Kita keluarkan cengkeraman pada robot itu agar menempel di mobil itu, untuk menghemat baterai," ujar Niko."Emang cengkeramannya sekuat apa? tidak takut diterbangkan angin?" tanya Fikri yang antusias seperti mendapat mainan baru "Dia ditempatkan di belakang mobil agar bisa terlindungi angin. Cengkeramannya tidak kuat, hanya dilapisi lem seperti lem alteco.""Loh, kalau tidak bisa lepas bagaimana?" tanya Adi yang mengernyit heran, pasalnya lem itu ter
"Kau terlalu banyak mengeluh, harusnya kondisi istrimu bisa menjadi motivasi untukmu. Atau kuhadirkan juga anakmu yang masih bayi?" ancam Abimanyu. "Aku tidak akan tergerak kalau belum melihat secara langsung bagaimana kondisi istriku, juga tidak akan termotivasi kalau belum berbincang dengannya," ujar Bram dengan keras kepala. "aish! baiklah!" dengus Abimanyu akhirnya mengalah. "Sakti, Ijal ... Bawa dia bertemu istrinya, biar dia puas melihat keadaan istrinya. Ketika pergi ke sana pastikan tangan dan kakinya terikat biar tidak kabur, matanya juga ditutup biar tidak tahu kondisi jalan!" perintah Abimanyu yang tidak sabar mendengar rengekan Bram. Setelah mengatakan itu, Abimanyu kembali lagi ke ruang pribadinya, sementara Bram tersenyum. Ternyata hanya sebatas ini kemampuan Abimanyu dalam mendengarkan keluhannya, dia hanya mengikuti saja pengaturan lelaki itu ketika para pengawal itu langsung meraih tangannya untuk memasang borgol dan menutup matanya dengan kain hitam. Para pengawa
"Sakti?!" ujar Abimanyu yang melihat siapa yang mengetuk ruang pribadinya ini. "Selamat sore, Pak?" sapa Sakti yang melihat Abimanyu tengah bersantai duduk di sofa sambil bermain game di ponselnya. "Ada apa?" tanya lelaki itu masih fokus dengan ponselnya. "Pak Bram memaksa untuk bertemu dengan anda, Pak." Mendengar perkataan Sakti, Abimanyu berhenti menggerakkan jemarinya di atas layar ponsel, spontan lelaki itu menatap Sakti dengan tatapan garang. "Bukankah sudah kukatakan? kalau dia tidak boleh menemui ku kalau tugasnya dalam menstabilkan harga saham sudah berhasil, ini apa? belum ada kemajuan apa-apa," ujar Abimanyu dengan marah. "Justru itu yang akan dikatakan dan didiskusikan oleh pak Bram kepada anda, Pak." "Tidak ada negosiasi apalagi diskusi. Usir dia dari sini. Kenapa kau bawa dia ke sini tanpa bilang padaku dulu, Ha? kamu ini terlalu lancang, Sakti!" Abimanyu bertambah marah mendengarnya. "Situasi di perusahaan terlalu rumit, Pak. Bapak tidak bisa membuat hal
Pulang kerja, seperti hari kemarin Bram dikawal oleh beberapa orang dan disupiri oleh supir baru yang juga tidak Bram kenal. Apalagi selama beberapa hari ini mereka juga tidak berinteraksi, Bram juga malas untuk bertegur sapa dengan mereka. "Antarkan saya ke tempat Abimanyu!" perintah Bram. "Bukankah Pak Abimanyu mengatakan dengan jelas, Pak Bram boleh menemuinya jika pekerjaan pak Bram selesai. Ini belum ada apa-apanya jadi pak Bram tidak berhak bertemu pak Abimanyu," ujar supir itu dengan tegas. "Kamu itu hanya sekedar supir, jadi tidak perlu mendikte saya. Saya tidak akan menyelesaikan tugas dari Abimanyu. Terserah dia sekarang, saya juga sudah buntu! saya mana bisa bekerja sendiri, saya akan bilang sama dia untuk memberi saya tim." "Ingat, Pak. Bapak harus keluarkan semua potensi dan usaha. Karena taruhannya nyawa istri dan anak bapak." "Keluarkan potensi dan usaha apa? sementara saya tidak boleh menghubungi siapapun. Memangnya saya bisa menyulap dengan sendiri nilai sah
Mang Giman selalu membersihkan ruangan Bram pukul tujuh pagi sebelum semua karyawan datang ke kantor. Dia membersihkan ruangan Bram seperti biasa dan tidak mencurigakan, ketika dia sedang mengelap-elap meja dan merapikan dokumen diatas meja, dia segera meletakkan surat ber amplop putih itu di atas meja dekat kotak tissue. Lelaki itu menahan napas ketika melakukan itu semua, segera dia cepat-cepat keluar dan masuk toilet, di sana dia menghela napas sekuat-kuatnya, sangat ketakutan karena dia merasa gerak-geriknya dipantau dari jarak jauh oleh orang yang tidak diketahui siapa. Sungguh misterius dan menakutkan untuk orang awam seperti dia. Jam menunjukan pukul delapan pagi, semua karyawan sudah berdatangan dan sudah masuk ke ruangan kerja masing-masing. Bram sendiri datang sekitar jam setengah sembilan pagi. Ketika masuk ruangan, dia terus berkutat pada dokumen, sungguh tidak ada pegawai atau orang suruhan yang kompeten yang dia percaya sekarang. "Pak Bram, ini sudah seminggu, tetapi
Sudah tiga hari Bram bekerja mengurus perusahannya, tetapi tidak ada perubahan sama sekali pada peningkatan nilai saham. Abimanyu sendiri mengatakan jika semua pegawai dan kolega Bram sudah dimutasi bahkan sudah dipecat dari perusahaan. Bram sendiri yang terpaksa menandatangani surat pemecatan mereka, pasalnya Abimanyu mengancam tidak akan memberikan makanan apapun pada Dhea jika dia tidak mengikuti semua perintah lelaki itu. Bram memang masuk ke kantor tetapi tetap saja rasanya seperti dipenjara. Dia tidak bisa mengontak siapapun dan meminta bantuan siapapun. Semua pekerja yang ada di kantor ini diduduki oleh orang-orang baru atau orang lama memang sudah bersekongkol dengan Abimanyu. Bram duduk dengan frustasi dengan semua kondisi ini, bahkan Adi orang kanannya sekarang tidak tahu di mana. Abimanyu memberi batas sampai tiga Minggu untuk menstabilkan nilai saham dan melakukan peralihan pemilik perusahaan dalam waktu tiga bulan. Abimanyu juga tidak bisa terburu-buru agar apa yang t