Semua Bab Mertua Pilih Kasih Tidak Tahu Kami Banyak Uang: Bab 31 - Bab 40

131 Bab

BAB 32 | Dina POV

Dina POV, Pada pukul 08.15 menit, aku sedang sarapan seorang diri ketika ponsel yang tidak pernah terpisahkan dariku itu berdering dengan nyaring. Tanpa minat aku melirik layar yang menyala. Ada nama bapak yang terpampang di sana. Karena tidak ada alasan bagiku untuk mengabaikan panggilan ini, aku hanya bisa mengangkatnya."Halo, Pak?" sapaku dengan nada ogah-ogahan. "Kamu dimana?" tanya bapak tidak biasanya. "Di rumah!" jawabku. "Kalau kamu tidak sibuk, temui bapak di rumah sekarang!" perintah bapak dengan tegas. "Iya!" jawabku dengan patuh. Sambungan telepon kemudian terputus begitu saja setelah obrolan singkat itu. Tanpa adanya emosi yang berarti, aku meletakkan ponsel itu kembali ke atas meja. Lalu, kembali melanjutkan makan. Sejak aku mengetahui Mas Arifin selingkuh dengan Astuti, dunia ini menjadi terasa begitu hampa. Aku merasakan seperempat jiwaku hilang. Hanya Aldi yang menjadi penyeman
Baca selengkapnya

BAB 31

Tok tok tok"Astri! Pergi ke pasar sana!" Ibu mertuaku terdengar berteriak sambil menggedor pintu kamarku. Aku yang sedang mengajar Danis membaca dan menulis spontan menggulung mata ke atas. Ibu mertuaku ini seakan tidak ada kapoknya memberi perintah padaku. Dimana ujungnya aku pasti akan mengabaikan perintah beliau. Tok tok tok"Astri!"Dengan langkah ogah-ogahan, aku berjalan menghampiri pintu. Jika hal ini tidak aku lakukan, pintu kamarku ini bisa jebol karena terus-terusan digedor dengan keras. "Apa sih, Bu?" tanyaku dengan raut wajah tak sedap. "Pergi ke pasar sana!" perintah ibu mertua sambil menyodorkan satu lembar uang seratus ribuan kepadaku. "Nggak ah. Males!" tolakku dengan acuh tak acuh. "Nanti aja belinya di Bang Maman!" pungkasku. "Si Maman datangnya siang. Daging dan sayur yang dijual udah nggak fresh lagi," ujar ibu mertua. "Nggak siang-siang banget kok, Bu. Jam sembilan
Baca selengkapnya

BAB 33

Mulutku ternganga lebar mendengar peringatan yang diucapkan oleh Mbak Dina dengan nada serius itu. Mataku juga mengerjap beberapa kali menatap punggungnya yang terus berjalan menjauh. Saat punggung Mbak Dina tidak lagi tampak, bibirku otomatis mendumel. "Hidup manusia memang paling berat jika sudah berhubungan dengan manusia lain. Serba salah!"Peringatan yang diberikan Mbak Dina sama dengan nasihat yang disampaikan oleh bapak padaku. Tapi kemudian aku berpikir. Apa setiap anak mesti tahu jalan berliku yang telah dilalui orang tua mereka? Lalu sebebas itukah orang tua menimpakan ketidakpuasan batinnya pada seorang anak yang tidak tahu apa-apa? Berharap anak akan mengerti kesulitan hidup yang telah dijalani orang tua tanpa membuat anak itu mengerti dengan cara yang baik. Aku percaya bahwa hidup ini adalah tentang hubungan timbal balik. Bagaimana orang tua bisa berharap seorang anak akan memperlakukan mereka dengan baik di masa tua, jika mereka tidak perna
Baca selengkapnya

BAB 34

Tok tok tok"Mbak Astri~"Ide yang sedang mengalir lancar di dalam kepalaku langsung hilang saat mendengar ketukan di pintu yang disertai dengan panggilan mendayu itu. Siapa lagi pemilik suara centil ini kalau bukan Tiana. Tok tok tok"Mbak Astri~" Tiana memanggil sekali lagi. Aku yang tidak bisa lagi fokus pada tulisanku spontan menggulung mata dengan jengah. Jarum jam baru saja menunjukkan pukul 8 pagi. Aku baru saja kembali ke dalam kamar setelah melepas Mas Ruslan berangkat kerja. Tapi kenapa istrinya Dimas ini sudah berulah saja! "Mbak Astri~"Aku mendecakkan lidah dengan kesal dan terpaksa beranjak dari kursi yang sedang aku duduki. Dengan sekali sentak, aku membuka pintu kamar. "Ada apa?" tanyaku dengan ketus. "Tolong cucikan bajuku dan Mas Dimas dong!" ujar Tiana sembari memaksakan keranjang cucian kotornya ke dalam dekapanku. Aku yang merasa jijik tentu saja langsung mendorong k
Baca selengkapnya

BAB 35 |

"Hiks!"Suara sengguk tangisku lolos tanpa permisi. Jika ibu mertua yang mengatakan untaian kalimat ini, aku mungkin masih bisa menanggapinya dengan cuek. Tapi karena bapak mertua yang mengucapkannya, aku tidak bisa merasa santai. Setiap kata ancaman itu terdengar sangat serius di telingaku. Bagaimana kalau bapak mertua benar-benar mendatangkan wanita lain ke dalam rumah tanggaku dan Mas Ruslan? Jika hal itu sampai terjadi, apakah Mas Ruslan bisa memilihku seutuhnya? Akankah Mas Ruslan mampu meninggalkan keluarganya sendiri demi aku dan Danis? "Ibu~"Panggilan sendu dari Danis yang berasal dari dalam kamar membuat air mataku jatuh lebih deras. Keranjang cucian kotor milik Tiana itupun segera aku hempas ke lantai. Aku lantas berbalik dan langsung duduk berjongkok di depan Danis yang turut menangis sedih. "Ibu dimarahi kakek lagi?" tanya Danis seraya menghapus air mata di pipiku. Aku tidak menjawab pertanyaan putraku ini, hanya
Baca selengkapnya

BAB 36

[Mas, hari ini kamu beli makan siang di luar ya. Aku lagi males keluar rumah nih,]Sebuah pesan aku kirim kepada Mas Ruslan siang ini. Akibat dari ucapan bapak dan ibu mertua membuatku kehilangan gairah untuk beraktivitas. Saat ini aku hanya ingin berbaring di atas ranjang empuk di kamarku. [Oke. Tapi kamu nggak lagi kenapa-napa 'kan?] Mas Ruslan mengirim pesan balasan yang spontan membuatku menghela nafas. Dengan sikapku yang seperti ini, tentu saja Mas Ruslan akan bisa langsung menebak bahwa pasti ada yang salah denganku. Sebab biasanya, aku akan selalu bersemangat setiap kali akan mengantar makan siang untuknya. Seperti ibarat kata, gunung akan kudaki dan lautan akan kuseberangi demi bisa bertemu dengannya. [Aku baik-baik aja, Mas]Aku membalas pesan dari Mas Ruslan dengan jawaban standar. Benar saja! Tidak lama berselang, nama Mas Ruslan langsung muncul pada layar ponselku. Akan tetapi, aku tidak langsung mengan
Baca selengkapnya

BAB 37

"Astriku sayang, kamu tidak percaya sama, Mas?"Aku tanpa sadar meneguk ludah dengan susah payah karena pertanyaan yang diajukan oleh Mas Ruslan. Jika suamiku ini sudah menyebarkan hormon kelaki-lakiannya, aku senantiasa merasa tidak berkutik. "K-kamu nggak bisa nyalahin aku dong, Mas!" ucapku dengan nada terbata karena gugup. "Kenapa begitu?" tanya Mas Ruslan lembut. Tetapi di telingaku, nadanya terdengar mengintimidasi. "Ini bukan masalah percaya atau tidak, Mas. Lagian wajar aja dong kalau aku punya kekhawatiran. Ini karena selama kita menikah, aku tahunya kamu selalu menuruti apapun maunya bapak dan ibu!" jawabku sambil cemberut. "Terus kamu maunya Mas bagaimana? Membantah mereka?" tanya Mas Ruslan. Mataku mengerjap beberapa kali dan mulutku megap-megap tidak tahu harus membalas apa. Bagaimana harusnya pertanyaan ini dijawab? Aku bukannya ingin Mas Ruslan menjadi anak durhaka karena tidak menuruti orang tuanya, tapi...
Baca selengkapnya

BAB 38

"Sayang, coba kamu hubungi orang tuamu dan Wisnu. Tanyakan mereka mau ikut liburan ke Bali atau tidak. Mas mau pesan tiket pesawat nih," ujar Mas Ruslan padaku pagi-pagi sekali. "Oke!" balasku dengan antusias. Tanpa berbasa-basi, aku langsung sibuk dengan ponselku untuk menghubungi Wisnu yang masih menganggur. Hitung-hitung sebelum anak itu mulai memasuki dunia perkuliahan, ada baiknya aku mengajaknya jalan-jalan. Siapa tahu aku juga bisa menyuruhnya untuk membantu menjaga Danis sekalian. "Halo, Nu. assalamu'alaikum!" sapaku pada Wisnu begitu sambungan telepon terhubung. "Hm, waalaikumsalam!" jawab Wisnu terdengar menggeram dengan malas dari seberang. Sepertinya anak itu baru saja tidur lagi sehabis solat subuh. "Heh! Nggak boleh tidur habis subuh!" tegurku. Wisnu mendecakkan lidah pelan. "Ada apa sih, Mbak? Pagi-pagi udah ribut aja!" protesnya dengan suara serak khas baru bangun tidur. "Mbak mau ngajak kamu libur
Baca selengkapnya

BAB 39

"Astri, kamu itu kebiasaan banget sih. Kalau nggak disuruh, kalau nggak diancam-ancam dulu, kok susah banget inisiatif sendiri gitu loh!" Dari balik pintu kamar terdengar suara omelan ibu mertua disertai dengan gedoran pintu tiada henti. Aku dan Mas Ruslan spontan saling lirik penuh maksud sebelum kemudian sama-sama menghela nafas. "Ayo kita masak!" ajak Mas Ruslan sembari beranjak dari ranjang. "Ini masih pagi, Bu. Jangan marah-marah. Nggak baik buat kesehatan Ibu," tegur Mas Ruslan dengan nada lembut. "Ya makanya! Didik istri kamu dengan benar. Masa ibu setiap hari harus nyuruh dia ini itu dulu baru mau dikerjain. Sekali aja berinisiatif untuk kerja tanpa disuruh itu emang gak bisa?" omel ibu dengan berang. Aku yang kesabarannya setipis tisu menghampiri ambang pintu dengan raut wajah tak sedap. "Katanya semua orang di keluarga ini berkewajiban untuk menjaga kelestarian rumah ini. Tapi kok semua-semuanya harus banget aku
Baca selengkapnya

BAB 40 | Tiana POV

Tiana POV, "Arrgggghhh!""Astri sialan!" Aku memaki sambil melemparkan bantal dan guling yang ada di kasur ke atas lantai. Hatiku terasa membengkak marah karena kata-kata provokasi istri dari kakak iparku itu. Baru juga satu hari aku berhasil menindasnya, kenapa sekarang dia sudah berani melawan sih? Dan kenapa juga bapak mertua tidak mengomelinya seperti kemarin? Orang-orang di keluarga ini memang menyebalkan! "Sialan!" makiku sekali lagi. Karena aku bukan orang yang suka menahan emosi, segera kuambil ponsel yang ada di atas nakas samping tempat tidur. Aku lalu menghubungi sahabatku untuk mengeluarkan unek-unek yang bersemayam di dalam dada. "Kamu kenapa lagi? Hati-hati loh jangan keseringan marah-marah. Apalagi kalau sudah nikah!" ujar sahabatku yang bernama Wanda. "Emang kenapa?" tanyaku asal-asalan. "Nanti cepat tua!" jawabnya. "Sialan!" Aku memaki untuk yang kesekian kali.
Baca selengkapnya
Sebelumnya
123456
...
14
DMCA.com Protection Status