All Chapters of Mertua Pilih Kasih Tidak Tahu Kami Banyak Uang: Chapter 1 - Chapter 10

131 Chapters

BAB 1

"Nanti pas acara makan-makan, kalian bagian makan paru sama ampela aja ya. Jangan makan daging yang disajikan di atas meja!" ucap Ibu mertuaku ketika aku dan Mas Ruslan sedang sibuk memasak di dapur. "Kenapa, Bu?" tanyaku memberanikan diri. "Takutnya nanti keluarga Dina sama Dimas tidak kebagian!" sahut ibu mertuaku. "Lalu Danis?" tanyaku lagi. Merujuk pada putraku yang baru berusia 4 tahun. Ibu mertuaku itu langsung melemparkan delikan masam. "Dia makan sesuai dengan apa yang kamu makanlah, Tri. Begitu aja mesti banget ditanya!" seru mertuaku kesal. "Sama satu lagi, kalian juga jangan ikut bergabung di meja makan bersama keluarga suami dan istrinya Dina dan Dimas. Jangan malu-maluin. Kalian makan aja di dapur!" perintah ibu mertua. Selesai mengucapkan kalimat tidak menyenangkan itu, ibu mertua langsung berbalik pergi meninggalkan dapur. Menyisakan aku dan Mas Ruslan yang hanya bisa berdiri bengong. "Mas, kok ibu bisa tega banget gini sama kita?" Aku bertanya retoris pada Mas
Read more

BAB 2

"Mas, ayo mandi. Habis itu dandan yang rapi," ujarku seraya menyeret Mas Ruslan ke dalam kamar."Kamu ngajak mandi bareng?" tanya Mas Ruslan jahil. Aku langsung mendelik sebal, lantas Aku cubit pinggang Mas Ruslan dengan keras. Aku sedang sangat serius saat ini, tapi Mas Ruslan malah mengajak bercanda! "Aku juga mau mandi bareng bapak sama ibu," celetuk Danis yang air matanya telah kering. Aku kembali melemparkan delikan maut pada Mas Ruslan. Hanya saja pria tampan itu membalas tatapanku dengan wajah cengengesannya. "Danis mandi sama bapak aja ya," ujarku. "Kenapa?" tanya Danis dengan mulut mencebik lucu. "Kamar mandinya nggak muat!" jawabku sekenanya sembari membantu Danis membuka bajunya. Untungnya Danis bisa menerima alasanku ini dan tidak mengajak berdebat lebih lama. Aku pun segera mendorong Mas Ruslan yang masih menggendong Danis menuju kamar mandi. "Jangan lama-lama mandinya!" ujarku memperingatkan. "Iya~" jawab Mas Ruslan dengan patuh dari dalam kamar mandi. Sementar
Read more

BAB 3

"Astri!" Nada peringatan yang menggema di udara kali ini meluncur dari bibir bapak mertua yang biasanya selalu diam. Namun, aku tidak gentar. Karena aku tidak merasa ada yang salah dalam ucapanku. Jika bukan karena tuntutan untuk berbakti pada orang tua, aku dan Mas Ruslan sudah lama hengkang dari rumah ini. Dan bukannya kami tidak pernah mencoba, tapi ibu mertua berulah dan membuat kami terpaksa kembali lagi ke sini. Tahu apa yang dilakukan ibu mertua? Beliau mogok makan selama 2 hari dan berakhir diopname di rumah sakit. Saat kami datang menjenguk beliau kala itu, ibu langsung menuding Mas Ruslan sebagai anak durhaka. Kami jadi tidak punya pilihan selain kembali ke rumah ini lagi. Aku masih ingat kata-kata ibu mertua waktu itu. Bahwa sampai bapak dan ibu mertua meninggal, Mas Ruslan dilarang keras untuk pergi dari sisi mereka. Apakah karena mertua terlalu sayang pada Mas Ruslan? Aku rasa tidak! Aku sendiri justru berpikir kalau mertuaku ini hanya memanfaatkan kata berbakti p
Read more

BAB 4

"Inilah akibat dari kata-kata nggak penting kamu itu. Maksud kamu apa sih ngomong kalau rumah ini dibangun sama Ruslan? Mana bawa-bawa gelar segala. Malu-maluin aja!" hardik Mbak Dina. Akibat dari tamparan keras yang mendarat di pipi, aku hanya bisa berdiri diam. Butuh beberapa lama bagiku untuk mencerna apa yang baru saja terjadi. "Lagian kenapa sih dulu Ruslan mau-maunya menikah sama anak petani miskin kayak kamu!" cibir Mbak Dina sinis. Kalimat yang menusuk disertai rasa panas dan kebas yang mulai menjalar di pipi membuatku segera tersadar. Sebelum memutuskan untuk menimpali Mbak Dina, aku mengerjakan mata beberapa kali. Setelah sekian tahun hidup, ini pertama kalinya aku merasakan bagaimana rasanya ditampar. "Mulai sekarang, jangan kurang ajar. Kamu bukan siapa-siapa di rumah ini. Kalau ibu minta Ruslan untuk menceraikan kamu detik ini juga, dia nggak akan pernah berpikir dua kali untuk menolak!" ujar Mbak Dina lagi. Nafasku membuncah naik turun dengan cepat saat mendengar ra
Read more

BAB 5

"Kalau kamu ingin keluar dari rumah ini, keluar saja sendiri. Pokoknya haram hukumnya bagi Ruslan untuk keluar dari rumah ini sampai kami mati!" Kalimat terakhir yang dikatakan ibu mertua terus bergema berulang kali di dalam kepalaku. Tidak lagi bisa didefinisikan bagaimana kacaunya perasaanku sekarang. Rasanya ingin berteriak sejadi-jadinya. Namun, segalanya harus serba aku tahan. "Jangan terlalu dipikirkan," bisik Mas Ruslan seraya mengelus puncak kepalaku. "Bagaimana aku tidak memikirkan ini, Mas? Ibu cuma mau memeras manfaat dari kamu!" ujarku dengan frustrasi. "Tri, bukankah Mas sudah pernah bilang, kalau Mas sudah mati rasa untuk ini? Mas sudah lelah bertanya kenapa hanya Mas yang diperlakukan berbeda. Jika memang kita perlu tahu alasannya, semesta akan menunjukkan jalannya," ujar Mas Ruslan dengan lemah lembut. "Tapi, Mas... ""Tetap tinggal di rumah ini, dan mengurus peternakan untuk keluarga ini, hanya itu bakti tersisa yang ingin Mas berikan pada bapak dan ibu. Jika me
Read more

BAB 6

Ibu mertuaku tampak berjengit tidak suka ketika mendengar kalimat yang baru saja meluncur dari bibirku. "Kenapa? Kamu tidak suka Dimas dan Tiana tinggal di sini? Kamu masih berpikir kalau rumah ini milik suami kamu seorang? Hanya karena Ruslan yang membantu merenovasi rumah ini?" cecar mertuaku dengan garang sambil tangannya berkacak pinggang. " ... "Aku terdiam tidak menimpali, tapi mataku mengerjap beberapa kali. Mungkin inilah yang disebut-sebut sebagai firasat wanita. Sejak melihat tatapan cemerlang yang ditujukan wanita itu pada Mas Ruslan, aku tiba-tiba merasakan alarm berbahaya berdering di kedalaman hati. Agak tidak masuk akal untuk memikirkan ini. Biar bagaimanapun, wanita itu belum genap setahun menjadi istrinya Dimas. Tapi aku juga yakin bahwa apa yang aku lihat waktu itu tidak salah. Sorot mata Tiana menunjukkan ketertarikan pada Mas Ruslan! "Bukan begitu. Tapi seingatku, awalnya Tiana nggak mau tinggal di rumah ini karena tidak bisa berpisah dengan orang tuanya. Tapi
Read more

BAB 7

"Mbak Tri, kita pakai mobil aja ya ke sananya? Aku nggak biasa pakai sepeda motor," pinta Tiana."Nggak, aku mau pakai motor!" jawabku dengan tegas. "Tapi kasian Danis kepanasan," "Danis baik-baik aja kok," balasku. "Bu~" Tiana memanggil ibu mertua yang sedang berdiri di teras rumah. Sedang melepas kepergian sang menantu kesayangannya. "Tri, apa salahnya sih pakai mobil. Ini panas banget loh. Gimana kalau kulitnya Tiana nanti terbakar?" tegur mertuaku itu. Aku mendecakkan lidah dengan terang-terangan. "Nggak mau!" jawabku dengan mantap. "Aku udah telat nganter makan siang buat Mas Ruslan. Kalau kamu nggak mau pakai motor, besok aja kamu perginya sama Dimas!" seruku seraya menaiki sepeda motor milikku. Pada akhirnya, wanita ini mau mengalah dan ikut denganku menggunakan sepeda motor. Aku sama sekali tidak mau peduli dengan wajahnya yang terlihat jelas memberengut tak suka. 'Siapa suruh kamu sok-sokan mau ikut segala!' batinku dalam hati. Peternakan milik bapak mertua berada di
Read more

BAB 8

"Mas Ruslan~"Aku dan Mas Ruslan spontan saling lirik. Kami tidak perlu menoleh ke arah sumber suara untuk mengetahui siapa gerangan pemilik suara tersebut. Dengan mata sedikit membola, aku menatap lekat ke arah Mas Ruslan. Bibirku berkomat-kamit tanpa suara, membentuk seuntai kalimat tanya. 'Dia tidak mendengar apa-apa 'kan?' Namun, Mas Ruslan mengendikkan bahu pelan sebagai tanda bahwa dia juga tidak tahu. Gelombang kekesalan yang datangnya entah darimana, tiba-tiba menelusup ke dalam hatiku. Apalagi saat di detik berikutnya, Tiana mendorong pintu ruangan Mas Ruslan hingga menjeblak terbuka. Kami bahkan belum sempat mempersilakan wanita ini untuk masuk! "Ih, Mbak Astri. Kenapa nggak bilang kalau Mas Ruslan udah datang sih~" ujar Tiana dengan nada merajuknya. Mungkin di mata suaminya, nada suara merajuk centil seperti ini akan terdengar lucu. Tetapi bagiku, nada suara ini terdengar menyebalkan. Terutama sekali setelah Tiana datang di waktu yang tidak tepat. "Kamu 'kan ke sini ma
Read more

BAB 9

Dikarenakan desahan lega dan ucapan penuh syukur Tiana itu, aku tidak lagi memiliki niat untuk menguping lebih lanjut pembicaraan mereka. Cukup tahu saja alasan kenapa Tiana sampai ingin tinggal di rumah ini segala. "Selama tidak mendekati Mas Ruslan, bodo amatlah kalau dia mau menguasai rumah ini dan juga peternakan itu," gumamku pada diri sendiri. Aku lalu menutup pintu kamar tidur kami dan menggiring Danis untuk mencuci tangan dan kaki sebelum tidur siang. Sambil berbaring di atas ranjang, aku menyempatkan diri untuk menekuri pekerjaanku. Sejak empat tahun lalu, saat usia Danis masih beberapa bulan, aku memulai profesi sebagai penulis. Awalnya aku hanya iseng untuk mengisi waktu luang sekaligus ingin mengeluarkan unek-unek. Siapa yang menyangka bahwa profesi ini bisa mendatangkan rezeki yang melimpah untukku pribadi. Kemudian dari hasil menulis itu, aku sudah bisa membeli sawah yang luasnya sekitar 5 are. Sawah itu letaknya di kampung halamanku dan dikelola oleh orang tuaku. Ti
Read more

BAB 10

"ASTRI!"Raungan marah ibu mertua bergema bersaing dengan suara azan di masjid yang tak jauh. Gelegar teriakan itu menarik semua penghuni rumah untuk berdatangan. "Ada apa ini?" tanya bapak mertua yang muncul tergesa dari dalam rumah dengan diikuti oleh Tiana. Bahkan Dimas yang baru saja tiba bergegas menghampiri ibunya. "Bu, ada apa? Kok teriak-teriak?" tanya Dimas. "Ini loh Dim, kakak ipar kamu!" seru ibu mertua seraya menunjuk ke arahku dengan jari telunjuknya yang sudah berkerut. "Ada apa lagi dengan Mbak Astri, Bu?" tanya Dimas dengan lembut. Ibu mertua menggelengkan kepala tampak tidak berdaya. Beliau juga meremat kain daster yang ada di bagian dadanya dengan dramatis. "Ibu nggak sanggup lagi, Dim!" ujar ibu mertua. Suaranya terdengar serak dan amat lesu. "Kenapa?" tanya Dimas lagi. Setitik air mata tak terduga perlahan jatuh menitik dari sudut mata tua wanita paruh baya ini. Aku dan Mas Ruslan yang menjadi tersangka otomatis saling melempar lirikan. "Apa salah jika ibu
Read more
PREV
123456
...
14
DMCA.com Protection Status