Semua Bab Mertua Pilih Kasih Tidak Tahu Kami Banyak Uang: Bab 81 - Bab 90

131 Bab

BAB 81

Hari-hari sepulang kerja masih sama seperti hari-hari biasanya. Begitu inginnya aku pulang kerja dalam kondisi tenang dan damai tanpa ada perang kata. Akan tetapi, selalu ada orang-orang yang tidak ingin melihatku mendapatkan ketenangan itu. Baru saja kami selesai mengucap salam, kalimat sindiran ibu mertua sudah melayang menggedor indera pendengaranku. "Dasar menantu durhaka. Kamu nggak ada kasihan-kasihannya melihat ibu mengurus rumah sendiri setiap hari?" hardik ibu mertua sesaat setelah aku menjejakkan kaki di ruang keluarga. Aku sengaja menghela nafas dengan dramatis, "Mohon maaf aja nih ya, Bu. Tapi bisa nggak ibu jangan cari gara-garanya sama aku aja. Di rumah ini menantu ibu bukan cuma aku aja, tapi Tiana juga. Kalau ibu capek ngurus pekerjaan rumah sendiri, bisa kali dia diminta untuk membantu. Aku ini ada anak loh, banyak uang yang aku butuhkan untuk membiayai masa depan Danis. Tolong pengertiannya lah, Bu?" pungkasku dengan panjang lebar.
Baca selengkapnya

BAB 82 | Dimas POV

Dimas POV, "Mas, kamu jangan percaya kata-kata Mbak Astri dong!"Kalimat yang dilontarkan istriku ini membuatku seketika termangu. Gurat ekspresi panik yang terlihat jelas di wajahnya membuat jantungku menghentak risau. Belum lagi mendengar suaranya yang tiba-tiba serak menambah pikiranku bergerak ke arah yang negatif. "Mbak, kamu jangan ngomong sembarangan ya!" seru Tiana pada Mbak Astri yang terus mendengus sinis sejak tadi. "Aku nggak sembarangan ngomong kok. Ini kan bukan yang pertama kalinya kamu bertindak demikian. Kapan hari kamu bahkan ketahuan sama Mas Ruslan langsung," timpal Mbak Astri. "Itu... Itu... "Sejujurnya aku sedikit terkejut mendengar ucapan Mbak Astri ini. Kapan hari kakak iparku ini memang memintaku untuk mengawasi Tiana agar tidak bertindak keganjenan pada suami orang. Akan tetapi, aku tidak pernah terpikirkan bahwa sasaran istriku ini adalah kakakku sendiri. "Itu apa?" tanya Mbak Astri denga
Baca selengkapnya

BAB 83

Benar kata orang-orang bahwa dendam menguras hati. Tapi ampuni aku kali ini Ya Allah, rasanya terlalu menyakitkan mendengar setiap kata yang terlontar dari mulut mertuaku ini. Satu-satunya cara yang terpikir olehku agar perhatian mertua tidak lagi tertuju padaku dan Mas Ruslan adalah dengan mengalihkan perhatian beliau pada orang lain. "Tiana, apa yang dikatakan Astri benar?" tanya bapak mertua menatap ke arah Tiana yang pucat seketika. "It... Itu... " Tiana tidak bisa menyelesaikan perkataannya karena tatapan tajam yang diberikan ibu dan bapak mertua padanya. Dia lantas menundukkan kepala dalam-dalam."Dim, apa kamu tahu soal ini?" tanya bapak mertua pada putra bungsunya itu. Dengan sorot mata yang terus terpaku pada sang istri, Dimas menjawab pertanyaan bapak mertua dengan gelengan kepala pelan. "Aku juga tidak tahu, Pak!" ucapnya dengan gamang. "Ti, sejak kapan orang tua kamu bangkrut?" tanya ibu mertua turut bertanya den
Baca selengkapnya

BAB 84 | Tiana POV

Tiana POV, Untuk yang pertama kalinya dalam hidup, aku merasa dadaku panas membara hingga rasanya sedikit sulit untuk menarik nafas dengan lega. Aku dibuat sangat marah karena kondisi keluargaku yang sedang morat-marit diungkap dengan cara sedemikian rupa oleh Astri. "Sayang... " sapa Mas Dimas dengan intonasi lirih. Akan tetapi, mataku masih menolak untuk melirik ke arah suamiku itu. Sepasang netraku justru masih betah menatap ke arah dimana Mas Ruslan dan istrinya baru saja pergi. 'Sialan, seharusnya tidak begini. Kenapa malah aku yang kena sih!' dumelku dengan geram di dalam hati. "Jadi sebenarnya bagaimana ini? Apa benar keluarga kamu bangkrut, Ti?" tanya ibu mertua untuk yang kesekian kali. " ... "Namun, aku masih terdiam. Aku tidak tahu bagaimana harus menjawab pertanyaan ini. Kepalaku yang mulai berdenyut pusing sibuk mempertimbangkan apakah aku harus jujur atau justru mencari dalih yang lain. "Ja
Baca selengkapnya

BAB 85 | Dimas POV

Dimas POV, "Sayang, kamu tahu kalau aku belum punya uang buat beli rumah," ujarku dengan perasaan pahit. "Aku nggak mau tahu. Minta aja uang jatah warisan kamu sama bapak," timpal Tiana dengan acuh tak acuh. " ... "Entah sudah keberapa kalinya aku tidak bisa berkata-kata karena celetukan asal yang dilontarkan oleh istriku dalam satu malam ini saja. "Astaghfirullahalazim, bapak sama ibu 'kan masih hidup. Masih segar bugar. Kurang ajar namanya kalau kita menyebutkan soal warisan sekarang," ujarku. "Ya terus gimana? Aku nggak mau diperbudak sama ibu, Mas!" pungkas Tiana dengan penuh emosi. "Sayang, ibu tidak akan seperti itu. Kamu 'kan menantu kesayangannya. Kamu beda dengan Mbak Astri," ujarku berusaha menghibur Tiana yang tampak semakin senewen. Namun, istriku ini justru mendengus dengan keras sambil menatapku dengan pandangan mencibir. "Kamu yakin kalau ibu akan memperlakukan aku dengan berbeda, Mas? Bel
Baca selengkapnya

BAB 86

Terkhusus hari ini, aku menjalani hari dengan semangat baru. Memikirkan bahwa hari ini kami tidak perlu kembali ke rumah mertua membuatku luar biasa senang. Aku bahkan melowongkan waktu untuk membersihkan kamar tidur kami. "Bahagia banget, Mbak. Ada kabar baik apa?" tanya Santi ketika mendengar aku bergumam pelan menyenandungkan lagu acak. "Bukan apa-apa, San. Seneng aja semakin banyak pelanggan hari ini," jawabku sambil tersenyum cemerlang. Santi tidak terus memasang aksi kepo dan hanya mengangguk pelan sambil terus sibuk dengan pekerjaannya sendiri. Begitu siang hari menjelang, aku meninggalkan toko pada Santi karena harus memasak makan siang untuk suamiku yang sebentar lagi datang. Seperti inilah kehidupan rumah tangga yang aku inginkan. Tidak perlu ada interupsi dari ibu mertua mengenai apa yang harus aku lakukan, dan makanan seperti apa yang harus aku sajikan. Hari terus berlalu, waktu pun kian merangkak naik. Dan selayaknya har
Baca selengkapnya

BAB 87 | Dimas POV

Dimas POV, "Kamu udah ketemu kontrakannya nggak, Mas?" Kalimat tanya ini adalah kalimat yang pertama kali menyapaku begitu pulang ke rumah setelah bekerja di luar seharian. "Aku belum sempat nyari," jawabku sembari menanggalkan pakaian kerjaku yang sudah kotor. Tiana terdengar mendecakkan lidah dengan keras. "Ck, kamu gimana sih, Mas!" keluhnya dengan wajah memberengut tak sedap di pandang. "Ya 'kan nyarinya bisa besok-besok," timpalku dengan suara lembut. Kerutan di wajah istriku bukannya berkurung, justru terlihat semakin kusut. Dia tampak sangat tidak puas dengan jawaban yang baru saja aku berikan. "Aku maunya kita segera pindah dari sini, Mas. Jangan nunggu besok-besok terus. Aku nggak nyaman kalau setiap pagi ditinggal berdua sama ibu kamu," pungkas Tiana. Aku yang mendengar keluhan ini hanya bisa menghela nafas panjang. "Aku belum sempat nyari. Hari ini pekerjaan di kantor lumayan banyak. Nanti deh
Baca selengkapnya

BAB 88 | Tiana POV

Tiana POV, "Kamu jangan lupa cari kontrakan yang bagus, Mas!" Aku berpesan untuk yang kesekian kalinya pada Mas Dimas sebelum berangkat bekerja. "Iya!" jawab Mas Dimas dengan nada sedikit ogah-ogahan. Dan begitu suamiku itu telah berangkat ke kantor, aku spontan diselimuti perasaan senewen karena ditinggal hanya berdua saja dengan ibu mertua. Aku takut ibu mertua akan menyambangi kamarku, kemudian memintaku untuk mengerjakan pekerjaan rumah tangga seperti yang selalu beliau katakan pada Astri. "Ck. Sialan!" Aku memaki sambil terus berjalan mondar-mandir di dalam kamar karena tidak tahu apa yang harus aku kerjakan. Sejak kemarin aku hanya bisa mendekam dengan bosan di dalam kamar. "Aku harus ngapain nih?" gumamku pada diri sendiri. "Atau aku harus pergi ke mana ya?" ucapku kebingungan. Di usia seperti ini, teman-temanku yang lain telah memiliki kehidupan sendiri. Kami tidak bisa lagi hangout untuk sekedar mencari a
Baca selengkapnya

BAB 89 | Dimas POV

Dimas POV, [Mas, jangan lupa cari kontrakan!][Aku lagi di rumah Papa. Nanti kalau kamu udah pulang, telepon aku!]Aku menghembuskan nafas dengan keras melihat pesan dari istriku yang terkesan memerintah ini. Atau barangkali, hanya perasaanku saja? Tetapi yang pasti, sikap dan perkataan Tiana akhir-akhir ini agak menggelitik harga diriku sebagai seorang suami. Apalagi saat mengetahui bahwa dia tidak jujur padaku perihal kondisi Papa mertua. Dan ketika Mbak Astri mengungkapkan mengenai masalah ini, aku merasa seperti orang bodoh karena telah mengemukakan alasan konyol itu. Aku merasa seperti dipermalukan di hadapan keluargaku sendiri. "Woy, Bro! Kenapa bengong aja kau macam orang susah dari tadi? Merengut terus nggak sedap dilihat," sapa Anton yang entah sejak kapan telah berdiri di depan meja kerjaku. Aku lantas menghela nafas sekali lagi. "Apa kelihatan jelas?" tanyaku sembari menunjukkan ekspresi meringis pahit. "
Baca selengkapnya

BAB 90 | Dina POV

Dina POV, "Din, bantuin mikirin taktik supaya bisa mendekati Ruslan dong," pinta Arumi dengan nada memelas. Aku yang sedang duduk berhadapan dengannya sambil menopang dagu pun spontan mencibir. "Ngerepotin banget sih. Waktu itu kayaknya kamu percaya diri banget kalau kamu bisa menaklukkan Ruslan," sindirku dengan terang-terangan. Arumi lantas menampakkan wajah meringis sembari menggaruk ujung hidungnya. "Ini tuh karena aku belum ada kesempatan buat deketin Ruslan aja," ujar Arumi berkilah. "Habisnya tempo hari waktu mau ke peternakan sama Tiana, kita malah lihat Ruslan pergi ke toko grosir di kota sebelah. Sayangnya, kita udah nunggu lama-lama, tapi tetap nggak bisa ketemu sama Ruslan. Ini tuh gara-gara si Tiana yang malah ngajak ribut karyawan yang ada di sana," pungkas Arumi menambahkan.Aku yang sama sekali tidak mengerti maksudnya hanya bisa mengerutkan kening. "Buat apa Ruslan di toko itu lama-lama?" tanyaku. Arumi pun mengendikk
Baca selengkapnya
Sebelumnya
1
...
7891011
...
14
DMCA.com Protection Status